Luhut Mengaku Banyak Belajar Kepada Arcandra
A
A
A
JAKARTA - Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri ESDM, Luhut mengaku masih intens berdiskusi dengan Arcandra Tahar terkait kebijakan di sektor ESDM. Bahkan belajar dari pemikiran pria yang lama berdomisili di AS itu. Pasalnya, mantan Menkopolhukam ini didapuk menggantikan Arcandra sebagai Plt. Menteri ESDM.
"Kalau kebijakan tertulis (dari Arcandra) atau return policy itu belum ada. Tapi pikiran yang tercetus dari Arcandra sampai hari ini masih saya dengar. Dan menurut saya bagus, banyak pikiran itu sejalan dengan pikiran yang saya kembangkan," akunya dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR, Kamis (1/9/2016).
Melalui diskusi dengan Arcandra, Luhut juga memutar pandangan pemerintah terkait gas bumi. Saat ini, gas bumi tidak lagi dijadikan sumber profit pemerintah melainkan sebagai prime mover (penggerak utama) ekonomi Indonesia. (Baca: Luhut Beberkan Capaian Arcandra Selama 20 Hari Jadi Menteri ESDM)
Ia mencontohkan soal East Natuna, dimana ingin sesegera mungkin Exxon, Pertamina dan PTT bisa segera operasi. Sehingga semua gasnya ke dalam negeri agar biaya juga bisa turun, Dan mengenai CO2 sebesar 72%, dari pembahasan Luhut dan Arcandra, bahwa teknologinya sudah ada untuk mengurainya. Tinggal menghitung harganya.
"Gas ini bukan lagi sekadar profit buat pemerintah tapi juga prime mover ekonomi Indonesia. Maka kami mohon strategi ini untuk bapak dan ibu Komisi VII pempertimbangkan," tutur Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini juga memperoleh input dari Arcandra terkait Blok Mahakam, Lapangan Jangkrik, dan blok laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD). Terkait eksplorasi di laut dalam, menurutnya sepanjang 16 tahun terakhir sedikit sekali kegiatan eksplorasi di laut dalam.
Hal ini lantaran Peraturan Presiden Nomor 79 tahun 2015 membuat peraturan pajak hulu migas dan cost recovery secara seragam. Dalam aturan tersebut, pajak dan cost recovery tidak dibedakan untuk ladang minyak yang sulit dan mudah.
"Karena itu usulan kami nanti PP 79 akan ada perubahan. Kami bicara dengan Menkeu soal penentuan berapa insentif yang diberikan ke setiap proyek. Sehingga ESDM bisa mengevaluasi berapa yang pas di sana. Karena tingkat kesulitan berbeda, laut yang 500 meter dan yang 300 meter itu punya kesulitan berbeda," tandasnya.
"Kalau kebijakan tertulis (dari Arcandra) atau return policy itu belum ada. Tapi pikiran yang tercetus dari Arcandra sampai hari ini masih saya dengar. Dan menurut saya bagus, banyak pikiran itu sejalan dengan pikiran yang saya kembangkan," akunya dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR, Kamis (1/9/2016).
Melalui diskusi dengan Arcandra, Luhut juga memutar pandangan pemerintah terkait gas bumi. Saat ini, gas bumi tidak lagi dijadikan sumber profit pemerintah melainkan sebagai prime mover (penggerak utama) ekonomi Indonesia. (Baca: Luhut Beberkan Capaian Arcandra Selama 20 Hari Jadi Menteri ESDM)
Ia mencontohkan soal East Natuna, dimana ingin sesegera mungkin Exxon, Pertamina dan PTT bisa segera operasi. Sehingga semua gasnya ke dalam negeri agar biaya juga bisa turun, Dan mengenai CO2 sebesar 72%, dari pembahasan Luhut dan Arcandra, bahwa teknologinya sudah ada untuk mengurainya. Tinggal menghitung harganya.
"Gas ini bukan lagi sekadar profit buat pemerintah tapi juga prime mover ekonomi Indonesia. Maka kami mohon strategi ini untuk bapak dan ibu Komisi VII pempertimbangkan," tutur Luhut.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini juga memperoleh input dari Arcandra terkait Blok Mahakam, Lapangan Jangkrik, dan blok laut dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD). Terkait eksplorasi di laut dalam, menurutnya sepanjang 16 tahun terakhir sedikit sekali kegiatan eksplorasi di laut dalam.
Hal ini lantaran Peraturan Presiden Nomor 79 tahun 2015 membuat peraturan pajak hulu migas dan cost recovery secara seragam. Dalam aturan tersebut, pajak dan cost recovery tidak dibedakan untuk ladang minyak yang sulit dan mudah.
"Karena itu usulan kami nanti PP 79 akan ada perubahan. Kami bicara dengan Menkeu soal penentuan berapa insentif yang diberikan ke setiap proyek. Sehingga ESDM bisa mengevaluasi berapa yang pas di sana. Karena tingkat kesulitan berbeda, laut yang 500 meter dan yang 300 meter itu punya kesulitan berbeda," tandasnya.
(ven)