Perlambatan China Jadi Ancaman Terbesar Ekonomi Global

Senin, 26 September 2016 - 11:50 WIB
Perlambatan China Jadi...
Perlambatan China Jadi Ancaman Terbesar Ekonomi Global
A A A
LONDON - Mantan kepala ekonom Dana Moneter Internasional (IMF) Ken Rogoff mengatakan, perlambatan ekonomi di China adalah ancaman terbesar bagi perekonomian global. Menurutnya pelemahan yang terjadi pada salah satu mesin utama pertumbuhan global dalam hal ini China tidak bisa diabaikan begitu saja.

"China tengah menghadapi revolusi politik yang besar. Dan menurut saya ekonominya melambat lebih besar daripada yang diperlihatkan oleh data resmi," ucap Rogoff seperti dilansir BBC, Senin (26/9/2016).

Dia menambahkan jika Anda ingin melihat bagian di dunia ini yang memiliki masalah utang, menurutnya lihatlah Cina. Lanjut dia Negeri Tirai Bambu -julukan China- itu mengalami pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kredit dan ini tidak bisa berlangsung selamanya.

Pekan lalu, Bank of International Settlements, atau lembaga penelitian global untuk bank-bank sentral, mengatakan bahwa rasio utang China pada PDB berada di 30,1%, menambah ketakutan bahwa ledakan ekonomi Cina berdasar pada bubble kredit yang tidak stabil.

Angka itu dinilai sangat tinggi dalam standar internasional oleh Komite Kebijakan Finansial dari Bank Sentral Inggris, yang kini akan menguji seberapa efek bank-bank Inggris pada perlambatan di Cina.

Bank-bank di Inggris memiliki USD530 miliar (atau hampir Rp7.000 triliun) dalam wujud pinjaman dan bisnis di Cina, termasuk Hong Kong, atau sekitar 16% dari semua aset asing yang dipegang oleh bank Inggris.

"Semua orang bilang China berbeda, bahwa negara ini memiliki apapun yang bisa mereka kendalikan. Sampai pada titik tertentu, jelas ini sebuah kekhawatiran, dengan perlambatan China. Sejauh ini kita sudah mengalami pendaratan yang tajam dan saya khawatir Cina mulai menjadi masalah," paparnya.

Sementara itu dia menambahkan bahwa ekonomi Eropa dan AS harus memastikan bahwa mereka "kuat berdiri" sebelum perlambatan mulai berdampak. "IMF sudah menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi mereka selama sembilan tahun berturut-turut dan rumor pastinya mereka akan melakukan ini lagi," katanya.

Selain Cina, Rogoff mengatakan ada ketidakpastian di dunia soal apakah Donald Trump atau Hillary Clinton yang akan memenangkan pemilihan presiden AS. Menurutnya, sulit untuk menilai apa yang akan dilakukan Trump jika dia menang, dan apakah Clinton, jika menang, akan dihambat rencana soal pembelanjaan infrastrukturnya oleh parlemen yang dikuasai Partai Republik.

"Saya gugup, mungkin lebih banyak tentang kemenangan Trump karena saya tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya tidak suka dengan kebijakan perdagangan (proteksionis) salah satu calon. Saya pikir perdagangan bebas yang menguntungkan negara ada di posisi memimpin. Jadi menonton sebagai ekonom, ini telah menjadi sebuah pemilihan menyakitkan," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7138 seconds (0.1#10.140)