Bank Indonesia Dorong Digitalisasi Jasa Keuangan di Perbankan
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia bertekad mendorong program digitalisasi jasa keuangan alias financial technology (fintech). Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi transaksi keuangan dan mempermudah masyarakat mendapatkan akses keuangan. Melalui pengembangan fintech dan regulasinya, Indonesia diharapkan mampu bersaing di tengah era globalisasi teknologi keuangan.
"Jadi artinya masyarakat yang menggunakan uang tunai itu lebih sedikit. Kalau dulu, orang kemana-mana bawa tunai, sedangkan dalam beberapa tahun ini orang pakai kartu atau makin sedikit yang bertransaksi pakai tunai. Dengan teknologi informasi, banyak sektor keuangan yang menggunakan fintech. Saya pikir ini akan meningkatkan efisiensi di sektor perbankan," kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Meski pengembangan digital teknologi di sektor perbankan itu tidak murah, namun Heru berpendapat lain. Dia yakin jika masyarakat seluruh Indonesia antusias dengan langkah pemerintah dan BI mengembangkan Fintech hingga ke pelosok negeri, tidak akan menimbulkan biaya yang besar.
"Memang, pengembangan teknologi itu kan enggak murah tapi kalau yang menggunakan banyak, dan pemerintah bisa memaksimalkan hingga ke pedalaman Indonesia, itu jadinya tidak lagi mahal. Karena penggunanya banyak dan mereka tahu ini praktis. Ini yang harus didorong agar pemanfaatan teknologi ini menjadi hal yang umum," kata dia.
Bahkan, Heru memperkirakan, hingga tahun 2018, finansial teknologi di sektor perbankan bisa tumbuh sampai double digit, sedangkan untuk 2017, diperkirakan akan tumbuh sekitar 8%.
Senada dengan Heru, ekonom Permata Bank Josua Pardede juga mendukung langkah pemerintah dan BI untuk pengembangan fintech di dalam negeri. Josua lebih melihat, pengembangan ini bisa lebih meminimalisasi fraud dan cyber crime di sektor perbankan.
"Dengan pengembangan fintech ini, kemungkinan praktik-praktik fraud dan cyber crime di sektor perbankan akan turun drastis. Sehingga ini harus didukung, yang harus ditunjang dengan teknologi yang memadai," kata dia.
Josua menambahkan, saat ini sudah waktunya bagi Indonesia untuk mengembangkan fintech agar tidak tertinggal dengan negara ASEAN yang sudah terlebih dahulu mengembangkan teknologi finansialnya.
"Jika dibandingkan dengan perbankan ASEAN pun, sekarang kita kurang bersaing. Maka dengan pemanfaatan fintech di sektor perbankan, ini bisa menciptkan efisiensi khususnya bagaimana pemanfaatan teknologi ini untuk transaksi perbankan dan keuangan," kata dia.
Hal ini selaras dengan perkembangan sektor teknologi informasi yang demikian pesat di masa depan. Dan ini akan membantu perkembangan dalam meningkatkan layanan mereka. Layanan perbankan ini bisa tersampaikan ke nasabah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Langkag ini, kata dia, sejalan dengan komitmen BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong branchless banking hingga ke wilayah-wilayah kecil di Indonesia dan menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat, dari kota hingga ke desa.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 mengungkapkan, pemantauan risiko di luar perbankan juga menjadi semakin penting seiring perkembangan financial technology. Bank Indonesia akan mendalami potensi dan mitigasi risiko dari Fintech sebagai masukan konstruksi asesmen makroprudensial untuk mengantisipasi sumber risiko baru dari aktivitas fintech.
"Dengan demikian, diharapkan aktivitas fintech sebagai opsi pembiayaan masyarakat tetap berada dalam perimeter risiko yang terjaga," kata Agus.
BI sendiri memandang potensi teknologi digital yang berkembang pesat. Pada tahun 2016 ini BI melihat kegiatan sharing economy dan digital economy meningkat pesat sebagaimana terlihat dari aktivitas fintech dan e-commerce.
"Perkembangan positif ini bila dimanfaatkan dengan tepat akan dapat meningkatkan efisiensi dan mendukung kegiatan ekonomi domestik," jelas Agus.
