Tender Pembangkit Listrik 35.000 MW Perlu Perbaikan
A
A
A
JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta memperbaiki pelaksanaan tender guna mempercepat pelaksanaan pembangkit listrik program pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW).
Pengamat energi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan, sejumlah masalah dalam proses tender pembangkit memberikan sinyal buruk sinyal buruk bagi iklim investasi.
Berly menilai PLN harus melakukan perencanaan dengan matang, sehingga tender pembangkit tidak perlu diulang dari awal. "Harus dicari bagaimana agar tender berjalan dengan baik tidak lantas mengulang dari awal. Ini tidak baik bagi iklim investasi, karena menunjukkan tidak konsisten terhadap kebijakan dan administrasi PLN," ujarnya di Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Sejumlah tender proyek 35.000 MW bermasalah itu di antaranya PLTU Jawa 5 berkapasitas 2×1.000 MW yang dibatalkan PLN setelah proses yang berjalan lebih dari satu tahun, sudah mendekati tahap akhir. Lalu, PLTU Jawa 7 berkapasitas 2×1.000 MW yang sudah ditender sejak 1 Desember 2014, serta PLTU Sumsel 9 2×600 MW dan Sumsel 10 1×600 MW yang proses tendernya berlangsung hingga dua tahun.
Tidak hanya itu, PLTG Riau 250 MW dan PLTGU Jawa 1 1.600 MW juga mengalami penundaan jadwal tender. Selain itu, PLTMG Pontianak 100 MW dan PLTG Scattered 180 MW yang mengalami perpanjangan masa tender karena tidak ada peserta yang memasukkan dokumen penawaran.
"Berdasarkan pengalaman tersebut, PLN seharusnya mampu mengantisipasi terjadinya permasalahan ataupun perlunya perubahan-perubahan di awal proses pengadaan," ujarnya.
Dia menambahkan, proses tender bermasalah berakibat pada mundurnya jadwal proyek 35.000 MW yang ditargetkan Presiden Joko Widodo rampung pada 2019-2020. Program pembangunan pembangkit 35.000 MW harus sesuai target untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan listrik nasional.
"Saat ini, rasio kelistrikan Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kalau Indonesia mau menuju negara maju, maka mau tidak mau harus mempercepat penyelesaian program 35.000 MW," terangnya.
Dalam 10 tahun terakhir kapasitas pembangkit masih kurang untuk memasok kebutuhan listrik nasional. Sebab itu, program 35.000 MW sudah sepantasnya dikebut.
Dia mengatakan, program 35.000 MW mencakup 109 pembangkit yang terdiri atas 35 proyek dikerjakan PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta (independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW.
Berdasarkan data PLN hingga kuartal I/2016, kapasitas pembangkit yang sudah dibangun hanya 397 MW atau masih 1,1 persen dari total target 35.000 MW.
Kemudian, tahap konstruksi mencapai 3.862 MW atau 10,9%, perencanaan 12.226,8 MW atau 34,4%, pengadaan 8.377,7 MW atau 23,6%, dan kontrak jual beli (power purchase agreement/PPA) 10.941 MW atau 30,8%. Demikian pula, PLN baru membangun 2.712 km transmisi dari target 46.597 km.
Pengamat energi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya mengatakan, sejumlah masalah dalam proses tender pembangkit memberikan sinyal buruk sinyal buruk bagi iklim investasi.
Berly menilai PLN harus melakukan perencanaan dengan matang, sehingga tender pembangkit tidak perlu diulang dari awal. "Harus dicari bagaimana agar tender berjalan dengan baik tidak lantas mengulang dari awal. Ini tidak baik bagi iklim investasi, karena menunjukkan tidak konsisten terhadap kebijakan dan administrasi PLN," ujarnya di Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Sejumlah tender proyek 35.000 MW bermasalah itu di antaranya PLTU Jawa 5 berkapasitas 2×1.000 MW yang dibatalkan PLN setelah proses yang berjalan lebih dari satu tahun, sudah mendekati tahap akhir. Lalu, PLTU Jawa 7 berkapasitas 2×1.000 MW yang sudah ditender sejak 1 Desember 2014, serta PLTU Sumsel 9 2×600 MW dan Sumsel 10 1×600 MW yang proses tendernya berlangsung hingga dua tahun.
Tidak hanya itu, PLTG Riau 250 MW dan PLTGU Jawa 1 1.600 MW juga mengalami penundaan jadwal tender. Selain itu, PLTMG Pontianak 100 MW dan PLTG Scattered 180 MW yang mengalami perpanjangan masa tender karena tidak ada peserta yang memasukkan dokumen penawaran.
"Berdasarkan pengalaman tersebut, PLN seharusnya mampu mengantisipasi terjadinya permasalahan ataupun perlunya perubahan-perubahan di awal proses pengadaan," ujarnya.
Dia menambahkan, proses tender bermasalah berakibat pada mundurnya jadwal proyek 35.000 MW yang ditargetkan Presiden Joko Widodo rampung pada 2019-2020. Program pembangunan pembangkit 35.000 MW harus sesuai target untuk mengantisipasi pertumbuhan permintaan listrik nasional.
"Saat ini, rasio kelistrikan Indonesia masih jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Kalau Indonesia mau menuju negara maju, maka mau tidak mau harus mempercepat penyelesaian program 35.000 MW," terangnya.
Dalam 10 tahun terakhir kapasitas pembangkit masih kurang untuk memasok kebutuhan listrik nasional. Sebab itu, program 35.000 MW sudah sepantasnya dikebut.
Dia mengatakan, program 35.000 MW mencakup 109 pembangkit yang terdiri atas 35 proyek dikerjakan PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta (independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW.
Berdasarkan data PLN hingga kuartal I/2016, kapasitas pembangkit yang sudah dibangun hanya 397 MW atau masih 1,1 persen dari total target 35.000 MW.
Kemudian, tahap konstruksi mencapai 3.862 MW atau 10,9%, perencanaan 12.226,8 MW atau 34,4%, pengadaan 8.377,7 MW atau 23,6%, dan kontrak jual beli (power purchase agreement/PPA) 10.941 MW atau 30,8%. Demikian pula, PLN baru membangun 2.712 km transmisi dari target 46.597 km.
(izz)