Nilai Investasi di Yogyakarta Sangat Minim
A
A
A
YOGYAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat investasi yang masuk ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih sangat kecil dibanding daerah lainnya di Pulau Jawa dan Bali. Hal ini harus dievaluasi, karena berbagai upaya telah dilakukan pemerintah setempat untuk meningkatkan kemudahan investasi.
Kepala Kantor Perwakilan BI Yogyakarta, Arief Budi Santosa mengungkapkan, meski lebih dari 50% investasi yang masuk ke Indonesia baik Penanaman Modal Asing (PM) ataupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebagian besar atau 50% lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa namun yang masuk ke DIY sangat kecil.
Pihaknya mencatat nilai investasi yang masuk ke DIY kurang dari 0,5% dari seluruh investasi di Indonesia. "Hingga September, total jumlah investasi dalam negeri yang masuk ke DIY hanya sebesar Rp937 miliar," kata dia di Yogyakarta, Rabu (7/11/2016).
Sebenarnya, nilai investasi tersebut meningkat dibanding jumlah investasi ke DIY pada 2015. Di mana nilai investasi dalam negeri yang masuk ke DIY mencapai Rp362 miliar, namun jumlah investasi asing menurun dibanding 2015. BI mencatat, jumlah investasi asing ke DIY 2015 mencapai USD89 juta.
Nilai investasi asing 2016 mengalami penurunan cukup drastis, karena hingga akhir September 2016, BI mencatat nilai investasi hanya USD18 juta. Turunnya jumlah investasi asing merupakan salah satu indikasi masih lemahnya perbaikan ekonomi global.
Di sisi lain menunjukkan bahwa perekonomian mampu tumbuh seiring kuatnya perekonomian dalam negeri. Selama ini investasi menjadi pendorong utama ekonomi DIY setelah konsumsi. Investasi menjadi pendorong nomor dua sebesar 30% ekonomi DIY selama ini, porsi konsumsi kontribusinya 70% dari total PDRB DIY.
Menurutnya, jika ingin ekonomi tumbuh lebih tinggi maka peranan yang harus ditingkatkan adalah investasi. "Kontribusi investasi terhadap PDRB terbesar kedua, tetapi porsi besar tersebut tidak diimbangi dengan besarnya nilai investasi yang masuk ke DIY," paparnya.
Arief menuturkan, terdapat beberapa sektor utama yang diminati investor. Bagi investor dalam negeri, sektor perumahan, hotel dan restoran, industri tekstil dan perdagangan merupakan setor yang cukup diminati. Sementara bagi investor asing, perdagangan, industri kertas, industri tekstil, hotel dan restoran merupakan sektor tujuan investasi.
Dia mengatakan, tiga sektor yang merupakan pasar utama investasi baik dalam negeri maupun asing adalah sektor hotel dan restoran, perdagangan dan industri tekstil. Berdasarkan fakta tersebut, maka pihaknya yakin jika pariwisata yang diwakili sektor hotel dan restoran serta perdagangan merupakan sektor berpotensi untuk terus dikembangkan.
"Pemerintah harus lebih kreatif lagi menggarap sektor pariwisata agar berkembang dengan baik," ujarnya.
Wakil Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) Yogyakarta Bidang Humas, Ilham Nur Muhamad mengakui iklim investasi terutama industri perumahan tahun ini mengalami pelemahan. Daya beli masyarakat yang belum pulih mengakibatkan para investor belum begitu besar menanamkan modalnya di sektor ini.
Ilham berharap ada beberapa kemudahan yang bisa diberikan kepada investor agar mereka bersedia menanamkan modalnya di DIY. "Insentif pajak dan kemudahan dalam perizinan menjadi salah satu faktor penentu investasi juga," kata dia.
Kepala Kantor Perwakilan BI Yogyakarta, Arief Budi Santosa mengungkapkan, meski lebih dari 50% investasi yang masuk ke Indonesia baik Penanaman Modal Asing (PM) ataupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebagian besar atau 50% lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa namun yang masuk ke DIY sangat kecil.
Pihaknya mencatat nilai investasi yang masuk ke DIY kurang dari 0,5% dari seluruh investasi di Indonesia. "Hingga September, total jumlah investasi dalam negeri yang masuk ke DIY hanya sebesar Rp937 miliar," kata dia di Yogyakarta, Rabu (7/11/2016).
Sebenarnya, nilai investasi tersebut meningkat dibanding jumlah investasi ke DIY pada 2015. Di mana nilai investasi dalam negeri yang masuk ke DIY mencapai Rp362 miliar, namun jumlah investasi asing menurun dibanding 2015. BI mencatat, jumlah investasi asing ke DIY 2015 mencapai USD89 juta.
Nilai investasi asing 2016 mengalami penurunan cukup drastis, karena hingga akhir September 2016, BI mencatat nilai investasi hanya USD18 juta. Turunnya jumlah investasi asing merupakan salah satu indikasi masih lemahnya perbaikan ekonomi global.
Di sisi lain menunjukkan bahwa perekonomian mampu tumbuh seiring kuatnya perekonomian dalam negeri. Selama ini investasi menjadi pendorong utama ekonomi DIY setelah konsumsi. Investasi menjadi pendorong nomor dua sebesar 30% ekonomi DIY selama ini, porsi konsumsi kontribusinya 70% dari total PDRB DIY.
Menurutnya, jika ingin ekonomi tumbuh lebih tinggi maka peranan yang harus ditingkatkan adalah investasi. "Kontribusi investasi terhadap PDRB terbesar kedua, tetapi porsi besar tersebut tidak diimbangi dengan besarnya nilai investasi yang masuk ke DIY," paparnya.
Arief menuturkan, terdapat beberapa sektor utama yang diminati investor. Bagi investor dalam negeri, sektor perumahan, hotel dan restoran, industri tekstil dan perdagangan merupakan setor yang cukup diminati. Sementara bagi investor asing, perdagangan, industri kertas, industri tekstil, hotel dan restoran merupakan sektor tujuan investasi.
Dia mengatakan, tiga sektor yang merupakan pasar utama investasi baik dalam negeri maupun asing adalah sektor hotel dan restoran, perdagangan dan industri tekstil. Berdasarkan fakta tersebut, maka pihaknya yakin jika pariwisata yang diwakili sektor hotel dan restoran serta perdagangan merupakan sektor berpotensi untuk terus dikembangkan.
"Pemerintah harus lebih kreatif lagi menggarap sektor pariwisata agar berkembang dengan baik," ujarnya.
Wakil Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) Yogyakarta Bidang Humas, Ilham Nur Muhamad mengakui iklim investasi terutama industri perumahan tahun ini mengalami pelemahan. Daya beli masyarakat yang belum pulih mengakibatkan para investor belum begitu besar menanamkan modalnya di sektor ini.
Ilham berharap ada beberapa kemudahan yang bisa diberikan kepada investor agar mereka bersedia menanamkan modalnya di DIY. "Insentif pajak dan kemudahan dalam perizinan menjadi salah satu faktor penentu investasi juga," kata dia.
(izz)