Proyek Listrik Mangkrak Diminta Jadi Pelajaran Pemerintah

Rabu, 16 November 2016 - 19:05 WIB
Proyek Listrik Mangkrak...
Proyek Listrik Mangkrak Diminta Jadi Pelajaran Pemerintah
A A A
JAKARTA - Mangkraknya puluhan proyek pembangkit listrik menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean dapat dijadikan sebagai studi kegagalan untuk pemerintah dalam melaksanakan mega proyek listrik 35.000 megawatt (MW). Dia juga menekankan tidak sulit menelusuri kasus tersebut, yang menjadi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Potensi mangkraknya proyek 35 ribu MW jauh lebih besar dari 34 PLTU tersebut. Jangan sampai proyek mangkrak ini, nanti juga terjadi pada program listrik 35 ribu MW karena kerugian yang akan kita derita jauh lebih besar hingga capai ratusan trilliun,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (16/11/2016).

Lebih lanjut dia memperkirakan proyek listrik 35 ribu MW, kemungkinan besar hingga 2019 yang selesai dan COD (Comercial Operation Date) maksimum hanya berkisar 15 ribu MW atau sekitar 45% dari target. “Ini perlu diwaspadai karena saat ini hambatan besar ada di kemampuan dalam menyediakan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi serta pembangunan gardu induk baru untuk penyaluran daya dari pembangkit,” sambungnya.

Dia kembali menegaskan, tidak sulit menelusuri kasus proyek mangkrak tersebut yang menurutnya tergantung kemauan dan niat aparat penegak hukum untuk menelusurinya. “Siapa yang bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut? tentu bisa ditelusuri siapa pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, panitia pengadaan hingga struktur pengawasan lapangan dan pihak kontraktor,” papar dia.

Menurut Ferdinand, auditor negara perlu segera melakukan audit investigasi menyeluruh untuk mengetahui apa penyebab mangkraknya proyek tersebut. Audit menurut dia harus dimulai dari tahap perencanaan, proses prakualufikasi tender, penawaran harga, evaluasi penawaran, penunjukan penenang tender, proses kontrak, tahap awal pelaksanaan, perizinan, aproval speksifikasi teknis, hingga buku harian lapangan yang mencatat semua kondisi harian dan pengawasan.

Ditambahkan olehnya ada tiga hal utama yang sangat menentukan dalam kegagalan proyek ini. Pertama, adalah tahap perencanaan yang tidak matang dan tidak sesuai kondisi lapangan. Kedua, adalah ketidak mampuan keuangan kontraktor dan ketiga mekanisme pengawasan yang tidak berjalan sesuai ketentuan. Sehingga kedua belah pihak yaitu kontraktor dan pengawasan sama-sama punya andil dalam kegagalan proyek ini.

“Perencanaan yang tidak matang mengakibatkan perhitungan harga dan biaya yang meleset sehingga mengakibatkan ketidakcukupan biaya dalam pelaksanaan. Ini masalah pokok yang kemudian berdampak terus dalam pelaksanaan,” jelas dia.

Faktor kurang cermat dalam perencanaan, imbuh dia, ditambah dengan ketidak mampuan keuangan kontraktor menambah masalah tersendiri yang akibatnya adalah ketidak mampuan bekerja di lapangan. Ketiga, yakni mekanisme pengawasan yang tidak berjalan sesuai ketentuan turut andil atas mangkraknya 34 PLTU tersebut.

“Seluruh mekanisme pengawasan ini ada aturan dan ketentuannya termasuk dalam keputusan presiden maupun keputusan direksi. Perlu ditelusuri adalah mengapa ada pembiaran hingga proyek ini mangkrak? Kami menduga bahwa di dalam tahapan pembiaran itulah patut diduga terjadi suap. Ini yang harus ditelusuri lebih jauh,” tandasnya.
(akr)
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6828 seconds (0.1#10.24)