Produk KTA Semakin Digemari Masyarakat
A
A
A
PRODUK Kredit Tanpa Agunan (KTA) salah satu produk pinjaman yang memberikan fasilitas pinjaman perbankan tanpa jaminan, terus dibutuhkan masyarakat karena fleksibel dalam penggunaannya. Namun masyarakat juga harus memperhatikan banyak hal sehingga penggunaannya tepat sasaran.
Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan produk KTA memiliki kelebihan antara lain lebih gampang untuk merencanakan pembayaran karena kepastian angsuran. Nasabah mudah mengatur waktu pinjaman yang ingin diambil. Selain itu persyaratan yang mudah seperti hanya data penghasilan dan kepastian pembayaran.
“Produk KTA lebih mudah dibandingkan pinjaman rumah atau bisnis. Nasabah juga dituntut untuk berkomitmen dalam melakukan pembayaran,” ujar Endarto saat dihubungi Koran Sindo, Senin (15/8/2016).
Dia menjelaskan produk KTA digemari orang karena bisa untuk keperluan apa saja. Kemudian nasabah bisa menghitung berapa kemampuan bayarnya jadi juga membuat berani untuk ambil. Produk KTA saat ini telah semakin meluas khususnya akses untuk nasabah yang menginginkan. Bank memberikan range pendapatan yang rendah dibandingkan sebelumnya, sedangkan pelayanan dan besaran bunga hampir sama.
“Dalam kondisi ekonomi lemah seperti sekarang maka segmen konsumer akan dinaikkan seperti KPR, mobil, KTA, kartu kredit dibanding korporasi. Namun bunga KTA memang lebih tinggi dibandingkan kredit rumah atau pinjaman bisnis karena tidak ada jaminan yang diberikan,” ujarnya.
Dia menjelaskan konsep utang itu ialah bagaimana kemampuan kita membayarnya. Janganlah kita memilih tenor pendek tapi hidup menjadi tidak nyaman. Intinya jangan sampai utang sebesar 80% dari penghasilan. Itu bisa berbahaya. “Itu kelebihan KTA karena bisa disesuaikan dengan kemampuan dan direncanakan untuk cicilannya. “Lebih baik agak panjang asalkan bisa bayar. Memang lebih besar bunga tapi itu risiko pinjaman,” ujarnya.
Dia mengingatkan karakter KTA memiliki bunga yang cukup tinggi karena tanpa jaminan. Karena itu nasabah harus perhatikan meminjam untuk keperluan sangat penting atau mendesak. Sehingga penggunaan KTA bukan sebagai langkah pertama. Dia menyarankan nasabah menggunakan untuk keperluan seperti membayar utang yang lebih tinggi bunganya. Hal ini mengingat kartu kredit memiliki bunga tinggi setiap tagihannya. Karena cukup besar, maka bisa dibayar dulu dengan KTA.
Kedua, nasabah bisa menggunakan KTA untuk alihkan kredit jangka waktu pendek jadi lebih panjang. Misalnya utang pertama tenor dua tahun lalu alihkan ke KTA dengan jangka waktu lebih panjang dan biaya yang lebih kecil. Dia juga mengingatkan angsuran KTA yang tetap maka harus buat komitmen membayar. “Namun bank juga harus memberikan supaya nasabah tidak terjebak. Nasabah harus diberi tahu cicilan maksimal 30% dari penghasilan. Intinya besaran cicilan sesuai kemampuan,” ujarnya.
Sementara Independent Financial Planner Tatadana Tejasari mengatakan perkembangan produk KTA sudah lebih maju. Misalnya dulu tenor hanya 3 tahun sekarang bisa 6 tahun sehingga bisa lebih ringan untuk mencicil. Selain itu penawaran juga makin banyak yang memancing nasabah untuk masuk. “Masyarakat gemar memilih KTA karena terkesan bunga ringan sehingga tidak terlalu berat,” ujar Tejasari.
Dia mengingatkan masyarakat dapat menggunakan KTA untuk bisnis yang keuntungannya lebih tinggi dibandingkan bunga KTA. Sehingga masih mendapatkan margin. “Meskipun berisiko dengan utang asalkan cashflow,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan nasabah untuk mengerti berapa beban yang harus dia bayar. Setelah melihat kebutuhan utang maka perhitungkan berapa biaya KTA, bunga dan periode waktu. Bahkan biaya KTA juga ada yang di depan yang harus dibayarkan. “Selain itu juga nasabah harus tahu biaya kalau telat apakah kena penalty dan bagaimana bentuknya. Denda juga ads kalau lebih cepat bayarnya. Semua bermacam fee yang dikenakan” ujarnya
"Gunakan KTA kalau hanya sangat darurat seperti kalau ada orangtua sakit. Selain itu kta lebih panjang tenornya. Sementara untuk biaya pendidikan menurutnya sebaiknya tidak berhutang, karena bebannya semakin berat. Kecuali kalau terpaksa,” ujarnya.
