Produksi Padi 2016 Diprediksi Terbesar Sepanjang RI Merdeka

Kamis, 29 Desember 2016 - 11:44 WIB
Produksi Padi 2016 Diprediksi...
Produksi Padi 2016 Diprediksi Terbesar Sepanjang RI Merdeka
A A A
JAKARTA - Berdasarkan pra angka ramalan II (Aram II) yang dikeluarkan Kementerian Pertanian (Kementan) yang berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi tahun 2016 mencapai 79,141 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 4,96% dibandingkan tahun lalu. Produksi padi nasional ini merupakan angka tertinggi selama Indonesia merdeka.

Kenaikan angka produksi padi ini melanjuti tren peningkatan produksi padi selama dua tahun terakhir sepanjang masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Pada 2015 produksi padi meningkat 6,37% dari 70,846 juta ton menjadi 75,398 juta ton dibandingkan 2014. Atas keberhasilan meningkatkan produksi ini, Indonesia mampu menjadikan tahun 2016 tidak impor beras.

Produksi padi 2016 diprediksi mencapai 79.141.325 ton GKG atau meningkat 3.743.511 ton (4,97%) dari Angka Tetap (ATAP) 2015 sebesar 75.397.841. Kenaikan produksi terjadi di Pulau Jawa sebanyak 1,22 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2,52 juta ton. Kenaikan produksi terjadi karena naiknya luas panen seluas 919.098 hektar (ha) atau meningkat 6,51% dari 14.116.638 ha menjadi 15.035.736 ha.

Kenaikan produksi padi tahun 2016 yang relatif besar diperkirakan terdapat di Sumatera Selatan (21,81%), Jawa Barat (6,83%), Sulawesi Selatan (7,66%), Lampung (11,13%), Jawa Timur (2,93%), Sumatera Utara (8,86%), Jambi (48,13%), Kalimantan Barat (15,21%), Banten (7,56%) dan Kalimantan Selatan (7,67%).

Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono menanggapi, BPS tahun 2016 memang tidak mengeluarkan rilis terkait data produksi padi sampai metode survey diperbaiki hingga 2018, dan ini sudah disetujui Wakil Presiden. BPS dalam hal ini berkolaborasi dengan Kementan, data yang dihitung produktivitas per hektar dengan metode ubinan separuh dilakukan oleh BPS separuhnya lagi oleh Kementan. Sementara data luas panen dilakukan oleh Kementan.

"Jadi Pra Aram yang keluar itu, kita punya data produksinya, Kementan yang punya data luas tanamnya. Sehingga data dari BPS itu 25%, Kementan 75%. Jadi angka 79 juta ton itu juga hasil olahan BPS juga. Kita duduk bareng, saya hadir, Pak Menteri Pertanian hadir, Dirjen juga hadir. Tapi karena metode kami harus diperbaiki dengan metode baru nanti, maka BPS tidak merilis Aram untuk tahun ini," ujar Adi ditemui di kantornya, di Jakarta.

Adi mengatakan, pada Undang Undang Statistik, pertanian merupakan data sektoral, yang bukan kewajiban BPS, tetapi kewajiban Kementan. Tetapi secara prinsip, lanjutnya, dirinya mengakui upaya kerja keras Kementan dengan Upaya Khusus (Upsus)-nya dinilai bagus dan bisa meningkatkan produksi pertanian.

"Benar bila akhirnya data produksi padi menjadi naik. Ubinan itu zaman dulu kan belum ada model yang namanya Jajar Legowo (Jarwo), dalam satu sisi Jarwo ini intensitas produksinya menjadi lebih banyak. Ada juga alsintan yang lebih modern sehingga konversi gabah kering panen menjadi beras itu bisa menjadi lebih besar atau naik," ujarnya.

Bila melihat data BPS selama ini, Adi membenarkan bahwa angka 79 juta ton produksi padi tahun ini merupakan terbesar sepanjang Indonesia merdeka. Karena berdasarkan everestimate semua, bila di-backcase ke belakang, ini memang yang tertinggi.

