Transaksi Fintech di Indonesia Capai USD14,5 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai transaksi financial technology di Indonesia di tahun 2016 diperkirakan mencapai USD14,5 miliar atau 0,6% dari total nilai transaksi global, yang diperkirakan mencapai USD2.355,9 miliar. Meski masih tergolong kecil, potensi layanan keuangan berbasis digital (fintech) di Indonesia dapat terus bertumbuh setiap waktu.
"Angka ini diyakini akan terus bertambah. Menyikapi itu, para regulator perlu mencermati dengan mendukung optimisme dan manfaatnya, seperti efisiensi dan menggerakan UKM. BI juga terus mendorong perkembangan teknologi, termasuk fintech, namun tetap memitigasi risiko yang mungkin timbul dari inovasi yang berkembang pesat," kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo saat meluncurkan Bank Indonesia Fintech Office (BI-FTO) di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Oleh karena itu, lanjut dia, Bank Indonesia mengambil beberapa inisiatif guna memastikan tren pertumbuhan fintech dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat, tidak menciptakan gejolak pada sistem keuangan, dan senantiasa didukung kerangka pengaturan yang memadai.
Agus memaparkan, di Indonesia ada empat kategori utama fintech. Yaitu, pertama payment, clearing, settlement. Kedua, deposit, lending, capital raising. Ketiga, market provisioning, lalu keempat investment and risk management.
Menurut Agus, pangsa pasar aktivitas fintech di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 56% masih didominasi oleh kelompok pertama atau payment, clearing, settlement. (Baca: Bank Indonesia Luncurkan BI Fintech Office)
Lebih lanjut dia menuturkan, BI, Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan bekerja sama untuk melakukan hal yang menjadikan fintech lebih teratur dan dapat berkembang dengan baik.
"Sehubungan dengan berbagai perkembangan, berbagai inisiatif telah kami lakukan seperti Bank Indonesia Fintech office (BI-FTO). Kami peroleh banyak masukan sehingga sebagai regulator, kami bisa mengatur kegiatan dasar fintech tapi tetap memberi ruang inovasi," papar Agus.
Dalam hal ini, pendirian BI-FTO adalah upaya BI untuk menjaga level of playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi.
Pembentukan Fintech Office didasari kesadaran Bank Indonesia, sebagai otoritas sistem pembayaran, mengenai perlunya mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat.
"Hal ini dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengelolaan risiko, menyusun regulasi yang mengedepankan perlindungan konsumen, serta memperkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait," tukas Agus.
"Angka ini diyakini akan terus bertambah. Menyikapi itu, para regulator perlu mencermati dengan mendukung optimisme dan manfaatnya, seperti efisiensi dan menggerakan UKM. BI juga terus mendorong perkembangan teknologi, termasuk fintech, namun tetap memitigasi risiko yang mungkin timbul dari inovasi yang berkembang pesat," kata Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo saat meluncurkan Bank Indonesia Fintech Office (BI-FTO) di Jakarta, Senin (14/11/2016).
Oleh karena itu, lanjut dia, Bank Indonesia mengambil beberapa inisiatif guna memastikan tren pertumbuhan fintech dapat memberi manfaat yang optimal bagi masyarakat, tidak menciptakan gejolak pada sistem keuangan, dan senantiasa didukung kerangka pengaturan yang memadai.
Agus memaparkan, di Indonesia ada empat kategori utama fintech. Yaitu, pertama payment, clearing, settlement. Kedua, deposit, lending, capital raising. Ketiga, market provisioning, lalu keempat investment and risk management.
Menurut Agus, pangsa pasar aktivitas fintech di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 56% masih didominasi oleh kelompok pertama atau payment, clearing, settlement. (Baca: Bank Indonesia Luncurkan BI Fintech Office)
Lebih lanjut dia menuturkan, BI, Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan bekerja sama untuk melakukan hal yang menjadikan fintech lebih teratur dan dapat berkembang dengan baik.
"Sehubungan dengan berbagai perkembangan, berbagai inisiatif telah kami lakukan seperti Bank Indonesia Fintech office (BI-FTO). Kami peroleh banyak masukan sehingga sebagai regulator, kami bisa mengatur kegiatan dasar fintech tapi tetap memberi ruang inovasi," papar Agus.
Dalam hal ini, pendirian BI-FTO adalah upaya BI untuk menjaga level of playing field melalui rezim regulasi yang berimbang dan proporsional tanpa harus mematikan laju inovasi.
Pembentukan Fintech Office didasari kesadaran Bank Indonesia, sebagai otoritas sistem pembayaran, mengenai perlunya mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis teknologi yang sehat.
"Hal ini dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara inovasi dan pengelolaan risiko, menyusun regulasi yang mengedepankan perlindungan konsumen, serta memperkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait," tukas Agus.
(ven)