Di tengah tren ekonomi nasional yang masih lambat saat ini. Perbankan nasional terus mencari celah dalam menghadapi tantangan dan peluang.
Tren BI Rate yang semakin diturunkan dan likuiditas yang diperkirakan akan lebih baik diduga menjadi amunisi perbankan mendorong penyaluran kredit.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan perbankan diperkirakan tetap akan mengandalkan kredit konsumtif seperti kredit tanpa agunan (KTA). Menurutnya kondisi saat ini merupakan saatnya untuk bank menggeber kredit komersial. Suku bunga acuan atau BI rate sudah semakin turun sehingga bunga deposito juga diharapkan makin turun. Ujungnya bunga kredit segera menipis. ‘Sayangnya, permintaan kredit belum pulih sehingga bank lebih melirik kredit konsumsi yang bersifat individual. Seperti produk KTA, kartu kredit, KPR, atau KPA,” ujar Paul saat dihubungi di Jakarta.
Dia melihat kekuatan KTA yang seperti ‘tidak ada matinya’, karena KTA bersifat individual dan multiguna. Masyarakat dapat menggunakannya untuk tujuan seperti pendidikan, kesehatan, wisata bahkan pernikahan. Alhasil KTA makin laris saja terlebih daya beli masyarakat masih lemah. “Saat ini KTA telah cukup berkembang di Indonesia. Sehingga, banyak bank yang meluncurkan produk KTA baru, salah satu yang menarik adalah kredit untuk nikah juga sudah ada,” ujarnya.
Tapi menurutnya bank juga sudah seharusnya makin selektif dalam menjaring nasabah karena pinjaman tersebut tidak ada agunan. Artinya bank tidak bisa terlalu mudah menyetujui KTA tanpa melihat kemampuan keuangan (financial capacity) calon nasabahnya.
Ekonom senior Kenta Institute Eric Sugandi juga memandang perkembangan bisnis KTA didukung dari sisi supply kredit, tren penurunan suku bunga kredit dan kemungkinan meningkatnya likuiditas perbankan. Hal ini mengingat potensi masuknya dana dari tax amnesty walau mungkin sulit bisa benar-benar capai target pemerintah. “Namun kondisi ini akan dorong pertumbuhan kredit, termasuk KTA,” ujar Eric saat dihubungi Koran Sindo.
Dia menjelaskan dari sisi permintaan kredit juga diprediksi akan meningkat karena pertumbuhan ekonomi semester II 2016 kelihatannya akan lebih baik daripada semester I 2016. Karena itulah permintaan kredit termasuk KTA juga bisa meningkat. “Walau demikian, pertumbuhan kredit keseluruhan sepanjang tahun ini mungkin hanya di angka 10% karena lambatnya pertumbuhan di semester pertama tahun ini,” ujarnya.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor jasa keuangan nasional masih positif. Dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2016 fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan juga melanjutkan arah perbaikan.
Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB Slamet Edy Purnomo mengatakan hingga Juni 2016, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 8,89% yoy, meningkat dibanding posisi Mei sebesar 8,34%."Alat likuid yang dimiliki oleh perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit," ujar Slamet beberapa waktu lalu.
Sementara pertumbuhan piutang pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan telah mencatat pertumbuhan positif. Dia menambahkan, berlanjutnya perbaikan intermediasi ini diiringi oleh penurunan risiko kredit, sebagaimana terlihat dari Non-performing Loans (NPL) dan Non-performing Financing (NPF) yang tercatat masing-masing 3,05% dan 2,20%, lebih rendah dibandingkan waktu sebelumnya.
Lebih lanjut, kinerja intermediasi di atas juga didukung oleh kinerja lembaga keuangan yang membaik. Dari sisi permodalan, ketahanan lembaga jasa keuangan domestik secara umum berada pada tingkat yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko.
Sedangkan capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada pada level yang cukup tinggi sebesar 22,56% per Juni 2016. Di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) berada pada level 528% untuk asuransi jiwa dan 265% untuk asuransi umum, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.
