Tripartit Nasional Satu Suara Sepakati Revisi Penarikan JHT
A
A
A
JAKARTA - Program Jaminan Hari Tua (JHT) selangkah lagi akan direvisi kembali demi masa pensiun yang mandiri. Suara Tripartit nasional sudah kompak untuk mengembalikan aturan penarikan dana JHT minimal setelah lima tahun plus satu bulan.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Pelaksana Tugas Dirjen Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Maruli Apul Hasoloan mengatakan, di tingkat tripartit nasional sudah ada kesepakatan untuk merubah aturan penarikan JHT. Dirinya mengatakan dari fakta yang ada, banyak pekerja yang menarik dana setelah mengundurkan diri bekerja. Sehingga ini jelas merugikan pekerja tersebut di masa depan.
"Kami sudah sepakat di tingkat tripartit nasional untuk melakukan perubahan. Sudah ada satu suara. Kami akan carikan solusi terbaik bagaimana aturan mengambil iuran JHT tersebut," ujar Maruli saat ditemui di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Dirinya mengatakan ada keinginan dari Serikat Pekerja yang juga ingin program itu lebih lama. Mereka menyadari dampaknya ke depan. Namun dia berharap pihak Serikat Pekerja dapat melakukan konsolidasi sehingga bisa segera diputuskan.
"Pembahasannya akan bergulir terus. Khususnya soal revisi aturannya apakah di Permenaker atau Peraturan Pemerintah. Kami ingin secepatnya namun serikat pekerja harus sepakat juga. Sedangkan BPJS TK sudah sangat mendukung perubahan ini," tambahnya.
Hal ini didukung oleh Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Ilyas Lubis yang mengakui pemerintah sangat berhati hati dalam mengambil keputusan perubahan regulasi JHT. Namun dalam rapat tripartit sudah ada kesepakatan mengembalikan minimum penarikan JHT seperti era Jamsostek yaitu setelah lima tahun.
"Hal ini sudah sejak 1992 hingga 2015, berlaku minimum setelah lima tahun bekerja. Saat ini revisi regulasi dibutuhkan dari Kemenaker. Kami ingin diberikan masa tenggang tiga bulan untuk sosialisasi revisi aturan baru nanti. Sekarang penarikan dana JHT masih membludak karena setiap berhenti bisa mengambil uang JHT. Ini merugikan pekerja itu sendiri," ujar Ilyas saat dihubungi KORAN SINDO.
Dia mengingatkan filosofi Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan ialah tabungan bagi pekerja saat memasuki usia pensiun. Hal yang sangat penting untuk kesejahteraan para pekerja di masa tuanya.
"Kami terus edukasi pekerja mengenai masa pensiun yang mandiri. Pekerja harus mandiri di hari tua atau tidak ditopang pihak lainnya. Karena itu dalam UU diatur untuk diambil setelah pensiun atau sebagian," ujarnya.
Tren penarikan JHT semakin mengkhawatirkan karena hingga Oktober 2016 sudah ada penarikan dana hingga Rp15 triliun. Dana JHT tersebut ditarik oleh 1,7 juta pekerja. "Kami justru khawatir pekerja nanti di hari tua dengan kemampuan bekerja sudah berkurang justru akan jadi beban negara. Beban hidup terus naik. Anak tidak bisa dijadikan sandaran. Kami juga siapkan program perumahan pekerja yang sedang menunggu aturannya segera keluar," ujarnya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui Pelaksana Tugas Dirjen Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Maruli Apul Hasoloan mengatakan, di tingkat tripartit nasional sudah ada kesepakatan untuk merubah aturan penarikan JHT. Dirinya mengatakan dari fakta yang ada, banyak pekerja yang menarik dana setelah mengundurkan diri bekerja. Sehingga ini jelas merugikan pekerja tersebut di masa depan.
"Kami sudah sepakat di tingkat tripartit nasional untuk melakukan perubahan. Sudah ada satu suara. Kami akan carikan solusi terbaik bagaimana aturan mengambil iuran JHT tersebut," ujar Maruli saat ditemui di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Dirinya mengatakan ada keinginan dari Serikat Pekerja yang juga ingin program itu lebih lama. Mereka menyadari dampaknya ke depan. Namun dia berharap pihak Serikat Pekerja dapat melakukan konsolidasi sehingga bisa segera diputuskan.
"Pembahasannya akan bergulir terus. Khususnya soal revisi aturannya apakah di Permenaker atau Peraturan Pemerintah. Kami ingin secepatnya namun serikat pekerja harus sepakat juga. Sedangkan BPJS TK sudah sangat mendukung perubahan ini," tambahnya.
Hal ini didukung oleh Direktur Perluasan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Ilyas Lubis yang mengakui pemerintah sangat berhati hati dalam mengambil keputusan perubahan regulasi JHT. Namun dalam rapat tripartit sudah ada kesepakatan mengembalikan minimum penarikan JHT seperti era Jamsostek yaitu setelah lima tahun.
"Hal ini sudah sejak 1992 hingga 2015, berlaku minimum setelah lima tahun bekerja. Saat ini revisi regulasi dibutuhkan dari Kemenaker. Kami ingin diberikan masa tenggang tiga bulan untuk sosialisasi revisi aturan baru nanti. Sekarang penarikan dana JHT masih membludak karena setiap berhenti bisa mengambil uang JHT. Ini merugikan pekerja itu sendiri," ujar Ilyas saat dihubungi KORAN SINDO.
Dia mengingatkan filosofi Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan ialah tabungan bagi pekerja saat memasuki usia pensiun. Hal yang sangat penting untuk kesejahteraan para pekerja di masa tuanya.
"Kami terus edukasi pekerja mengenai masa pensiun yang mandiri. Pekerja harus mandiri di hari tua atau tidak ditopang pihak lainnya. Karena itu dalam UU diatur untuk diambil setelah pensiun atau sebagian," ujarnya.
Tren penarikan JHT semakin mengkhawatirkan karena hingga Oktober 2016 sudah ada penarikan dana hingga Rp15 triliun. Dana JHT tersebut ditarik oleh 1,7 juta pekerja. "Kami justru khawatir pekerja nanti di hari tua dengan kemampuan bekerja sudah berkurang justru akan jadi beban negara. Beban hidup terus naik. Anak tidak bisa dijadikan sandaran. Kami juga siapkan program perumahan pekerja yang sedang menunggu aturannya segera keluar," ujarnya.
(ven)