Sri Mulyani Sindir Arcandra Produksi Migas RI Selalu Turun
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melontarkan sindiran keras kepada Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar soal produksi minyak dan gas (migas) di Indonesia.
(Baca: ESDM-Kemenkeu Belum Sepakat, Aturan Pajak Migas Menggantung)
Hal tersebut berawal dari pernyataan Arcandra yang mengungkapkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) masih deadlock, lantaran Kementerian Keuangan belum sepakat soal pajak eksplorasi migas.
Sri Mulyani mengaku sering mendengar Kementerian ESDM meminta agar Kementerian Keuangan mengurangi pajak yang dibebankan kepada pengusaha migas, demi menggenjot produksi migas di Tanah Air. Bahkan, saat dia menjabat sebagai Menteri Keuangan 10 tahun lalu, permintaan tersebut pun kerap dilontarkan.
"Saya pernah jadi menteri 10 tahun lalu, jadi setiap kali ESDM selalu mengatakan Bu tolong kurangi ini nanti kita produksinya naik. 10 tahun lalu juga ngomongnya kayak gitu. Artinya kalau ngomongin tentang policy, kita juga tahu dulunya juga minta," tuturnya di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (15/11/2016).
Namun faktanya, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, setelah 10 tahun berlalu produksi migas di Tanah Air justru terus menurun di kisaran 700 ribu barel per hari. Hanya tahun ini, produksinya sedikit membaik menjadi sekitar 815 ribu barel per hari.
"APBN tetap menjadi instrumen yang ingin men-support pertumbuhan dan pemerataan. Maka berbagai pembicaraan seperti tadi kata Pak Arcandra, sektor migas. Persoalannya bukan masalah bagaimana saya mengumpulkan PNBP dan pajak sebesar-besarnya. Tapi apa policy yang kita inginkan untuk membuat migas meningkat. Hal ini yang kita bahas," jelas dia.
Selain itu, mantan Menko bidang Perekonomian ini juga menyindir pernyataan pria yang pernah menetap 20 tahun di AS tersebut soal produksi migas tidak bisa diprediksi manusia. Padahal, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus dikelola dan tidak bisa hanya dengan perkiraan.
"Jadi, saya bukan engineer. Pak Arcandra tadi ujungnya bilang hanya Tuhan yang tahu. Walah kalau kayak gitu jawabannya susah juga buat kita kan. APBN harus kita kelola, kita enggak bisa mengatakan, Bu kasih itu tapi hasilnya hanya Tuhan yang tahu. Duh, APBN-nya sudah pasti loss-nya," tuturnya.
Terlepas dari hal tersebut, Sri Mulyani berjanji akan mencarikan solusi mengenai pajak eksplorasi migas dalam PP 79/2016 yang dinilai tidak pro investasi. Maka, pihaknya akan terus melakukan berbagai macam kebijakan bersama.
"Menteri ESDM bersama saya akan duduk bersama untuk melihat sebenarnya trade off-nya di mana. Tapi kalau hulunya dibereskan, distribusinya diefisienkan, mustinya hilirnya mendapatkan manfaat. Pajak maupun penerimaan negara tentu saja menjadi akibat saja," terang Menkeu.
(Baca: ESDM-Kemenkeu Belum Sepakat, Aturan Pajak Migas Menggantung)
Hal tersebut berawal dari pernyataan Arcandra yang mengungkapkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) masih deadlock, lantaran Kementerian Keuangan belum sepakat soal pajak eksplorasi migas.
Sri Mulyani mengaku sering mendengar Kementerian ESDM meminta agar Kementerian Keuangan mengurangi pajak yang dibebankan kepada pengusaha migas, demi menggenjot produksi migas di Tanah Air. Bahkan, saat dia menjabat sebagai Menteri Keuangan 10 tahun lalu, permintaan tersebut pun kerap dilontarkan.
"Saya pernah jadi menteri 10 tahun lalu, jadi setiap kali ESDM selalu mengatakan Bu tolong kurangi ini nanti kita produksinya naik. 10 tahun lalu juga ngomongnya kayak gitu. Artinya kalau ngomongin tentang policy, kita juga tahu dulunya juga minta," tuturnya di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (15/11/2016).
Namun faktanya, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, setelah 10 tahun berlalu produksi migas di Tanah Air justru terus menurun di kisaran 700 ribu barel per hari. Hanya tahun ini, produksinya sedikit membaik menjadi sekitar 815 ribu barel per hari.
"APBN tetap menjadi instrumen yang ingin men-support pertumbuhan dan pemerataan. Maka berbagai pembicaraan seperti tadi kata Pak Arcandra, sektor migas. Persoalannya bukan masalah bagaimana saya mengumpulkan PNBP dan pajak sebesar-besarnya. Tapi apa policy yang kita inginkan untuk membuat migas meningkat. Hal ini yang kita bahas," jelas dia.
Selain itu, mantan Menko bidang Perekonomian ini juga menyindir pernyataan pria yang pernah menetap 20 tahun di AS tersebut soal produksi migas tidak bisa diprediksi manusia. Padahal, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus dikelola dan tidak bisa hanya dengan perkiraan.
"Jadi, saya bukan engineer. Pak Arcandra tadi ujungnya bilang hanya Tuhan yang tahu. Walah kalau kayak gitu jawabannya susah juga buat kita kan. APBN harus kita kelola, kita enggak bisa mengatakan, Bu kasih itu tapi hasilnya hanya Tuhan yang tahu. Duh, APBN-nya sudah pasti loss-nya," tuturnya.
Terlepas dari hal tersebut, Sri Mulyani berjanji akan mencarikan solusi mengenai pajak eksplorasi migas dalam PP 79/2016 yang dinilai tidak pro investasi. Maka, pihaknya akan terus melakukan berbagai macam kebijakan bersama.
"Menteri ESDM bersama saya akan duduk bersama untuk melihat sebenarnya trade off-nya di mana. Tapi kalau hulunya dibereskan, distribusinya diefisienkan, mustinya hilirnya mendapatkan manfaat. Pajak maupun penerimaan negara tentu saja menjadi akibat saja," terang Menkeu.
(izz)