Koperasi Salurkan KUR Jadi Lampu Kuning bagi BPR
A
A
A
YOGYAKARTA - Langkah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) semakin sulit. Karena KUR tidak hanya disalurkan melalui bank umum, melainkan juga mulai koperasi.
Meski di Yogyakarta belum ada koperasi yang resmi menjadi penyalur KUR, tetapi kebijakan tersebut sudah menjadi lampu kuning bagi kalangan BPR di DIY.
Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) DIY Ascar Setiyono mengakui jika KUR memang berpengaruh terhadap iklim bisnis mereka. Bunga murah yang menyertai program KUR dari pemerintah sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang ingin mengajukan kredit atau pembiayaan ke perbankan.
Hal tersebut lantaran bunga menjadi pertimbangan utama dalam memperoleh kredit. "Ada nasabah dari beberapa BPR yang sudah dicaplok bank lain melalui KUR ini," tuturnya di Yogayakarta, Senin (19/9/2016).
Menurutnya, kalangan BPR harus menyikapinya untuk tetap bertahan di industri perbankan Tanah Air. BPR juga harus bisa memecahkan persoalan bunga kredit murah yang bisa diluncurkan kepada masyarakat. Karena era bunga murah sudah terjadi, terutama KUR yang masif digelontorkan pemerintah untuk menggeliatkan sektor perekonomian bangsa ini.
Sebenarnya, BPR juga sudah mengincar menyalurkan KUR. Meski belum secara langsung dan bisa dilakukan melalui linkage program dengan bank penyalur KUR, tetapi hal tersebut belum juga terealisasi. Karena, sebenarnya antara Perbarindo dengan salah satu bank penyalur KUR yaitu BNI sudah terjalin kesepakatan untuk memberi kesempatan BPR menyalurkan KUR BNI.
Hanya saja, setelah sekitar tujuh bulan kesepakatan antara Perbarindo pusat dengan BNI tercapai, sampai saat ini belum ada satupun BPR di DIY yang menindaklanjutinya. Ascar mengakui masih ada beberapa kendala teknis terutama dari perhitungan nilai ekonomi yang belum masuk dalam hitungan BPR di Yogyakarta.
BPR masih memandang profit yang mereka dapat belum masuk dalam hitungan. "Karena itu, BPR masih enggan untuk menyalurkan melalui linkage program ini," imbuhnya.
Saat ini pihaknya tengah mencoba membicarakan beberapa hal yang masih dianggap menjadi penghambat penyaluran KUR bagi BPR tersebut dengan Bank BNI. Pihaknya tetap berharap agar BPR bisa kebagian untuk menyalurkan KUR, sehingga mampu meningkatkan daya saing mereka di industri perbankan yang kian sengit tersebut.
Dari sisi internal BPR, mereka kini juga tengah mengkalkulasi berbagai kemungkinan untuk mampu menggelontorkan kredit dengan bunga murah. Salah satu yang tengah dikaji adalah terkait dengan menekan biaya yang mereka keluarkan.
Salah satu komponen biaya yang mereka tekan adalah beban bunga, terutama bunga deposito yang kini memang masih tinggi. "Ya, BPR memang harus bisa mencari dana murah," ujarnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Fauzi Nugroho mengakui jika industri perbankan saat ini kian sengit dan terasa berat bagi BPR. Meskipun mereka memiliki pangsa pasar sendiri, tetapi BPR harus segera berbenah dan melakukan penyikapan terhadap perkembangan yang terjadi belakangan ini.
Menurut dia, jika tidak, BPR akan ditinggalkan nasabah karena tidak bisa bertransformasi. "Ada KUR, laku pandai, bunga singgle digit. Dan itu harus disikapi BPR agar tidak menjadi ancaman," paparnya.
Meski di Yogyakarta belum ada koperasi yang resmi menjadi penyalur KUR, tetapi kebijakan tersebut sudah menjadi lampu kuning bagi kalangan BPR di DIY.
Ketua Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) DIY Ascar Setiyono mengakui jika KUR memang berpengaruh terhadap iklim bisnis mereka. Bunga murah yang menyertai program KUR dari pemerintah sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang ingin mengajukan kredit atau pembiayaan ke perbankan.
Hal tersebut lantaran bunga menjadi pertimbangan utama dalam memperoleh kredit. "Ada nasabah dari beberapa BPR yang sudah dicaplok bank lain melalui KUR ini," tuturnya di Yogayakarta, Senin (19/9/2016).
Menurutnya, kalangan BPR harus menyikapinya untuk tetap bertahan di industri perbankan Tanah Air. BPR juga harus bisa memecahkan persoalan bunga kredit murah yang bisa diluncurkan kepada masyarakat. Karena era bunga murah sudah terjadi, terutama KUR yang masif digelontorkan pemerintah untuk menggeliatkan sektor perekonomian bangsa ini.
Sebenarnya, BPR juga sudah mengincar menyalurkan KUR. Meski belum secara langsung dan bisa dilakukan melalui linkage program dengan bank penyalur KUR, tetapi hal tersebut belum juga terealisasi. Karena, sebenarnya antara Perbarindo dengan salah satu bank penyalur KUR yaitu BNI sudah terjalin kesepakatan untuk memberi kesempatan BPR menyalurkan KUR BNI.
Hanya saja, setelah sekitar tujuh bulan kesepakatan antara Perbarindo pusat dengan BNI tercapai, sampai saat ini belum ada satupun BPR di DIY yang menindaklanjutinya. Ascar mengakui masih ada beberapa kendala teknis terutama dari perhitungan nilai ekonomi yang belum masuk dalam hitungan BPR di Yogyakarta.
BPR masih memandang profit yang mereka dapat belum masuk dalam hitungan. "Karena itu, BPR masih enggan untuk menyalurkan melalui linkage program ini," imbuhnya.
Saat ini pihaknya tengah mencoba membicarakan beberapa hal yang masih dianggap menjadi penghambat penyaluran KUR bagi BPR tersebut dengan Bank BNI. Pihaknya tetap berharap agar BPR bisa kebagian untuk menyalurkan KUR, sehingga mampu meningkatkan daya saing mereka di industri perbankan yang kian sengit tersebut.
Dari sisi internal BPR, mereka kini juga tengah mengkalkulasi berbagai kemungkinan untuk mampu menggelontorkan kredit dengan bunga murah. Salah satu yang tengah dikaji adalah terkait dengan menekan biaya yang mereka keluarkan.
Salah satu komponen biaya yang mereka tekan adalah beban bunga, terutama bunga deposito yang kini memang masih tinggi. "Ya, BPR memang harus bisa mencari dana murah," ujarnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Fauzi Nugroho mengakui jika industri perbankan saat ini kian sengit dan terasa berat bagi BPR. Meskipun mereka memiliki pangsa pasar sendiri, tetapi BPR harus segera berbenah dan melakukan penyikapan terhadap perkembangan yang terjadi belakangan ini.
Menurut dia, jika tidak, BPR akan ditinggalkan nasabah karena tidak bisa bertransformasi. "Ada KUR, laku pandai, bunga singgle digit. Dan itu harus disikapi BPR agar tidak menjadi ancaman," paparnya.
(izz)