Ke depan, OJK melihat bahwa pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan akan dapat melanjutkan arah perbaikan, sehingga dapat mendukung upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih tinggi.
Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan produk KTA memiliki kelebihan antara lain lebih gampang untuk merencanakan pembayaran karena kepastian angsuran. Nasabah mudah mengatur waktu pinjaman yang ingin diambil. Selain itu persyaratan yang mudah seperti hanya data penghasilan dan kepastian pembayaran.
“Produk KTA lebih mudah dibandingkan pinjaman rumah atau bisnis. Nasabah juga dituntut untuk berkomitmen dalam melakukan pembayaran,” ujar Endarto saat dihubungi Koran Sindo, Senin (15/8/2016).
Dia menjelaskan produk KTA digemari orang karena bisa untuk keperluan apa saja. Kemudian nasabah bisa menghitung berapa kemampuan bayarnya jadi juga membuat berani untuk ambil. Produk KTA saat ini telah semakin meluas khususnya akses untuk nasabah yang menginginkan. Bank memberikan range pendapatan yang rendah dibandingkan sebelumnya, sedangkan pelayanan dan besaran bunga hampir sama.
“Dalam kondisi ekonomi lemah seperti sekarang maka segmen konsumer akan dinaikkan seperti KPR, mobil, KTA, kartu kredit dibanding korporasi. Namun bunga KTA memang lebih tinggi dibandingkan kredit rumah atau pinjaman bisnis karena tidak ada jaminan yang diberikan,” ujarnya.
Dia menjelaskan konsep utang itu ialah bagaimana kemampuan kita membayarnya. Janganlah kita memilih tenor pendek tapi hidup menjadi tidak nyaman. Intinya jangan sampai utang sebesar 80% dari penghasilan. Itu bisa berbahaya. “Itu kelebihan KTA karena bisa disesuaikan dengan kemampuan dan direncanakan untuk cicilannya. “Lebih baik agak panjang asalkan bisa bayar. Memang lebih besar bunga tapi itu risiko pinjaman,” ujarnya.
Dia mengingatkan karakter KTA memiliki bunga yang cukup tinggi karena tanpa jaminan. Karena itu nasabah harus perhatikan meminjam untuk keperluan sangat penting atau mendesak. Sehingga penggunaan KTA bukan sebagai langkah pertama. Dia menyarankan nasabah menggunakan untuk keperluan seperti membayar utang yang lebih tinggi bunganya. Hal ini mengingat kartu kredit memiliki bunga tinggi setiap tagihannya. Karena cukup besar, maka bisa dibayar dulu dengan KTA.
Kedua, nasabah bisa menggunakan KTA untuk alihkan kredit jangka waktu pendek jadi lebih panjang. Misalnya utang pertama tenor dua tahun lalu alihkan ke KTA dengan jangka waktu lebih panjang dan biaya yang lebih kecil. Dia juga mengingatkan angsuran KTA yang tetap maka harus buat komitmen membayar. “Namun bank juga harus memberikan supaya nasabah tidak terjebak. Nasabah harus diberi tahu cicilan maksimal 30% dari penghasilan. Intinya besaran cicilan sesuai kemampuan,” ujarnya.
Sementara Independent Financial Planner Tatadana Tejasari mengatakan perkembangan produk KTA sudah lebih maju. Misalnya dulu tenor hanya 3 tahun sekarang bisa 6 tahun sehingga bisa lebih ringan untuk mencicil. Selain itu penawaran juga makin banyak yang memancing nasabah untuk masuk. “Masyarakat gemar memilih KTA karena terkesan bunga ringan sehingga tidak terlalu berat,” ujar Tejasari.
Dia mengingatkan masyarakat dapat menggunakan KTA untuk bisnis yang keuntungannya lebih tinggi dibandingkan bunga KTA. Sehingga masih mendapatkan margin. “Meskipun berisiko dengan utang asalkan cashflow,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan nasabah untuk mengerti berapa beban yang harus dia bayar. Setelah melihat kebutuhan utang maka perhitungkan berapa biaya KTA, bunga dan periode waktu. Bahkan biaya KTA juga ada yang di depan yang harus dibayarkan. “Selain itu juga nasabah harus tahu biaya kalau telat apakah kena penalty dan bagaimana bentuknya. Denda juga ads kalau lebih cepat bayarnya. Semua bermacam fee yang dikenakan” ujarnya
"Gunakan KTA kalau hanya sangat darurat seperti kalau ada orangtua sakit. Selain itu kta lebih panjang tenornya. Sementara untuk biaya pendidikan menurutnya sebaiknya tidak berhutang, karena bebannya semakin berat. Kecuali kalau terpaksa,” ujarnya.
