Sri Sultan Ajak Investor Dirikan Rumah Sakit
A
A
A
YOGYAKARTA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengisyaratkan untuk menambah jumlah rumah sakit di wilayahnya. Penambahan dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan pasien terutama peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) paska diintegrasikannya semua asuransi milik pemerintah tahun 2019 mendatang.
Sultan mengatakan, tahun 2019, BPJS berencana mengintegrasikan seluruh asuransi yang ada, terutama yang dibiayai pemerintah daerah, baik tingkat I maupun tingkat II. Asuransi seperti Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Jaminan Kesehatan Perkotaan (Jamkesta) atau jaminan lain di bawahnya akan melebur menjadi satu dengan nama BPJS. "Tentu jumlahnya akan melonjak secara drastis dibanding sekarang," tuturnya, Jumat (4/11/2016).
Menurut Sultan, dengan pengintegrasian peserta asuransi pemerintah ke BPJS, maka jumlah kunjungan pasien akan bertambah. Rujukan akan semakin meningkat terutama di rumah sakit sekelas RSUP Sardjito. Ia khawatir rumah sakit Sardjito tidak akan mampu menampung jumlah pasien dari daerah. Kondisi yang sama juga akan terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) masing-masing kabupaten/kota.
Idealnya, pasien-pasien tersebut nanti konsentrasinya akan dipecah alias bisa dirawat di tempat lain. Alternatifnya adalah menambah jumlah rumah sakit selain RSUP Sardjito. Ia berharap para investor bersedia menanamkan modalnya membangun rumah sakit. Dan ke depan akan mendapat profit sharing pemerintah dari pengelolaan rumah sakit-rumah sakit tersebut.
Ajakan tersebut diajukan Sultan mengingat kemampuan keuangan daerah sangat terbatas. Untuk pembangunan fisik atau infrastruktur daerah, pemerintah hanya memiliki dana maksimal Rp15 triliun. Jika pemerintah harus mengajukan pinjaman ke perbankan, maka ia khawatir pemerintah tidak bisa mengangsur cicilan ke perbankan tersebut sebagai akibat dari minimnya keuangan daerah. "Makanya saya meminta agar ada pihak swasta yang bersedia bagi hasil dengan kita," ujarnya.
Sultan menambahkan, saat ini Kulon Progo sudah merencanakan membangun rumah sakit dengan skala cukup besar di wilayahnya. Rumah sakit tersebut dibangun untuk mengantisipasi berdirinya bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo. Rumah sakit baru ini akan berdiri dengan standar layanan internasional karena memang untuk antisipasi turis asing yang tiba-tiba membutuhkan perawatan.
Selain di Kulon Progo, ia memproyeksikan juga membangun rumah sakit yang sama di Prambanan. Dua rumah sakit ini didirikan untuk menampung pasien dari daerah lain, seperti Kebumen, Purworejo, Klaten dan Boyolali. Dan ia menawarkan investor untuk mendirikan rumah sakit skala kecil, baik tipe B ataupun C.
"Dan RSUP Sardjito nanti bisa berkonsentrasi mengembangkan keunggulannya yaitu mengkhususkan diri ke penyakit jantung," ungkapnya.
Kepala BPJS Yogyakarta, Upik Handayani mengatakan, pemerintah sudah menargetkan semua asuransi kesehatan yang dibiayai melalui anggaran pemerintah sudah bergabung menjadi BPJS di tahun 2019.
Hal tersebut untuk mempermudah sistem administrasi serta kontrol terhadap jaminan yang diberikan pemerintah. Di samping untuk menghindarkan tumpang tindih kepemilikan. "Biar tidak ada tumpang tindih atau penerima manfaat ganda," paparnya.
Sultan mengatakan, tahun 2019, BPJS berencana mengintegrasikan seluruh asuransi yang ada, terutama yang dibiayai pemerintah daerah, baik tingkat I maupun tingkat II. Asuransi seperti Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Jaminan Kesehatan Perkotaan (Jamkesta) atau jaminan lain di bawahnya akan melebur menjadi satu dengan nama BPJS. "Tentu jumlahnya akan melonjak secara drastis dibanding sekarang," tuturnya, Jumat (4/11/2016).
Menurut Sultan, dengan pengintegrasian peserta asuransi pemerintah ke BPJS, maka jumlah kunjungan pasien akan bertambah. Rujukan akan semakin meningkat terutama di rumah sakit sekelas RSUP Sardjito. Ia khawatir rumah sakit Sardjito tidak akan mampu menampung jumlah pasien dari daerah. Kondisi yang sama juga akan terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) masing-masing kabupaten/kota.
Idealnya, pasien-pasien tersebut nanti konsentrasinya akan dipecah alias bisa dirawat di tempat lain. Alternatifnya adalah menambah jumlah rumah sakit selain RSUP Sardjito. Ia berharap para investor bersedia menanamkan modalnya membangun rumah sakit. Dan ke depan akan mendapat profit sharing pemerintah dari pengelolaan rumah sakit-rumah sakit tersebut.
Ajakan tersebut diajukan Sultan mengingat kemampuan keuangan daerah sangat terbatas. Untuk pembangunan fisik atau infrastruktur daerah, pemerintah hanya memiliki dana maksimal Rp15 triliun. Jika pemerintah harus mengajukan pinjaman ke perbankan, maka ia khawatir pemerintah tidak bisa mengangsur cicilan ke perbankan tersebut sebagai akibat dari minimnya keuangan daerah. "Makanya saya meminta agar ada pihak swasta yang bersedia bagi hasil dengan kita," ujarnya.
Sultan menambahkan, saat ini Kulon Progo sudah merencanakan membangun rumah sakit dengan skala cukup besar di wilayahnya. Rumah sakit tersebut dibangun untuk mengantisipasi berdirinya bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo. Rumah sakit baru ini akan berdiri dengan standar layanan internasional karena memang untuk antisipasi turis asing yang tiba-tiba membutuhkan perawatan.
Selain di Kulon Progo, ia memproyeksikan juga membangun rumah sakit yang sama di Prambanan. Dua rumah sakit ini didirikan untuk menampung pasien dari daerah lain, seperti Kebumen, Purworejo, Klaten dan Boyolali. Dan ia menawarkan investor untuk mendirikan rumah sakit skala kecil, baik tipe B ataupun C.
"Dan RSUP Sardjito nanti bisa berkonsentrasi mengembangkan keunggulannya yaitu mengkhususkan diri ke penyakit jantung," ungkapnya.
Kepala BPJS Yogyakarta, Upik Handayani mengatakan, pemerintah sudah menargetkan semua asuransi kesehatan yang dibiayai melalui anggaran pemerintah sudah bergabung menjadi BPJS di tahun 2019.
Hal tersebut untuk mempermudah sistem administrasi serta kontrol terhadap jaminan yang diberikan pemerintah. Di samping untuk menghindarkan tumpang tindih kepemilikan. "Biar tidak ada tumpang tindih atau penerima manfaat ganda," paparnya.
(ven)