Pertumbuhan Kredit Baru di Kuartal IV Bakal Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Survei perbankan mengindikasikan pertumbuhan kredit baru pada kuartal IV-2016 meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya. Optimisme permintaan kredit baru tersebut didorong oleh perkiraan kondisi ekonomi yang lebih baik, rencana tren penurunan suku bunga kredit, dan meningkatnya kondisi likuiditas.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengatakan, prioritas penyaluran kredit pada kuartal IV 2016 relatif sama dengan kuartal sebelumnya. Berdasarkan sektor ekonomi, prioritas utama adalah sektor perdagangan besar dan eceran, diikuti sektor industri pengolahan dan sektor real estat, usaha persewaan dan jasa perusahaan.
"Kebijakan penyaluran kredit perbankan pada kuartal IV 2016 yang cenderung lebih longgar dari kuartal sebelumnya diindikasi dapat mendorong laju pertumbuhan kredit," kata Tirta di Jakarta, Senin (17/10/2016).
Pelonggaran kebijakan kredit tersebut terutama meliputi pemberian suku bunga kredit yang lebih rendah dan penurunan biaya provisi.Sementara itu, faktor yang mendorong konsumen untuk memperlonggar kebijakan kreditnya, antara lain perkiraan kondisi ekonomi kedepan yanglebih baik, kondisi likuiditas bank yang meningkat dan kondisi sektor riil yang memerlukan dukungan pembiayaan.
Di sisi lain, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi pada triwulan IV-2016 diperkirakan turun masing-masing 13 bps, 8 bps dan 2 bps.
Tirta melanjutkan, pertumbuhan kredit baru pada kuartal III-2016 juga diperkirakan masih melambat dibandingkan kuartal sebelumnya. Perlambatan tersebut disebabkan menurunnya permintaan pembiayaan, suku bunga kredit yang dianggap masih cukup tinggi, dan meningkatnya risiko pembiayaan.
"Perlambatan pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada kredit konsumsi dan kredit modal kerja," sebut dia. Pada kredit konsumsi, melambatnya permintaan kredit baru terjadi pada hampir semua jenis kredit.
Menurutnya, dampak dari melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan outstanding pertumbuhan kredit pada kuartal III 2016. Sedangkan untuk kredit kendaraan bermotor (KKB), permintaan kredit baru pada kuartal III lebih rendah dari kuartal sebelumnya.
Hal tersebut sejalan dengan menurunnya penjualan kendaraan bermotor pada Juli-Agustus 2016. "Berdasarkan golongan debitur, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada UMKM non KUR dan Non UMKM. Sebaliknya, permintaan kredit baru UMKM KUR meningkat," ungkapnya.
Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan kredit diperkirakan sebesar 9,2% (yoy), lebih rendah dari perkiraan pada survei kuartal sebelumnya sebesar 10,6% (yoy). Sekretaris Lembaga Samsu Adi Nugroho memprediksi, bahwa stabilitas industri perbankan masih tetap kuat dengan rasio kecukupan modal yang tinggi.
"Tren perlambatan pertumbuhan kredit terkait dengan permintaan kredit yang lemah dan risiko kredit yang meningkat, sehingga bank menaikkan standar analisa kreditnya," kata Samsu.
Mengingat aktivitas ekonomi domestik yang masih lemah, dua faktor tersebut diyakini masih akan menekan kinerja kredit dalam jangka pendek ke depan. Di sisi lain, dia menuturkan, pelonggaran kebijakan moneter menjadi upside risk bagi pertumbuhan kredit ke depan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara mengatakan, prioritas penyaluran kredit pada kuartal IV 2016 relatif sama dengan kuartal sebelumnya. Berdasarkan sektor ekonomi, prioritas utama adalah sektor perdagangan besar dan eceran, diikuti sektor industri pengolahan dan sektor real estat, usaha persewaan dan jasa perusahaan.
"Kebijakan penyaluran kredit perbankan pada kuartal IV 2016 yang cenderung lebih longgar dari kuartal sebelumnya diindikasi dapat mendorong laju pertumbuhan kredit," kata Tirta di Jakarta, Senin (17/10/2016).
Pelonggaran kebijakan kredit tersebut terutama meliputi pemberian suku bunga kredit yang lebih rendah dan penurunan biaya provisi.Sementara itu, faktor yang mendorong konsumen untuk memperlonggar kebijakan kreditnya, antara lain perkiraan kondisi ekonomi kedepan yanglebih baik, kondisi likuiditas bank yang meningkat dan kondisi sektor riil yang memerlukan dukungan pembiayaan.
Di sisi lain, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi dan Kredit Konsumsi pada triwulan IV-2016 diperkirakan turun masing-masing 13 bps, 8 bps dan 2 bps.
Tirta melanjutkan, pertumbuhan kredit baru pada kuartal III-2016 juga diperkirakan masih melambat dibandingkan kuartal sebelumnya. Perlambatan tersebut disebabkan menurunnya permintaan pembiayaan, suku bunga kredit yang dianggap masih cukup tinggi, dan meningkatnya risiko pembiayaan.
"Perlambatan pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada kredit konsumsi dan kredit modal kerja," sebut dia. Pada kredit konsumsi, melambatnya permintaan kredit baru terjadi pada hampir semua jenis kredit.
Menurutnya, dampak dari melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan outstanding pertumbuhan kredit pada kuartal III 2016. Sedangkan untuk kredit kendaraan bermotor (KKB), permintaan kredit baru pada kuartal III lebih rendah dari kuartal sebelumnya.
Hal tersebut sejalan dengan menurunnya penjualan kendaraan bermotor pada Juli-Agustus 2016. "Berdasarkan golongan debitur, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru terjadi pada UMKM non KUR dan Non UMKM. Sebaliknya, permintaan kredit baru UMKM KUR meningkat," ungkapnya.
Secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan kredit diperkirakan sebesar 9,2% (yoy), lebih rendah dari perkiraan pada survei kuartal sebelumnya sebesar 10,6% (yoy). Sekretaris Lembaga Samsu Adi Nugroho memprediksi, bahwa stabilitas industri perbankan masih tetap kuat dengan rasio kecukupan modal yang tinggi.
"Tren perlambatan pertumbuhan kredit terkait dengan permintaan kredit yang lemah dan risiko kredit yang meningkat, sehingga bank menaikkan standar analisa kreditnya," kata Samsu.
Mengingat aktivitas ekonomi domestik yang masih lemah, dua faktor tersebut diyakini masih akan menekan kinerja kredit dalam jangka pendek ke depan. Di sisi lain, dia menuturkan, pelonggaran kebijakan moneter menjadi upside risk bagi pertumbuhan kredit ke depan.
(ven)