Pengusaha Tunggu Kepastian Hukum Tax Amnesty

Selasa, 06 September 2016 - 02:09 WIB
Pengusaha Tunggu Kepastian...
Pengusaha Tunggu Kepastian Hukum Tax Amnesty
A A A
JAKARTA - Lembaga Kajian Strategis Indonesia (LKSI) mengungkapkan saat ini pengusaha masih menunggu kepastian hukum mengenai tax amnesty yang sedang dalam proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Kepastian hukum ini penting untuk menyukseskan program pengampunan pajak ini.

"Mereka sebenarnya antusias mengikuti program tax amnesty, tetapi masih banyak yang menunggu kepastian hukum keputusan MK," ujar Ketua Umum LKSI Andreas Tanadjaya di Jakarta, Senin (5/9/2016).

Andreas mengatakan, pemerintah seharusnya mendorong agar MK mempercepat proses sidang gugatan UU Tax Amnesty sebelum akhir September ini. Sehingga pengusaha bisa secepatnya memastikan ikut atau tidak program tax amnesty tersebut. "Masih banyak yang ragu-ragu," tegasnya.

Selain kepastian hukum, kata dia, pengusaha juga menginginkan sistem perpajakan di Indonesia dibuat tidak rumit alias sederhana. Selama ini keengganan pengusaha membayar pajak salah satunya karena proses penghitungan pajak yang rumit.

Hal kedua, sambung dia, seharusnya pemerintah fokus pada dana repatriasi atau menarik dana dalam negeri, bukan malah membidik dana deklarasi dalam negeri. Dengan fokus pada dana repatriasi maka keinginan pemerintah membangun perekonomian dalam negeri bisa terwujud.

"Kalau di dalam negeri walau mungkin belum bayar pajak tetapi uangnya sudah bisa menggerakkan perekonomian bangsa. Nah, kalau dana dari luar negeri bisa masuk sekitar Rp1.000 triliun pasti imbasnya akan terasa kepada perekonomian bangsa," jelas dia.

Untuk itu, Andreas yang juga pelaku pasar modal ini meminta kesiapan instrumen investasi yang ada di dalam negeri untuk menampung dana repatriasi. Salah satunya dengan menerbitkan Reksa Dana Tax Amnesty. Reksa dana ini bisa digunakan untuk membiayai infrastruktur di Indonesia. "Perlu juga dibuat KPD (Kontrak Pengelolaan Dana) yang bisa disesuaikan dengan investasi yang mereka inginkan. Yang terpenting dana mereka bisa berputar di Indonesia," jelasnya.

Selain untuk membiayai infrastruktur, Andreas mengusulkan agar dana repatriasi juga bisa dimanfaatkan membeli saham perusahaan asing yang mengelola sektor penting di Indonesia seperti telekomunikasi, sumber daya alam dan perbankan. "Jadi kita bisa mengambilalih perusahaan asing melalui pembelian saham mereka," ungkap dia.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritisi kebijakan tax amnesty yang hingga saat ini belum menunjukkan hasilnya. Menurut dia, target penerimaan dari kebijakan tersebut tergolong berlebihan, sehingga pemerintah kesulitan mencapai target.

"Inti program tax amnesty baik tapi jangan berlebihanlah targetnya," ujar Jusuf Kalla saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jumat (2/9).

Kebijakan tax amnesty yang dimulai sejak Juli lalu, memasang target penerimaan sebesar Rp165 triliun. Hingga saat ini, penerimaan yang diperoleh masih jauh dari harapan, yakni Rp3,88 triliun. Angka tersebut setara dengan 2,4% dari target penerimaan.

Menurut Kalla, yang berlebihan bukan hanya target tax amnesty. Data-data yang dijadikan acuan itu juga tidak jelas. Karena itu, ia beranggapan penerapan kebijakan ini keliru. "Yang salah bukan tax amnesty-nya tapi penetapan targetnya yang keliru. Ya, katakan saja berbeda dari apa yang dihadapi hari ini jika tidak ingin dikatakan keliru," tuturnya.

Meski begitu, Kalla mengatakan masih ada harapan target penerimaan Rp165 triliun itu tercapai. Namun hal itu bergantung pada penerimaan September ini, yang diyakini akan signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8213 seconds (0.1#10.140)