Data Suram Ekonomi China: Ekspor Anjlok 14,5% dan Impor Merosot Tembus 12 Persen
loading...
A
A
A
BEIJING - Ekspor dan impor China turun tajam melebihi yang diperkirakan bulan seiring pelemahan permintaan global hingga mengancam prospek pemulihan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Angka resmi menunjukkan bahwa ekspor China turun 14,5% pada Juli 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sementara impor anjlok hingga 12,4%.
Angka-angka perdagangan yang suram memperkuat kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi negara itu dapat melambat lebih lanjut tahun ini. Kondisi ini bakal meningkatkan tekanan pada Beijing untuk membantu meningkatkan pemulihan pascapandemi.
Ekonomi China pada tahun lalu tercatat hanya tumbuh 3%, terlepas dari perlambatan ketika Covid melanda, hal itu menjadi level terlemah sejak 1976. Di mana mencerminkan efek dari kebijakan pembatasan Covid yang paling ketat di dunia, setelah di sisi lain banyak negara melanjutkan pola yang lebih normal.
Lockdown penuh diberlakukan selama dua bulan penuh mulai Maret 2022 di pusat keuangan Shanghai, rumah bagi sekitar 25 juta orang. Saat itu pemerintah mengirimkan paket makanan kepada penduduk yang dikurung di rumah mereka. Meskipun para pejabat melonggarkan pembatasan pada bulan November, pemulihan tetap lesu.
Di sisi lain tingkat pengangguran di kalangan pemuda China melebihi 20% pada bulan Mei dan krisis di sektor perumahan telah merusak kepercayaan.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah di luar negeri juga telah mengurangi permintaan asing untuk barang-barang China, sementara ketegangan geopolitik antara China dan AS dan lainnya telah menelan korban lebih lanjut pada perdagangan, mendorong perusahaan-perusahaan internasional untuk mengalihkan investasi ke luar negeri.
Juli adalah bulan ketiga berturut-turut bahwa pengiriman China ke luar negeri telah menurun, menandai penurunan paling tajam sejak Februari 2020 pada puncak pandemi.
Tercatat, ekspor ke Amerika Serikat atau AS, salah satu pembeli terbesar China mengalami penurunan sebesar 23,1% secara year to year (YoY). Uni Eropa juga membeli 20,6% lebih sedikit dari China.
Angka-angka perdagangan yang suram memperkuat kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi negara itu dapat melambat lebih lanjut tahun ini. Kondisi ini bakal meningkatkan tekanan pada Beijing untuk membantu meningkatkan pemulihan pascapandemi.
Ekonomi China pada tahun lalu tercatat hanya tumbuh 3%, terlepas dari perlambatan ketika Covid melanda, hal itu menjadi level terlemah sejak 1976. Di mana mencerminkan efek dari kebijakan pembatasan Covid yang paling ketat di dunia, setelah di sisi lain banyak negara melanjutkan pola yang lebih normal.
Lockdown penuh diberlakukan selama dua bulan penuh mulai Maret 2022 di pusat keuangan Shanghai, rumah bagi sekitar 25 juta orang. Saat itu pemerintah mengirimkan paket makanan kepada penduduk yang dikurung di rumah mereka. Meskipun para pejabat melonggarkan pembatasan pada bulan November, pemulihan tetap lesu.
Di sisi lain tingkat pengangguran di kalangan pemuda China melebihi 20% pada bulan Mei dan krisis di sektor perumahan telah merusak kepercayaan.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah di luar negeri juga telah mengurangi permintaan asing untuk barang-barang China, sementara ketegangan geopolitik antara China dan AS dan lainnya telah menelan korban lebih lanjut pada perdagangan, mendorong perusahaan-perusahaan internasional untuk mengalihkan investasi ke luar negeri.
Juli adalah bulan ketiga berturut-turut bahwa pengiriman China ke luar negeri telah menurun, menandai penurunan paling tajam sejak Februari 2020 pada puncak pandemi.
Tercatat, ekspor ke Amerika Serikat atau AS, salah satu pembeli terbesar China mengalami penurunan sebesar 23,1% secara year to year (YoY). Uni Eropa juga membeli 20,6% lebih sedikit dari China.