Holdingisasi BUMN Dinilai Akan Hilangkan Fungsi Pengawasan BPK
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai, rencana membentuk holding BUMN migas yang diupayakan pemerintah menuai kontroversi. Pasalnya, dengan menghapus status salah satu BUMN timbulkan kesan menghindari audit BPK dan pengawasan DPR.
"DPR kan memandang bahwa jika holding migas yakni menjadikan Pertamina induk dan menghapuskan status BUMN PGN, maka terkesan menghindari DPR dan audit keuangan BPK. Kalau ada apa-apa kan yang maju holdingnya, PGN nanti tidak punya kewajiban ke DPR maupun ke BPK," kata Anggota BPK Achsanul Qasasi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/9/2016).
BUMN, lanjut dia, bermasalah dalam hal efisiensi. Di mana anak usaha juga terkadang membebani induknya. "DPR tidak bisa mengurusi anak usahanya dan BPK juga. Efisiensi pun menjadi bias. Pertamina buat anak usaha Pertagas, kemudian ada Waskita buat Waskita Beton," ujarnya.
Achsanul menuturkan, holdingisasi haruslah bertujuan untuk masyarakat banyak dan memberikan efisiensi kepada BUMN. "Kalau PGN berada di bawah Pertamina maka bagaimana nasib bisnis gas nasional. Konsentrasi gas bisa hilang," tuturnya.
Lebih jauh dia mengatakan, BUMN yang mendapatkan tugas negara seperti Public Service Obligation (PSO) harus diaudit BPK. Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada negara.
Menurutnya, jika PGN tidak lagi jadi BUMN maka fungsi kewajiban pelayanan umum hilang. "PGN tidak dapat bertindak sebagai perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan swasta, dan tidak lagi memperoleh prioritas alokasi gas bumi," tandas dia.
"DPR kan memandang bahwa jika holding migas yakni menjadikan Pertamina induk dan menghapuskan status BUMN PGN, maka terkesan menghindari DPR dan audit keuangan BPK. Kalau ada apa-apa kan yang maju holdingnya, PGN nanti tidak punya kewajiban ke DPR maupun ke BPK," kata Anggota BPK Achsanul Qasasi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/9/2016).
BUMN, lanjut dia, bermasalah dalam hal efisiensi. Di mana anak usaha juga terkadang membebani induknya. "DPR tidak bisa mengurusi anak usahanya dan BPK juga. Efisiensi pun menjadi bias. Pertamina buat anak usaha Pertagas, kemudian ada Waskita buat Waskita Beton," ujarnya.
Achsanul menuturkan, holdingisasi haruslah bertujuan untuk masyarakat banyak dan memberikan efisiensi kepada BUMN. "Kalau PGN berada di bawah Pertamina maka bagaimana nasib bisnis gas nasional. Konsentrasi gas bisa hilang," tuturnya.
Lebih jauh dia mengatakan, BUMN yang mendapatkan tugas negara seperti Public Service Obligation (PSO) harus diaudit BPK. Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada negara.
Menurutnya, jika PGN tidak lagi jadi BUMN maka fungsi kewajiban pelayanan umum hilang. "PGN tidak dapat bertindak sebagai perintis kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan swasta, dan tidak lagi memperoleh prioritas alokasi gas bumi," tandas dia.
(izz)