Mencetak Sawah, Mengejar Target Kedaulatan Pangan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan siap mengejar target kedaulatan pangan. Untuk mencapai itu, mereka sudah menyiapkan strategi andalan dengan mencetak sawah di berbagai daerah potensial.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, pihaknya terus berupaya mengembangkan program cetak sawah di berbagai daerah. "Terobosan ini tak lain adalah demi memperkuat kedaulatan dan ketahanan pangan nasional," ujar Gatot dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews di Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Pada 2016, Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan Kementan bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat berupaya membuka sawah baru seluas 132.129 hektare (ha) di 27 provinsi pada 161 kabupaten.
Menurut Gatot, jika program cetak sawah seluas 132.129 ha ini berhasil, maka akan menambah luas baku lahan sawah. "Minimal akan mampu menambah produksi beras nasional sebanyak 396.387 ton per tahun untuk sekali panen dengan rata-rata produksi tiga ton per hektare. Secara berkesinambungan produksi dan produktivitas tersebut akan bertambah," imbuh dia.
Gatot mengaku, upaya memberdayakan masyarakat pedesaan untuk meningkatkan produksi terhambat karena kemampuan adaptasi kelompok masyarakat ini rendah. Hal ini akibat dari minimnya sumber daya yang dimiliki serta kecenderungan bergantung pada sumber daya yang rentan terhadap kondisi lokal.
Dari kondisinya, masyarakat pedesaan memang penghasil produk pertanian. Sayangnya akses terhadap pangan dalam kualitas dan kuantitas yang memadai masih sangat terbatas.
"Hal ini akibat sistem pertanian yang masih subsisten, sistem pangan yang belum dapat dikatakan merata, dan daya beli masyarakat pedesaan yang rendah," tuturnya.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, menurut dia, perlu ada upaya untuk mendorong pengembangan pertanian yang lebih modern dengan memanfaatkan penggunaan alat mesin pertanian canggih dalam bercocok tanam. Juga dengan aktifitas alih fungsi lahan pertanian.
Dalam strategi cetak sawah yang dilakukan Kementan, jelas Gatot, dengan membuka gulungan karpet dan membentangkan ribuan hektare sawah di sejumlah wilayah. Nantinya, sawah-sawah yang berhasil dicetak itu tetap harus dipastikan bisa segera dimanfaatkan oleh petani sebagai lahan bertanam padi.
Di lahan-lahan sawah baru tersebut memang umumnya belum terbentuk lapisan kedap air atau karena perubahan sifat-sifat tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Untuk itu, penting bagi para petani selalu mengontrol kondisi pengairan sawahnya. Demikian juga dengan mengontrol keberadaan gulma dan tanaman pengganggu lainnya.
"Mengingat ini sawah baru maka kondisi beberapa bagian konstruksi sawahnya belum kokoh, seperti pematang atau batas-batas sawah, saluran dan bangunan-bangunan irigasinya, maka para petani perlu merawat dan menjaganya. Jadi sebaiknya mereka terkoordinasi dalam sebuah wadah kelompok tani pencetakan sawah," pungkas Gatot.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, pihaknya terus berupaya mengembangkan program cetak sawah di berbagai daerah. "Terobosan ini tak lain adalah demi memperkuat kedaulatan dan ketahanan pangan nasional," ujar Gatot dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews di Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Pada 2016, Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan Kementan bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat berupaya membuka sawah baru seluas 132.129 hektare (ha) di 27 provinsi pada 161 kabupaten.
Menurut Gatot, jika program cetak sawah seluas 132.129 ha ini berhasil, maka akan menambah luas baku lahan sawah. "Minimal akan mampu menambah produksi beras nasional sebanyak 396.387 ton per tahun untuk sekali panen dengan rata-rata produksi tiga ton per hektare. Secara berkesinambungan produksi dan produktivitas tersebut akan bertambah," imbuh dia.
Gatot mengaku, upaya memberdayakan masyarakat pedesaan untuk meningkatkan produksi terhambat karena kemampuan adaptasi kelompok masyarakat ini rendah. Hal ini akibat dari minimnya sumber daya yang dimiliki serta kecenderungan bergantung pada sumber daya yang rentan terhadap kondisi lokal.
Dari kondisinya, masyarakat pedesaan memang penghasil produk pertanian. Sayangnya akses terhadap pangan dalam kualitas dan kuantitas yang memadai masih sangat terbatas.
"Hal ini akibat sistem pertanian yang masih subsisten, sistem pangan yang belum dapat dikatakan merata, dan daya beli masyarakat pedesaan yang rendah," tuturnya.
Untuk mengatasi keterbatasan ini, menurut dia, perlu ada upaya untuk mendorong pengembangan pertanian yang lebih modern dengan memanfaatkan penggunaan alat mesin pertanian canggih dalam bercocok tanam. Juga dengan aktifitas alih fungsi lahan pertanian.
Dalam strategi cetak sawah yang dilakukan Kementan, jelas Gatot, dengan membuka gulungan karpet dan membentangkan ribuan hektare sawah di sejumlah wilayah. Nantinya, sawah-sawah yang berhasil dicetak itu tetap harus dipastikan bisa segera dimanfaatkan oleh petani sebagai lahan bertanam padi.
Di lahan-lahan sawah baru tersebut memang umumnya belum terbentuk lapisan kedap air atau karena perubahan sifat-sifat tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Untuk itu, penting bagi para petani selalu mengontrol kondisi pengairan sawahnya. Demikian juga dengan mengontrol keberadaan gulma dan tanaman pengganggu lainnya.
"Mengingat ini sawah baru maka kondisi beberapa bagian konstruksi sawahnya belum kokoh, seperti pematang atau batas-batas sawah, saluran dan bangunan-bangunan irigasinya, maka para petani perlu merawat dan menjaganya. Jadi sebaiknya mereka terkoordinasi dalam sebuah wadah kelompok tani pencetakan sawah," pungkas Gatot.
(ven)