Kinerja Ekonomi Pemimpin Asia Pada 2016 dan Tantangan 2017

Kamis, 29 Desember 2016 - 20:43 WIB
Kinerja Ekonomi Pemimpin...
Kinerja Ekonomi Pemimpin Asia Pada 2016 dan Tantangan 2017
A A A
NEW YORK - Tahun 2016 yang sebentar lagi berakhir, memberi sebuah kenangan mengejutkan, yaitu Brexit alias keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa dan Donald Trump yang memenangkan Pilpres Amerika Serikat. Kedua peristiwa ini memberi dampak bagi politik dan perekonomian bagi negara-negara Asia.

Di Filipina, Presiden Rodrigo Duterte memalingkan wajah negaranya dari AS dan berangkulan mesra dengan China. Sementara di Korea Selatan, Presiden Park Geun-hye dimakzulkan secara konstitusional setelah rakyat turun ke jalan menuntutnya mundur atas skandal korupsi. Di India, Perdana Menteri Narendra Modi melakukan demonetisasi mata uang alias menarik uang pecahan 500 dan 1.000 rupee dan menggantinya dengan pecahan uang baru, demi menindak korupsi dan kepemilikan uang ilegal.

Melansir dari Bloomberg, Kamis (29/12/2016), media yang bermarkas di New York, AS, tersebut menyusun daftar kinerja ekonomi para pemimpin Asia dan tantangan mereka di tahun ayam api alias 2017. Berikut nukilannya.

Pemimpin Asia

Presiden Republik Rakyat China: Xi Jinping, 63 tahun
Sepanjang tahun 2016, perang ekonomi China dengan Amerika Serikat telah membuat mata uang China, renminbi jatuh hingga 6,63%. Namun ekonomi di bawah kepemimpinan Xi Jinping dapat tumbuh 6,7%.

Dan sepanjang tahun ini, Xi berhasil melakukan konsolidasi dalam Partai Komunis China demi memperkuat pemerintahannya, termasuk perombakan masa periode ketua partai pada tahun depan. Di kancah internasional, Xi berhasil tampil sebagai “advokat utama” China dalam perang perdagangan bebas melawan AS, ketika negara tersebut untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah G20.

Tantangan terbesar pada 2017: Menanggapi kebijakan Trump terutama pada isu-isu perdagangan bebas, masalah Taiwan, dan memastikan pemulihan ekonomi China.

Pemimpin Asia

Perdana Menteri Jepang: Shinzo Abe, 62 tahun
Di bawah kepemimpinan Abe, mata uang yen naik 2,25% namun pertumbuhan ekonomi masih tetap minus, yaitu 0,6%. Dan di pengujung 2016, nama Abe kembali mencuat berkat kemajuan hubungan Jepang dan Rusia dalam meminggirkan sengketa wilayah. Abe juga menjadi PM Jepang pertama yang mengunjungi Pearl Harbor. Sikap populis ini membuatnya kembali maju untuk pemilihan 2017. Bila terpilih kembali, membuat Abe menjadi PM Jepang terlama sejak Perang Dunia II.

Tantangan terbesar 2017: Menjaga hubungan dengan China dan secara bersamaan terus memupuk aliansi Jepang-Amerika Serikat.

Perdana Menteri India: Narendra Modi, 66 tahun
Meski nilai tukar rupee jatuh 3,06% namun ekonomi India melesat hingga 7,3%, menjadikan Negeri Anak Benua sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi di dunia pada tahun 2016. Dominasi kepemimpinan Narendra memang tidak terlalu mencuat, namun kebijakan demonetisasi membuatnya jadi perbincangan.

Pemimpin Asia

Ya, pada 8 November 2016 lalu, Narendra melancarkan demonetisasi dengan menghapus dan menarik uang nominal 500 dan 1.000 rupee dalam semalam. Keputusan yang berisiko ini, kata dia, untuk menghambat kepemilikan uang ilegal, memberantas korupsi, serta menghambat perdagangan internal dengan negara tetangga Pakistan.

Tantangan terbesar tahun 2017: Menghidupkan kembali perekonomian setelah demonetisasi dan menjaga kebijakan program pemberantasan korupsi berjalan baik.

Presiden Korea Selatan: Park Geun-hye, 64 tahun
Tahun 2016 menjadi rapor merah bagi puteri dari Presiden Park Chung-hee (1963-1979). Mata uang won kehilangan 2,87% dan pertumbuhan ekonomi negatif 2,6%. Ia pun harus dimakzulkan dari kursi Presiden pada 9 Desember kemarin atas skandal korupsi, dimana rakyat turun ke jalan menyerukan pengunduran dirinya.

Pemimpin Asia

Jika pengadilan konstitusi menyetujui gerakan impeachment, Park akan kehilangan kekebalan Presiden dan pemilu akan diselenggarakan 60 hari setelah pemakzulan. Saat ini, Perdana Menteri Jung Hong-won mengambilalih sementara jabatan presiden. Tantangan terbesar tahun 2017: Membuktikan dirinya tidak bersalah agar bebas dari penjara.

Pemimpin Asia

Presiden Indonesia: Joko Widodo, 55 tahun
Data Bloomberg dan Saiful Mujani Research and Consulting, menilai kinerja ekonomi Joko Widodo cukup baik, dengan rupiah sepanjang tahun ini menguat 2,41% dan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02%.

Sepanjang 2016, Jokowi juga berhasil mengkonsolidasikan dengan partai-partai politik oposisi, sehingga bisa mengontrol lebih dari dua pertiga kursi di parlemen. Program amnesti pajak periode pertama yang berjalan baik dan program infrastruktur menjadi kredit positif bagi Jokowi.

Tantangan terbesar tahun 2017: Memastikan program amnesti pajak dapat berjalan baik, mendorong pertumbuhan ekonomi agar tidak tergelincir, dan penyelesaian kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pemimpin Asia

Perdana Menteri Malaysia: Najib Tun Razak, 63 tahun
Meski kurs ringgit kehilangan 4,26% namun pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 4,3%. Tahun 2016 ini menjadi tahun sulit bagi Najib, karena skandal 1MDB (1Malaysia Development Berhad). Najib dituduh menyalurkan uang 2,67 miliar ringgit (USD700 juta) dari 1MDB, perusahaan pengembangan strategis yang dikelola pemerintah ke rekening bank pribadinya.

Tantangan terbesar tahun 2017: Najib harus bisa meningkatkan biaya hidup kaum Melayu, menjaga defisit fiskal di bawah kontrol, menjaga volatilitas pasar yang selama 2016 telah memukul ringgit.

Pemimpin Asia

Presiden Filipina: Rodrigo Duterte, 71 tahun
Meski kritik internasional atas perang terhadap narkoba yang digencarkannya telah menewaskan lebih 5.000 orang sejak ia jadi Presiden pada Juni 2016, namun Duterte tetap populer di Filipina. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Filipina melesat hingga 7,1%, tertinggi di negara-negara kawasan.

Tantangan terbesar tahun 2017: Menyeimbangkan hubungan Filipina diantara Amerika Serikat dan China. Karena belakangan ini, Duterte telah memalingkan wajah Pinoy--sebutan bagi negara Filipina--dari AS ke China, dan akan berdampak pada pergeseran geopolitik yang mengguncang wilayah tersebut.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1831 seconds (0.1#10.140)