Bisnis Berkelanjutan Asia Pulp and Paper Diakui PBB
A
A
A
JAKARTA - Asia Pulp and Paper (APP), perusahaan kertas milik grup Sinarmas menjadi salah satu dari 17 entitas bisnis global terdepan yang berupaya mencapai target pembangunan berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB) atau UN Sustainable Development Goals (SDGs).
Laporan yang terbit mengawali Forum Sektor Swasta PBB atau United Nations Private Sector Forum yang akan digelar pada Climate Week 2016 ini menyimpulkan bahwa kendati banyak target pembangunan berkelanjutan PBB akan mengalami kemajuan di beberapa wilayah dunia, namun aksi nyata yang dilakukan tidak cukup cepat dan akan menimbulkan kerugian lingkungan.
Laporan ini menyatakan bahwa skala tantangan yang ada sudah memerlukan aksi cepat dan sektor swasta memiliki peran sangat penting. Untuk mendukung tindakan di Forum Sektor Swasta PBB, laporan ini memamerkan 17 entitas bisnis yang tengah berinovasi dan menyesuaikan model bisnis mereka dengan target pembangunan berkelanjutan.
Diharapkan dengan menyinkronkan dengan target pembangunan berkelanjutan, maka akan bisa menjadi sebuah cetak biru bagi sektor bisnis berkelanjutan di masa depan.
Studi kasus terkait APP dalam target pembangunan berkelanjutan nomor 15 (SDG 15) bab berjudul Life on Land atau Kehidupan di Daratan, yang bertujuan mengelola hutan secara berkelanjutan, menekan dan mengatasi degradasi lahan, melawan pembalakan liar dan menekan hilangnya keragaman hayati.
Program Forest Conservation Policy (FCP) atau kebijakan konservasi hutan yang digulirkan APP di 2013 menjadi komitmen bisnis dalam menjalankan praktik nol deforestasi melalui pengelolaan rantai pasokan kayu untuk pulp.
Dalam laporan ini, juga disebutkan bahwa APP yang berkedudukan di Indonesia, sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia. APP ditantang untuk menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan dan meraih pertumbuhan bisnis yang menggambarkan perubahan tersebut sebagai entitas bisnis swasta.
"Pertanyaannya, bukan apakah target pembangunan berkelanjutan ini bisa dicapai, namun lebih ke seberapa cepat. Hal ini lebih ke urusan kelangsungan hidup," kata Direktur Pelaksana Program Keberlanjutan APP, Aida Greenbury dalam rilisnya, Jakarta, Jumat (23/9/2016).
Aida menyoroti bahwa meraih tujuan dari SDG 15 memerlukan kerja sama yang lebih besar antara sektor swasta, komunitas, LSM dan pemerintah dalam pendekatan bersama terhadap bentang alam.
"Semakin jauh kami berupaya mengimplementasikan program Forest Conservation Policy, semakin kami menyadari bahwa mengakhiri deforestasi dan mendukung pemerintah Indonesia mencapai tujuan konservasi memerlukan tataran baru kerja sama terhadap bentang alam," tuturnya.
Hasil studi DNV GL bahwa sangat menantang untuk meraih tujuan-tujuan ini, namun pihaknya melihat begitu banyak kemajuan dalam lima tahun terakhir, dan kepemimpinan yang terus meningkat dari banyak negara.
Salah satu contohnya, Presiden RI telah membuat komitmen yang jelas bahwa tidak akan ada lagi pembangunan di atas lahan gambut. Ini sebuah langkah besar, dan APP berkomitmen untuk mendukung hal tersebut.
"Masih banyak lagi yang bisa dan harus dilakukan dunia ini, sebuah pelajaran utama dari pengalaman kami adalah perlunya kolaborasi dengan semua pihak dengan pertaruhan bentang alam tersebut," tandasnya.
Laporan yang terbit mengawali Forum Sektor Swasta PBB atau United Nations Private Sector Forum yang akan digelar pada Climate Week 2016 ini menyimpulkan bahwa kendati banyak target pembangunan berkelanjutan PBB akan mengalami kemajuan di beberapa wilayah dunia, namun aksi nyata yang dilakukan tidak cukup cepat dan akan menimbulkan kerugian lingkungan.
Laporan ini menyatakan bahwa skala tantangan yang ada sudah memerlukan aksi cepat dan sektor swasta memiliki peran sangat penting. Untuk mendukung tindakan di Forum Sektor Swasta PBB, laporan ini memamerkan 17 entitas bisnis yang tengah berinovasi dan menyesuaikan model bisnis mereka dengan target pembangunan berkelanjutan.
Diharapkan dengan menyinkronkan dengan target pembangunan berkelanjutan, maka akan bisa menjadi sebuah cetak biru bagi sektor bisnis berkelanjutan di masa depan.
Studi kasus terkait APP dalam target pembangunan berkelanjutan nomor 15 (SDG 15) bab berjudul Life on Land atau Kehidupan di Daratan, yang bertujuan mengelola hutan secara berkelanjutan, menekan dan mengatasi degradasi lahan, melawan pembalakan liar dan menekan hilangnya keragaman hayati.
Program Forest Conservation Policy (FCP) atau kebijakan konservasi hutan yang digulirkan APP di 2013 menjadi komitmen bisnis dalam menjalankan praktik nol deforestasi melalui pengelolaan rantai pasokan kayu untuk pulp.
Dalam laporan ini, juga disebutkan bahwa APP yang berkedudukan di Indonesia, sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia. APP ditantang untuk menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan dan meraih pertumbuhan bisnis yang menggambarkan perubahan tersebut sebagai entitas bisnis swasta.
"Pertanyaannya, bukan apakah target pembangunan berkelanjutan ini bisa dicapai, namun lebih ke seberapa cepat. Hal ini lebih ke urusan kelangsungan hidup," kata Direktur Pelaksana Program Keberlanjutan APP, Aida Greenbury dalam rilisnya, Jakarta, Jumat (23/9/2016).
Aida menyoroti bahwa meraih tujuan dari SDG 15 memerlukan kerja sama yang lebih besar antara sektor swasta, komunitas, LSM dan pemerintah dalam pendekatan bersama terhadap bentang alam.
"Semakin jauh kami berupaya mengimplementasikan program Forest Conservation Policy, semakin kami menyadari bahwa mengakhiri deforestasi dan mendukung pemerintah Indonesia mencapai tujuan konservasi memerlukan tataran baru kerja sama terhadap bentang alam," tuturnya.
Hasil studi DNV GL bahwa sangat menantang untuk meraih tujuan-tujuan ini, namun pihaknya melihat begitu banyak kemajuan dalam lima tahun terakhir, dan kepemimpinan yang terus meningkat dari banyak negara.
Salah satu contohnya, Presiden RI telah membuat komitmen yang jelas bahwa tidak akan ada lagi pembangunan di atas lahan gambut. Ini sebuah langkah besar, dan APP berkomitmen untuk mendukung hal tersebut.
"Masih banyak lagi yang bisa dan harus dilakukan dunia ini, sebuah pelajaran utama dari pengalaman kami adalah perlunya kolaborasi dengan semua pihak dengan pertaruhan bentang alam tersebut," tandasnya.
(izz)