Di tengah tren ekonomi nasional yang masih lambat saat ini. Perbankan nasional terus mencari celah dalam menghadapi tantangan dan peluang.
Tren BI Rate yang semakin diturunkan dan likuiditas yang diperkirakan akan lebih baik diduga menjadi amunisi perbankan mendorong penyaluran kredit.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan perbankan diperkirakan tetap akan mengandalkan kredit konsumtif seperti kredit tanpa agunan (KTA). Menurutnya kondisi saat ini merupakan saatnya untuk bank menggeber kredit komersial. Suku bunga acuan atau BI rate sudah semakin turun sehingga bunga deposito juga diharapkan makin turun. Ujungnya bunga kredit segera menipis. ‘Sayangnya, permintaan kredit belum pulih sehingga bank lebih melirik kredit konsumsi yang bersifat individual. Seperti produk KTA, kartu kredit, KPR, atau KPA,” ujar Paul saat dihubungi di Jakarta.
Dia melihat kekuatan KTA yang seperti ‘tidak ada matinya’, karena KTA bersifat individual dan multiguna. Masyarakat dapat menggunakannya untuk tujuan seperti pendidikan, kesehatan, wisata bahkan pernikahan. Alhasil KTA makin laris saja terlebih daya beli masyarakat masih lemah. “Saat ini KTA telah cukup berkembang di Indonesia. Sehingga, banyak bank yang meluncurkan produk KTA baru, salah satu yang menarik adalah kredit untuk nikah juga sudah ada,” ujarnya.
Tapi menurutnya bank juga sudah seharusnya makin selektif dalam menjaring nasabah karena pinjaman tersebut tidak ada agunan. Artinya bank tidak bisa terlalu mudah menyetujui KTA tanpa melihat kemampuan keuangan (financial capacity) calon nasabahnya.
Ekonom senior Kenta Institute Eric Sugandi juga memandang perkembangan bisnis KTA didukung dari sisi supply kredit, tren penurunan suku bunga kredit dan kemungkinan meningkatnya likuiditas perbankan. Hal ini mengingat potensi masuknya dana dari tax amnesty walau mungkin sulit bisa benar-benar capai target pemerintah. “Namun kondisi ini akan dorong pertumbuhan kredit, termasuk KTA,” ujar Eric saat dihubungi Koran Sindo.
Dia menjelaskan dari sisi permintaan kredit juga diprediksi akan meningkat karena pertumbuhan ekonomi semester II 2016 kelihatannya akan lebih baik daripada semester I 2016. Karena itulah permintaan kredit termasuk KTA juga bisa meningkat. “Walau demikian, pertumbuhan kredit keseluruhan sepanjang tahun ini mungkin hanya di angka 10% karena lambatnya pertumbuhan di semester pertama tahun ini,” ujarnya.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor jasa keuangan nasional masih positif. Dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2016 fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan juga melanjutkan arah perbaikan.
Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB Slamet Edy Purnomo mengatakan hingga Juni 2016, pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 8,89% yoy, meningkat dibanding posisi Mei sebesar 8,34%."Alat likuid yang dimiliki oleh perbankan dalam kondisi memadai untuk membiayai ekspansi kredit," ujar Slamet beberapa waktu lalu.
Sementara pertumbuhan piutang pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan telah mencatat pertumbuhan positif. Dia menambahkan, berlanjutnya perbaikan intermediasi ini diiringi oleh penurunan risiko kredit, sebagaimana terlihat dari Non-performing Loans (NPL) dan Non-performing Financing (NPF) yang tercatat masing-masing 3,05% dan 2,20%, lebih rendah dibandingkan waktu sebelumnya.
Lebih lanjut, kinerja intermediasi di atas juga didukung oleh kinerja lembaga keuangan yang membaik. Dari sisi permodalan, ketahanan lembaga jasa keuangan domestik secara umum berada pada tingkat yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko.
Sedangkan capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada pada level yang cukup tinggi sebesar 22,56% per Juni 2016. Di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) berada pada level 528% untuk asuransi jiwa dan 265% untuk asuransi umum, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.
Ke depan, OJK melihat bahwa pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan akan dapat melanjutkan arah perbaikan, sehingga dapat mendukung upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi domestik yang lebih tinggi.
(ven)