Penyebab Harga Beras Indonesia Lebih Mahal dari Thailand
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Pangan Universitas Negeri Lampung Bustanul Arifin mengatakan, harga beras Indonesia lebih mahal dibanding harga beras di Thailand. Padahal, jika dilihat, keduanya sama-sama negara agraris, bahkan dari sisi lahan, Indonesia jauh lebih besar dibanding Thailand.
Menurutnya, ada yang tidak benar dalam rantai pangan dari hulu sampai hilir bahkan sampai ke masyarakat rumah tangga. Jika, harga gabah paling mahal dijual Rp5.000/kg, atau Rp4.000, dan beras sampai ke konsumen dikenakan Rp12.000, maka ada yang salah.
"Ini berarti ada yang enggak benar dong. Di rantainya itu. Dari produksi ke hulu ke penggilingan, kemudian ke perdagangan, itu ada yang enggak benar. Makannya harga beras kita bisa lebih mahal dari Thailand," kata dia di Jakarta, (17/9/2016).
Bustanul menerangkan, value chain Indonesia di rantai pangan bermasalah. Antara kartel dan lainnya bercampur menjadi satu, padahal rantai tersebut tidak harus panjang.
"Jadi penelitian kami yang betul-betul terbukti itu, ini kan rantainya enggak harus panjang. Mulai dari pasar, lost-nya sangat tinggi. Kenapa? Karena kalau panen pada saat musim basah, kemudian pengering tidak jalan, beras digiling itu pecah. Kalau pecah bukan high quality lagi," ujarnya.
Bahkan, kata dia, ada survey menarik di lapangan bahwa para petani di penggilingan, problem mereka bukan soal modal, melainkan bahan baku (bisa gabah dan beras).
"Kita heran. Jadi berarti data selama ini sebagian besar petani mengaku kekurangan dan kesulitan bahan baku. Jadi di situlah efisiesi mulai timbul. Mulai terpusat dan pada akhirnya harus bayar harga efisiensi itu, terus sampai ke atas sampai ke Rp12 ribu," tandasnya.
Menurutnya, ada yang tidak benar dalam rantai pangan dari hulu sampai hilir bahkan sampai ke masyarakat rumah tangga. Jika, harga gabah paling mahal dijual Rp5.000/kg, atau Rp4.000, dan beras sampai ke konsumen dikenakan Rp12.000, maka ada yang salah.
"Ini berarti ada yang enggak benar dong. Di rantainya itu. Dari produksi ke hulu ke penggilingan, kemudian ke perdagangan, itu ada yang enggak benar. Makannya harga beras kita bisa lebih mahal dari Thailand," kata dia di Jakarta, (17/9/2016).
Bustanul menerangkan, value chain Indonesia di rantai pangan bermasalah. Antara kartel dan lainnya bercampur menjadi satu, padahal rantai tersebut tidak harus panjang.
"Jadi penelitian kami yang betul-betul terbukti itu, ini kan rantainya enggak harus panjang. Mulai dari pasar, lost-nya sangat tinggi. Kenapa? Karena kalau panen pada saat musim basah, kemudian pengering tidak jalan, beras digiling itu pecah. Kalau pecah bukan high quality lagi," ujarnya.
Bahkan, kata dia, ada survey menarik di lapangan bahwa para petani di penggilingan, problem mereka bukan soal modal, melainkan bahan baku (bisa gabah dan beras).
"Kita heran. Jadi berarti data selama ini sebagian besar petani mengaku kekurangan dan kesulitan bahan baku. Jadi di situlah efisiesi mulai timbul. Mulai terpusat dan pada akhirnya harus bayar harga efisiensi itu, terus sampai ke atas sampai ke Rp12 ribu," tandasnya.
(izz)