"Kalau dikatakan tahun ini terbesar, iya saya yakin memang terbesar. Tetapi soal angka 79 juta ton itu Kementerian Pertanian yang tahu betul. Angka Aram ini dihasilkan dari angka luas panen dikalikan dengan produktivitas walaupun 100% luas panen data dari Kementan semua, produktivitas kita bagi-bagi, tapi BPS membantu sepenuhnya dalam pengolahan data," jelasnya.

Hasil produksi beras tahun ini, tercatat sudah melampaui target produksi 2017 yang dipatok 77 juta ton. Pemerintah akan melakukan sejumlah upaya salah satunya pencetakan sawah baru dan perluasan areal pangan lainnya. Selain itu, juga akan merehabilitasi dan memperluas jaringan irigasi, rehabilitasi daerah aliran sungai hulu, serta membangun waduk dan embung.

Pemerintah juga memastiikan tidak akan mengeluarkan kebijakan untuk melakukan impor beras di awal tahun 2017 karena dalam waktu 3-5 bulan ke depan stok beras nasional akan aman. Kepastian ini diperoleh setelah melakukan koordinasi dengan Perpadi (Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia), Pasar Induk Cipinang dan Bulog.

Tercatat, jumlah stok beras yang dimiliki oleh pedagang kurang lebih sebanyak 15 juta hingga 18 juta ton yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga Mei 2017, sementara yang ada di Perum Bulog hingga saat ini sebanyak 1,8 juta ton. Pemerintah menyatakan bahwa dengan jumlah stok beras tersebut, pasokan dalam kondisi aman. Saat ini, harga beras kualitas medium di Pasar Induk Beras Cipinang Rp8.500,00 sampai dengan Rp9.500 per kilogram.

Pemerintah juga berupaya untuk mengoptimalkan sistem resi gudang terintegrasi, mulai dari pengeringan hingga penggilingan. Dengan mengoptimalkan skema tersebut, diharapkan bisa membantu para petani untuk skema keuangan dan pembiayaan.

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto J. Siregar mengatakan, pemerintah tidak boleh lengah meski produksi padi tahun 2016 naik signifikan, karena tantangan kedepan akan makin berat.

"Hasil produksi padi 7,9 juta ton ini sangat bagus, tapi pemerintah tidak boleh lengah harus terus meningkatkan kinerja dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang strategis. Karena kedepan tantangannya pasti lebih besar," ujar Hermanto saat dihubungi di Bogor.

Menurutnya, bila salah dalam menentukan kebijakan saat terjadi el nino dan la nina, pasti Indonesia akan mengalami krisis pangan. "Saat ada el nino pemerintah bergerak cepat sehingga banyak menyelamatkan hasil produksi. Dan saat terjadi la nina, pemerintah juga justru bisa memanfaatkan curah hujan yang ada. Jika ini salah kebijakan bisa berbahaya," ujarnya.

Meski demikian, dia mengingatkan pemerintah untuk terus berinovasi, termasuk dalam memperbaiki data pertanian agar perhitungan yang didapat lebih akurat. "Sudah saatnya pemerintah menggunakan teknologi satelit yang lebih canggih diiringi dengan survey lapangan langsung. Karena dengan begitu hasilnya lebih akurat. Ini sudah digunakan di negara-negara tetangga," ungkapnya.

Dengan produksi 7,9 juta ton tahun ini, lanjut Hermanto, Indonesia tidak perlu melakukan impor lagi untuk 2017 karena dianggap sudah mencukupi kebutuhan.

"Ya kalau dengan produksi 7,9 juta ton seharusnya sudah mencukupi, tidak perlu impor lagi untuk tahun depan. Tapi jangan sampai terlalu fokus sama padi, jagung dan kedelai saja, komoditas lainnya juga harus diperhatikan serius," paparnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8469 seconds (0.1#10.140)