Pengusaha Dukung BBM Kena Cukai Dibanding Biaya STNK-BPKB Naik
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai lebih baik mengenakan cukai ke Bahan Bakar Minyak (BBM), dibandingkan menaikkan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) jika bertujuan menggenjot penerimaan negara. Sekretaris Umum Apindo Suryadi Sasmita menegaskan, naiknya biaya pengurusan STNK dan BPKB bukan berarti langsung bisa menggenjot penerimaan negara.
"Oh enggak berarti itu. Kenaikan pajak bensin lebih bagus, ada tiga negara termasuk Indonesia, bensin enggak ada cukai. Bensin naik mesti naikan pajak bensinnya, tapi orang susah disubsidi pengangkutan," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Senin (2/1/2017).
(Baca Juga: Pengusaha Keberatan Kenaikan Biaya STNK dan BPKB)
Lebih lanjut dia menjelaskan, di wilayah seperti DKI Jakarta sudah terbilang enak karena tidak kena pajak cukai BBM. Dia menekankan seharusnya bagi masyarakat yang mau pakai BBM dikenakan cukai seperti rokok. "Jakarta sudah enak, sudah dikasih gratis, daerah lain belum. Orang kaya mau pakai bayar mahal karena bensin bikin rusak lingkungan, ada cukai," katanya.
Menurutnya, penggunaan bensin untuk kendaraan secara masiv dapat mengganggu kesehatan masyarakat, sehingga sebaiknya itu dibatasi dengan adanya cukai BBM. "Ada tiga negara, salah satunya Indonesia, yang lain semua sudah ada, kan itu mengganggu kesehatan, orang mau beli dipajakin. Pajaknya itu mestinya disubsidi ke kesehatan karena pakai bensin banyak bikin sakit, kasih pengobatan gratis," paparnya.
Sebagai informasi sebelumnya wacana pengenaan cukai pada setiap liter penjualan BBM ke masyarakat telah digelontorkan oleh Pertamina yang menilai langkah ini bukan lah 'barang baru'. Sebab, di beberapa negara maju telah menerapkan pungutan tersebut dalam rangka meningkatkan angka pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Adapun konsekuensi dari pengenaan cukai sendiri akan berdampak pada bertambahnya harga jual BBM yang dilego ke masyarakat.
Kenaikan pajak STNK dan BPKB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) tertanggal 6 Desember 2016. Peraturan ini dibuat untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang hal sama, berlaku efektif mulai 6 Januari 2017. Isinya mengatur tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia secara nasional.
Dalam peraturan baru tersebut, terdapat penambahan tarif pengurusan, antara lain pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara. Besaran kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan ini naik dua sampai tiga kali lipat. Misalnya, untuk penerbitan STNK roda dua maupun roda tiga, pada peraturan lama hanya membayar Rp 0.000, peraturan baru membuat tarif menjadi Rp 100.000. Untuk roda empat, dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000.
Kenaikan cukup besar terjadi di penerbitan BPKB baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Roda dua dan tiga yang sebelumya dikenakan biaya Rp 80.000, dengan peraturan baru ini, akan menjadi Rp 225.000. Roda empat yang sebelumnya Rp100.000 kini dikenakan biaya Rp375.000 atau meningkat tiga kali lipat.
"Oh enggak berarti itu. Kenaikan pajak bensin lebih bagus, ada tiga negara termasuk Indonesia, bensin enggak ada cukai. Bensin naik mesti naikan pajak bensinnya, tapi orang susah disubsidi pengangkutan," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Senin (2/1/2017).
(Baca Juga: Pengusaha Keberatan Kenaikan Biaya STNK dan BPKB)
Lebih lanjut dia menjelaskan, di wilayah seperti DKI Jakarta sudah terbilang enak karena tidak kena pajak cukai BBM. Dia menekankan seharusnya bagi masyarakat yang mau pakai BBM dikenakan cukai seperti rokok. "Jakarta sudah enak, sudah dikasih gratis, daerah lain belum. Orang kaya mau pakai bayar mahal karena bensin bikin rusak lingkungan, ada cukai," katanya.
Menurutnya, penggunaan bensin untuk kendaraan secara masiv dapat mengganggu kesehatan masyarakat, sehingga sebaiknya itu dibatasi dengan adanya cukai BBM. "Ada tiga negara, salah satunya Indonesia, yang lain semua sudah ada, kan itu mengganggu kesehatan, orang mau beli dipajakin. Pajaknya itu mestinya disubsidi ke kesehatan karena pakai bensin banyak bikin sakit, kasih pengobatan gratis," paparnya.
Sebagai informasi sebelumnya wacana pengenaan cukai pada setiap liter penjualan BBM ke masyarakat telah digelontorkan oleh Pertamina yang menilai langkah ini bukan lah 'barang baru'. Sebab, di beberapa negara maju telah menerapkan pungutan tersebut dalam rangka meningkatkan angka pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Adapun konsekuensi dari pengenaan cukai sendiri akan berdampak pada bertambahnya harga jual BBM yang dilego ke masyarakat.
Kenaikan pajak STNK dan BPKB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) tertanggal 6 Desember 2016. Peraturan ini dibuat untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang hal sama, berlaku efektif mulai 6 Januari 2017. Isinya mengatur tarif baru untuk pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia secara nasional.
Dalam peraturan baru tersebut, terdapat penambahan tarif pengurusan, antara lain pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara. Besaran kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan ini naik dua sampai tiga kali lipat. Misalnya, untuk penerbitan STNK roda dua maupun roda tiga, pada peraturan lama hanya membayar Rp 0.000, peraturan baru membuat tarif menjadi Rp 100.000. Untuk roda empat, dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000.
Kenaikan cukup besar terjadi di penerbitan BPKB baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Roda dua dan tiga yang sebelumya dikenakan biaya Rp 80.000, dengan peraturan baru ini, akan menjadi Rp 225.000. Roda empat yang sebelumnya Rp100.000 kini dikenakan biaya Rp375.000 atau meningkat tiga kali lipat.
(akr)