Sri Mulyani: Kasus Gayus Bikin Masyarakat Tidak Percaya Pajak
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kepercayaan masyarakat terhadap Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu luntur, paska kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus Tambunan. Akibatnya, sulit bagi petugas pajak untuk mengumpulkan pajak dari masyarakat.
Dia mengatakan, akibat kasus tersebut, masyarakat memiliki persepsi yang buruk terhadap Ditjen Pajak. Parahnya lagi, mereka menjadikan kasus Gayus sebagai alasan untuk tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak.
"Kalau orang ingat ada satu nama yang lebih ngetop dari Ditjen Pajak adalah Gayus. Ini merupakan PR buat kami, karena masyarakat punya persepsi dan ada masalah dengan trust. Dia menjadi salah satu excuse untuk tidak melakukan compliance," katanya dalam Dialog Perpajakan bersama Menteri Keuangan di The Ritz Carlton Hotel Pacific Place, Jakarta, Selasa (8/11/2016) malam.
Dalam pikiran mereka, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, lebih baik membayar pajak sekadarnya daripada uang yang mereka setorkan tidak sampai ke tangan yang seharusnya. "Atau another mention, saya membayar pajak tapi saya malah ditawari untuk tidak membayar pajak. Jadi itu memang berbagai macam anekdot yang menjelaskan dan menjadi excuse kenapa wajib pajak merasa membayar pajak itu sesuatu yang bisa sekadarnya," imbuh dia.
Menurutnya, hal ini yang menjadi persoalan mendasar bagi pihaknya dan harus dapat segera diselesaikan. Sebab jika masyarakat membayar pajak sekadarnya maka Republik Indonesia ini akan jadi republik sekadarnya.
"Kalau RI membayar pajak sekadarnya, jangan heran republik ini jadi republik sekadarnya. Guru, ngajar sekadarnya, gajinya sekadarnya. Prajurit, militer, polisi sekadarnya. Aparat pajaknya juga jalan sekadarnya, sehingga republik ini tidak menjadi republik yang respect," tuturnya.
Karena itu, mantan Menkeu era SBY ini menyatakan pihaknya akan berjuang keras memperbaiki hubungan antara masyarakat dan Ditjen Pajak. "Dan ini buat saya tidak ringan. Bagaimana saya memulai hubungan baru kalau kedua belah pihak terlalu banyak catatan," tandas Sri.
Dia mengatakan, akibat kasus tersebut, masyarakat memiliki persepsi yang buruk terhadap Ditjen Pajak. Parahnya lagi, mereka menjadikan kasus Gayus sebagai alasan untuk tidak memenuhi kewajibannya membayar pajak.
"Kalau orang ingat ada satu nama yang lebih ngetop dari Ditjen Pajak adalah Gayus. Ini merupakan PR buat kami, karena masyarakat punya persepsi dan ada masalah dengan trust. Dia menjadi salah satu excuse untuk tidak melakukan compliance," katanya dalam Dialog Perpajakan bersama Menteri Keuangan di The Ritz Carlton Hotel Pacific Place, Jakarta, Selasa (8/11/2016) malam.
Dalam pikiran mereka, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, lebih baik membayar pajak sekadarnya daripada uang yang mereka setorkan tidak sampai ke tangan yang seharusnya. "Atau another mention, saya membayar pajak tapi saya malah ditawari untuk tidak membayar pajak. Jadi itu memang berbagai macam anekdot yang menjelaskan dan menjadi excuse kenapa wajib pajak merasa membayar pajak itu sesuatu yang bisa sekadarnya," imbuh dia.
Menurutnya, hal ini yang menjadi persoalan mendasar bagi pihaknya dan harus dapat segera diselesaikan. Sebab jika masyarakat membayar pajak sekadarnya maka Republik Indonesia ini akan jadi republik sekadarnya.
"Kalau RI membayar pajak sekadarnya, jangan heran republik ini jadi republik sekadarnya. Guru, ngajar sekadarnya, gajinya sekadarnya. Prajurit, militer, polisi sekadarnya. Aparat pajaknya juga jalan sekadarnya, sehingga republik ini tidak menjadi republik yang respect," tuturnya.
Karena itu, mantan Menkeu era SBY ini menyatakan pihaknya akan berjuang keras memperbaiki hubungan antara masyarakat dan Ditjen Pajak. "Dan ini buat saya tidak ringan. Bagaimana saya memulai hubungan baru kalau kedua belah pihak terlalu banyak catatan," tandas Sri.
(ven)