Cara Pintar Pilih Saham 3.0

Senin, 24 Oktober 2016 - 06:03 WIB
Cara Pintar Pilih Saham...
Cara Pintar Pilih Saham 3.0
A A A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School


BEBERAPA waktu lalu kita belajar tentang “Cara Bodoh Pilih Saham” dan “Cara Pintar Pilih Saham 1.0 dan 2.0” (silahkan simak di SINDOnews.com). Di mana pada artikel ini kita belajar menggunakan penemuan Eugene Fama dan Kenneth French, dewa keuangan dari University of Chicago, Amerika Serikat (AS).

Dalam model mereka yang popular dengan sebutan Fama-French Three factor Model, Profesor Fama dan Profesor French mengindikasikan bahwa imbal hasil saham berkorelasi dengan rasio price to book value (PBV), ukuran perusahaan dan risiko pasar. Di artikel ini kita fokus pada PBV. Price to book value adalah rasio keuangan yang dihitung dengan membagi harga saham (atau nilai pasar) dengan nilai buku (atau nilai ekuitas yang tertera di neraca) saham.

Misalnya, PBV Bank BCA adalah 3,76 kali. Artinya, harga saham Bank BCA terkini adalah 3,76 kali nilai buku per saham Bank BCA (di dapat dari laporan keuangan atau neraca terbaru). Kita bisa mengakses informasi PBV di www.reuters.com. Caranya mudah, di kotak pencarian di website tersebut kita ketik kode saham lalu diakhir .jk (titik dan huruf jk). Setelah masuk ke laman saham yang dicari, klik pada “financials“ maka kita bisa mengakses informasi PBV serta data keuangan lainnya.

Bagi manajemen perusahaan, semakin tinggi PBV adalah semakin bagus karena menunjukkan kinerja manajemen perusahaan yang bagus. Modal yang ditanamkan investor ke perusahaan (tercatat sebagai nilai buku ekuitas) telah tumbuh menjadi beberapa kali lipat. PBV yang tinggi berarti investor di bursa saham memandang perusahaan memiliki prospek yang bagus sehingga bersedia membayar tinggi untuk sahamnya. Namun bagi investor, saham dengan PBV tinggi memiliki probabilitas kemahalan (overpriced) yang lebih besar.

Dengan sampel saham di Amerika Serikat, Fama dan French menemukan, bahwa semakin rendah PBV semakin tinggi imbal hasil yang dinikmati investor. Saham dengan PBV rendah sering disebut value stock, saham yang harganya cenderung kemurahan (underpriced). Saham seperti ini memiliki peluang lebih besar untuk menghasilkan imbal hasil yang tinggi.

Pada tabel tersaji PBV terkini tujuh saham bank. Tampak bahwa saham-saham Bank Niaga, Bank Danamon, BNI dan Bank BTN memiliki PBV yang relatif rendah. Namun sebelum kita memutuskan memilih saham, sebaiknya kita kombinasikan PBV dengan aspek atau rasio keuangan lain seperti ROE (return on equity alias laba bersih dibagi ekuitas). ROE adalah indikator seberapa efektif manajemen dalam mengelola perusahaan.

Semakin tinggi ROE artinya perusahaan mampu memanfaatkan modal ekuitas dari pemegang saham untuk menghasilkan laba bersih yang besar. Saham PT Unilever Indonesia Tbk, misalnya, memiliki ROE fantastis sebesar 130% (artinya setiap Rp100 modal ekuitas yang ditanamkan investor, bisa menghasilkan laba bersih Rp130). Tak heran sebab perusahaan ini memiliki produk berkualitas yang menguasai pasar di Indonesia yang jumlah penduduknya banyak.

Jika kita gabungkan PBV dan ROE, kita bisa memilih saham yang harganya “murah” (PBV rendah) dan dikelola dengan efektif (ROE tinggi). Kini kita mendapat gambaran yang agak berbeda. Kita bisa membagi angka ROE (abaikan persentasenya) dengan PBV. Ternyata saham Bank BRI (12,8) menjadi pilihan menarik karena memiliki rasio yang tertinggi, jauh di atas rasio ROE/- PBV industri (7,4). Saham lain seperti bank BTN (rasio ROE/- PBV sebesar 11,7) bisa jadi pertimbangan.

Selain mengombinasikan PBV dengan ROE, kita juga bisa mengombinasikan PBV dengan PER (price earnings ratio alias harga saham dibagi laba bersih per saham). Sejatinya, PER mirip PBV, PER rendah mengindikasikan saham tersebut kemungkinan besar underpriced. Jika kita pilih saham dengan kriteria PBV dan PER-nya rendah, ada tiga saham yang menarik, yakni Bank BRI, BNI dan Bank BTN. Perlu dicatat bahwa kombinasi PBV dengan ROE atau kombinasi PBV dengan PER hanya membantu kita menyaring beberapa saham yang menarik dalam sebuah industri atau sektor.

Setelah menemukan beberapa kandidat saham yang ingin dibeli, sebaiknya investor melakukan analisis fundamental yang lebih mendalam, seperti aspek kualitas manajemen, tata kelola perusahaan, model bisnis, value proposition, pangsa pasar, keunggulan bersaing.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1433 seconds (0.1#10.140)