Sebelumnya, BI telah menginisiasi pembentukan Fintech. Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari Fintech, serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi.
"Jadi artinya masyarakat yang menggunakan uang tunai itu lebih sedikit. Kalau dulu, orang kemana-mana bawa tunai, sedangkan dalam beberapa tahun ini orang pakai kartu atau makin sedikit yang bertransaksi pakai tunai. Dengan teknologi informasi, banyak sektor keuangan yang menggunakan fintech. Saya pikir ini akan meningkatkan efisiensi di sektor perbankan," kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Meski pengembangan digital teknologi di sektor perbankan itu tidak murah, namun Heru berpendapat lain. Dia yakin jika masyarakat seluruh Indonesia antusias dengan langkah pemerintah dan BI mengembangkan Fintech hingga ke pelosok negeri, tidak akan menimbulkan biaya yang besar.
"Memang, pengembangan teknologi itu kan enggak murah tapi kalau yang menggunakan banyak, dan pemerintah bisa memaksimalkan hingga ke pedalaman Indonesia, itu jadinya tidak lagi mahal. Karena penggunanya banyak dan mereka tahu ini praktis. Ini yang harus didorong agar pemanfaatan teknologi ini menjadi hal yang umum," kata dia.
Bahkan, Heru memperkirakan, hingga tahun 2018, finansial teknologi di sektor perbankan bisa tumbuh sampai double digit, sedangkan untuk 2017, diperkirakan akan tumbuh sekitar 8%.
Senada dengan Heru, ekonom Permata Bank Josua Pardede juga mendukung langkah pemerintah dan BI untuk pengembangan fintech di dalam negeri. Josua lebih melihat, pengembangan ini bisa lebih meminimalisasi fraud dan cyber crime di sektor perbankan.
"Dengan pengembangan fintech ini, kemungkinan praktik-praktik fraud dan cyber crime di sektor perbankan akan turun drastis. Sehingga ini harus didukung, yang harus ditunjang dengan teknologi yang memadai," kata dia.
Josua menambahkan, saat ini sudah waktunya bagi Indonesia untuk mengembangkan fintech agar tidak tertinggal dengan negara ASEAN yang sudah terlebih dahulu mengembangkan teknologi finansialnya.
"Jika dibandingkan dengan perbankan ASEAN pun, sekarang kita kurang bersaing. Maka dengan pemanfaatan fintech di sektor perbankan, ini bisa menciptkan efisiensi khususnya bagaimana pemanfaatan teknologi ini untuk transaksi perbankan dan keuangan," kata dia.
Hal ini selaras dengan perkembangan sektor teknologi informasi yang demikian pesat di masa depan. Dan ini akan membantu perkembangan dalam meningkatkan layanan mereka. Layanan perbankan ini bisa tersampaikan ke nasabah dengan memanfaatkan teknologi digital.
Langkag ini, kata dia, sejalan dengan komitmen BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong branchless banking hingga ke wilayah-wilayah kecil di Indonesia dan menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat, dari kota hingga ke desa.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 mengungkapkan, pemantauan risiko di luar perbankan juga menjadi semakin penting seiring perkembangan financial technology. Bank Indonesia akan mendalami potensi dan mitigasi risiko dari Fintech sebagai masukan konstruksi asesmen makroprudensial untuk mengantisipasi sumber risiko baru dari aktivitas fintech.
"Dengan demikian, diharapkan aktivitas fintech sebagai opsi pembiayaan masyarakat tetap berada dalam perimeter risiko yang terjaga," kata Agus.
BI sendiri memandang potensi teknologi digital yang berkembang pesat. Pada tahun 2016 ini BI melihat kegiatan sharing economy dan digital economy meningkat pesat sebagaimana terlihat dari aktivitas fintech dan e-commerce.
"Perkembangan positif ini bila dimanfaatkan dengan tepat akan dapat meningkatkan efisiensi dan mendukung kegiatan ekonomi domestik," jelas Agus.
Sebelumnya, BI telah menginisiasi pembentukan Fintech. Fintech Office merupakan wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari Fintech, serta inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi.
(ven)