Bisnis Transportasi Online Harus Taat Aturan
A
A
A
JAKARTA - Penolakan taksi online kerap terjadi di sejumlah daerah. Hal ini disebabkan bisnis transportasi online belum memenuhi aturan yang berlaku baik di tingkat pusat maupun daerah.
"Kalau di tingkat pusat berpegang kepada Peraturan Menteri Perhubungan No 32 tahun 2016 tentang pengadaan angkutan umum atau kalau di daerah dapat mengacu kepada pergub yang mengatur angkutan umum," ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno di Jakarta, Selasa (25/8/2016).
Dia mengatakan pengusaha taksi online (berbasis aplikasi) sejatinya juga bergerak dalam bisnis penyediaan angkutan umum maka diwajibkan mengikuti seluruh peraturan yang berlaku yang selama ini juga dikenakan kepada pengusaha taksi konvensional.
Djoko mengingatkan aplikasi itu hanya alat untuk memudahkan konsumen mendapatkan taksi, namun keberadaan angkutan umum termasuk transportasi berbasis aplikasi (atau perusahaan aplikasi yang menyediakan jasa transportasi) harus memenuhi aturan yg berlaku. Hal ini untuk menjaga keselamatan masyarakat itu sendiri dan persaingan yang sehat.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya meminta agar taksi berbasis aplikasi untuk memenuhi aturan. Banyak armada taksi aplikasi tersebut belum memenuhi uji kir atau kelayakan yang diwajibkan pemerintah sebagai syarat untuk mendapatkan izin usaha. Selain itu, penyedia jasa transportasi online tersebut juga belum membayar tagihan pajak yang ditetapkan pemerintah.
Salah satu daerah yang melarang beroperasinya taksi berbasis aplikasi adalah Bali yang sampai saat ini masih melakukan razia terhadap angkutan taksi berbasis aplikasi baik melalui pihak Kepolisian maupun Dinas Perhubungan, atau melalui operasi gabungan.
Alasan Pemprov Bali melakukan razia terhadap taksi berbasis aplikasi karena taksi-taksi tersebut tidak mengantongi izin angkutan.
Tidak hanya di Bali, penolakan terhadap beroperasinya taksi berbasis aplikasi dilaporkan juga terjadi di Surabaya, Yogyakarta, Makassar dan kota-kota lainnya. Jadi hal ini dapat berdampak luas sehingga pemerintah terutama pemerintah pusat harus tegas dalam menerapkan peraturan yang berlaku.
Penolakan terhadap taksi berbasis aplikasi juga terjadi di banyak Negara. Seperti Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Jerman, Korea Selatan, Australia, Beligia, Kanada, Belanda, India dan Jepang. Salah satunya yang terbaru adalah Taiwan yang pada awal Agustus lalu komisi investasi negara tersebut menyatakan bakal mengusir Uber dari negaranya lantaran dianggap salah mendefinisikan layanannya.
"Kalau di tingkat pusat berpegang kepada Peraturan Menteri Perhubungan No 32 tahun 2016 tentang pengadaan angkutan umum atau kalau di daerah dapat mengacu kepada pergub yang mengatur angkutan umum," ujar pengamat transportasi Djoko Setijowarno di Jakarta, Selasa (25/8/2016).
Dia mengatakan pengusaha taksi online (berbasis aplikasi) sejatinya juga bergerak dalam bisnis penyediaan angkutan umum maka diwajibkan mengikuti seluruh peraturan yang berlaku yang selama ini juga dikenakan kepada pengusaha taksi konvensional.
Djoko mengingatkan aplikasi itu hanya alat untuk memudahkan konsumen mendapatkan taksi, namun keberadaan angkutan umum termasuk transportasi berbasis aplikasi (atau perusahaan aplikasi yang menyediakan jasa transportasi) harus memenuhi aturan yg berlaku. Hal ini untuk menjaga keselamatan masyarakat itu sendiri dan persaingan yang sehat.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya meminta agar taksi berbasis aplikasi untuk memenuhi aturan. Banyak armada taksi aplikasi tersebut belum memenuhi uji kir atau kelayakan yang diwajibkan pemerintah sebagai syarat untuk mendapatkan izin usaha. Selain itu, penyedia jasa transportasi online tersebut juga belum membayar tagihan pajak yang ditetapkan pemerintah.
Salah satu daerah yang melarang beroperasinya taksi berbasis aplikasi adalah Bali yang sampai saat ini masih melakukan razia terhadap angkutan taksi berbasis aplikasi baik melalui pihak Kepolisian maupun Dinas Perhubungan, atau melalui operasi gabungan.
Alasan Pemprov Bali melakukan razia terhadap taksi berbasis aplikasi karena taksi-taksi tersebut tidak mengantongi izin angkutan.
Tidak hanya di Bali, penolakan terhadap beroperasinya taksi berbasis aplikasi dilaporkan juga terjadi di Surabaya, Yogyakarta, Makassar dan kota-kota lainnya. Jadi hal ini dapat berdampak luas sehingga pemerintah terutama pemerintah pusat harus tegas dalam menerapkan peraturan yang berlaku.
Penolakan terhadap taksi berbasis aplikasi juga terjadi di banyak Negara. Seperti Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Jerman, Korea Selatan, Australia, Beligia, Kanada, Belanda, India dan Jepang. Salah satunya yang terbaru adalah Taiwan yang pada awal Agustus lalu komisi investasi negara tersebut menyatakan bakal mengusir Uber dari negaranya lantaran dianggap salah mendefinisikan layanannya.
(dmd)