Alasan Pengusaha Indonesia Timbun Barang di Singapura
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai mengungkapkan, alasan pengusaha Indonesia menimbun barang di Singapura, lantaran tidak adanya pungutan bea masuk impor. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Tanah Air.
(Baca Juga: Masalah Logistik, Barang RI Ditimbun di Singapura dan Malaysia)
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, Singapura tidak menerapkan bea masuk impor karena sebagai tempat singgah. Sementara jika dikirim sampai Pelabuhan Tanjung Priok akan ada banyak biaya yang dikenakan.
"Kalau di Singapura tidak ada pungutan bea masuk karena transit point. Sementara kalau didatangkan ke Indonesia maka begitu sampai di Tanjung Priok bayar pajak dan bea masuk impor," ujar Heru di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (23/9/2016).
Dia menjelaskan, pengusaha terbiasa menaruh barang di Singapura dalam partai besar. Selanjutnya dikeluarkan sedikit demi sedikit jika ada permintaan dari Indonesia.
"Mereka taruh partai besar, suplier besar taruh di Portland (Malaysia) dan Singapura. Kalau butuh partai kecil baru masuk ke Indonesia, bayar pajak masuk dan bea impor," paparnya
Menurutnya jika hal ini dibiarkan terus maka akan membuat biaya produksi di dalam negeri kian melonjak. Sedangkan Singapura dan Malaysia mendapatkan keuntungan.
"Kalau ini dibiarkan terus-menerus naik biaya produksi dan di sisi lain jadikan transit point di Spore dan Portland makin besar. Menjembatani bahan baku di Indonesia," pungkasnya.
(Baca Juga: Masalah Logistik, Barang RI Ditimbun di Singapura dan Malaysia)
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, Singapura tidak menerapkan bea masuk impor karena sebagai tempat singgah. Sementara jika dikirim sampai Pelabuhan Tanjung Priok akan ada banyak biaya yang dikenakan.
"Kalau di Singapura tidak ada pungutan bea masuk karena transit point. Sementara kalau didatangkan ke Indonesia maka begitu sampai di Tanjung Priok bayar pajak dan bea masuk impor," ujar Heru di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (23/9/2016).
Dia menjelaskan, pengusaha terbiasa menaruh barang di Singapura dalam partai besar. Selanjutnya dikeluarkan sedikit demi sedikit jika ada permintaan dari Indonesia.
"Mereka taruh partai besar, suplier besar taruh di Portland (Malaysia) dan Singapura. Kalau butuh partai kecil baru masuk ke Indonesia, bayar pajak masuk dan bea impor," paparnya
Menurutnya jika hal ini dibiarkan terus maka akan membuat biaya produksi di dalam negeri kian melonjak. Sedangkan Singapura dan Malaysia mendapatkan keuntungan.
"Kalau ini dibiarkan terus-menerus naik biaya produksi dan di sisi lain jadikan transit point di Spore dan Portland makin besar. Menjembatani bahan baku di Indonesia," pungkasnya.
(akr)