Tiga Alasan BI Merevisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2016 menjadi 4,9%-5,3%. Revisi ini bukan tanpa alasan. Karena BI melihat masih ada dampak ekonomi global dan kegiatan domestik yang cukup mempengaruhi revisi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2016.
Setidaknya, ada tiga faktor utama yang menjadi sebab mengapa BI merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari yang sebelumnya dipatok 5%-5,4%.
"Ini kami revisi sebagai bentuk indikasi penyesuaian fiskal oleh pemerintah yang dalam konteks ini, BI memandang itu sesuatu yang diperlukan untuk memperbaiki atau mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi kita," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjio di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Kedua yakni, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia juga menurun. Hal ini terlihat dari perekonomian negara Amerika Serikat, China dan negara-negara di Eropa.
"Amerika Serikat masih membaik tentunya ini juga masih juga dipengaruhi oleh Fed fund rate. Kami menduga FFR ini tidak akan naik lagi di tahun ini. Kemudian paska Brexit, ada kecenderungan ekonomi Eropa menurun dan ekonomi China yang juga masih tidak terlalu tinggi," kata Perry.
Perry juga melihat, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2016 secara dunia diperkirakan 3,1% dan di 2017 3,2%, dari yang sebelumnya diperkirakan untuk 2017, yaitu 3,3%-3,4%.
"Faktor ekonomi dunia ini mendorong kenapa BI turunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia," katanya. (Baca: Mulai Hari Ini, BI Tetapkan Suku Bunga 7 Days Repo Rate 5,25%)
Ketiga, permintaan domestik khususnya untuk investasi swasta masih memerlukan waktu untuk recovery. BI melihat sudah ada tanda-tanda indikasi permintaan investasi swasta naik sebagai dampak stimulasi fiskal dari yang dilakukan pemerintah ataupun relaksasi makroprudensial BI.
"Tapi indikator selama ini ternyata tidak sekuat yang kami perkirakan. Dalam konteksi ekspektasi bisnisnya yang belum kuat. Tapi BI yakin tren perbaikan ekonomi akan tetap bahwa Indonesia sudah melewati titik terendah pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun lalu," tutup Perry.
Setidaknya, ada tiga faktor utama yang menjadi sebab mengapa BI merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari yang sebelumnya dipatok 5%-5,4%.
"Ini kami revisi sebagai bentuk indikasi penyesuaian fiskal oleh pemerintah yang dalam konteks ini, BI memandang itu sesuatu yang diperlukan untuk memperbaiki atau mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi kita," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjio di kantornya, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Kedua yakni, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia juga menurun. Hal ini terlihat dari perekonomian negara Amerika Serikat, China dan negara-negara di Eropa.
"Amerika Serikat masih membaik tentunya ini juga masih juga dipengaruhi oleh Fed fund rate. Kami menduga FFR ini tidak akan naik lagi di tahun ini. Kemudian paska Brexit, ada kecenderungan ekonomi Eropa menurun dan ekonomi China yang juga masih tidak terlalu tinggi," kata Perry.
Perry juga melihat, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2016 secara dunia diperkirakan 3,1% dan di 2017 3,2%, dari yang sebelumnya diperkirakan untuk 2017, yaitu 3,3%-3,4%.
"Faktor ekonomi dunia ini mendorong kenapa BI turunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia," katanya. (Baca: Mulai Hari Ini, BI Tetapkan Suku Bunga 7 Days Repo Rate 5,25%)
Ketiga, permintaan domestik khususnya untuk investasi swasta masih memerlukan waktu untuk recovery. BI melihat sudah ada tanda-tanda indikasi permintaan investasi swasta naik sebagai dampak stimulasi fiskal dari yang dilakukan pemerintah ataupun relaksasi makroprudensial BI.
"Tapi indikator selama ini ternyata tidak sekuat yang kami perkirakan. Dalam konteksi ekspektasi bisnisnya yang belum kuat. Tapi BI yakin tren perbaikan ekonomi akan tetap bahwa Indonesia sudah melewati titik terendah pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun lalu," tutup Perry.
(ven)