Menperin Beda Pendapat dengan Luhut Soal Impor Gas
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto memiliki pendapat berbeda dengan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan terkait solusi impor gas untuk menurunkan harga gas industri. Bagi Airlangga, impor gas bukanlah solusi jangka pendek untuk menurunkan harga gas industri menjadi USD6 per MMBTU, seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
(Baca Juga: Turunkan Harga Gas, Luhut Ingin Impor dari Malaysia-Brunei)
Dia mengatakan, pada dasarnya dirinya tidak masalah untuk membuka keran importasi gas. Hanya saja, pemerintah perlu terlebih dahulu menyiapkan infrastruktur penampungnya seperti Floating Storage Regasification Unit (FSRU) atau tangki untuk menyimpan gas alam cair (liquified natural gas/LNG) yang diimpor tersebut.
"Impor itu sebetulnya bagus saja, tapi kalau impor itu kan harus menyediakan FSRU atau terminal atau tangki," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Politisi Partai Golkar ini menilai, impor gas adalah solusi untuk harga gas dua hingga tahun mendatang. Sementara saat ini, Presiden Jokowi mendesak agar harga gas industri dapat turun hingga di bawah USD6 per MMBTU dalam waktu dekat.
Selama ini, Presiden Jokowi selalu menekankan bahwa untuk meningkatkan daya saing industri nasional maka harga gas industri harus diturunkan. Jika impor gas yang ditempuh, Airlangga menilai bahwa keinginan Jokowi tersebut akan sulit terealisasi.
"Persoalan hari ini kami harapkan diselesaian hari ini bukan ditunggu di 2019. Karena ini kebutuhan yang urgent. Bapak Presiden dalam setiap kesempatan selalu mengatakan daya saing. Ini salah satu namanya soft infrasructure yang bisa langsung meningkatkan daya saing Indonesia," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan membuka opsi impor gas dari luar negeri seperti Malaysia dan Brunei demi mewujudkan keinginan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga gas industri di bawah USD6 per MMBTU.
(Baca Juga: Turunkan Harga Gas, Luhut Ingin Impor dari Malaysia-Brunei)
Dia mengatakan, pada dasarnya dirinya tidak masalah untuk membuka keran importasi gas. Hanya saja, pemerintah perlu terlebih dahulu menyiapkan infrastruktur penampungnya seperti Floating Storage Regasification Unit (FSRU) atau tangki untuk menyimpan gas alam cair (liquified natural gas/LNG) yang diimpor tersebut.
"Impor itu sebetulnya bagus saja, tapi kalau impor itu kan harus menyediakan FSRU atau terminal atau tangki," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Politisi Partai Golkar ini menilai, impor gas adalah solusi untuk harga gas dua hingga tahun mendatang. Sementara saat ini, Presiden Jokowi mendesak agar harga gas industri dapat turun hingga di bawah USD6 per MMBTU dalam waktu dekat.
Selama ini, Presiden Jokowi selalu menekankan bahwa untuk meningkatkan daya saing industri nasional maka harga gas industri harus diturunkan. Jika impor gas yang ditempuh, Airlangga menilai bahwa keinginan Jokowi tersebut akan sulit terealisasi.
"Persoalan hari ini kami harapkan diselesaian hari ini bukan ditunggu di 2019. Karena ini kebutuhan yang urgent. Bapak Presiden dalam setiap kesempatan selalu mengatakan daya saing. Ini salah satu namanya soft infrasructure yang bisa langsung meningkatkan daya saing Indonesia," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan membuka opsi impor gas dari luar negeri seperti Malaysia dan Brunei demi mewujudkan keinginan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga gas industri di bawah USD6 per MMBTU.
(akr)