Kenaikan Biaya Urus STNK-BPKB Tak Tepat Tambal Kebocoran APBN
A
A
A
JAKARTA - Kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dinilai tidak tepat jika untuk menambal kebocoran pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sebelumnya kenaikan dua hingga tiga kali lipat yang efektif mulai berlaku pada 6 Januari 2017, dinyatakan sebagai langkah praktis mendongkrak penerimaan negara terutama bersumber dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Akan tetapi mengatasi kebocoran APBN dengan membebankan biaya tinggi kepada masyarakat tidaklah terdengar sebagai cara yang bijak untuk menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang pro rakyat," terang Presiden Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) Muhammad Mahardhika Zein dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo di Jakarta, Minggu (8/1/2016).
(Baca Juga: Biaya STNK Naik, Pemerintah Kehabisan Ide Kerek Pemasukan Negara)
Meski begitu diyakini pengenaan biaya tinggi pada administrasi kendaraan bermotor ini dapat mengurangi konsumsi masyarakat terhadap pembelian atau penggunaan kendaraan pribadi. Namun KM ITB menilai skema dalam kebijakan ini tidak jelas apakah PNBP yang didapatkan dari sektor ini akan digunakan untuk subsidi dan pengembangan trasportasi publik secara spesifik (earmarked allocation) atau hanya masuk kedalam pemasukan PNBP secara umum (melting-pot allocation).
"Bahkan diyakini, kenaikan harga administrasi kendaraan bermotor dari PNBP ini adalah strategi untuk menambal kegagalan realisasi tax amnesty (amnesti pajak). Lebih memalukan lagi, berbagai keterangan pers yang mewakili pemerintah dan DPR di media swasta nasional, terkesan saling melempar tanggungjawab dan minim koordinasi dimasa pemerintahan yang memasuki tahun ketiga ini," paparnya.
Seperti diketahui sebelumnya Kapolri Jendral Tito Karnavian menyatakan bahwa kenaikan BPKB dan STNK bukan dari Polri, kenaikan tersebut karena temuan BPK dan Badan Anggaran DPR. Sementara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menerangkan kenaikan biaya urus BPKB dan STNK bukan usulan Kementerian Keuangan, melainkan diajukan oleh Polri.
Lebih lanjut dia menerangkan sangat jelas dinyatakan dalam UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional, bahwa penyusunan APBN berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang penyusunan rancangannya menggunakan rancangan Rencana Kerja (Renja) masing-masing Kementerian atau Lembaga (K/L). Jadi meski ada masukan dari BPK, DPR, Menkeu, namun tetap pasti Polri sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan perubahan kenaikan tarif tersebut.
Di sisi lain Polri merupakan K/L dengan pemasukan PNBP terbesar ketiga, sehingga patut dipertanyakan darimanakah asal usulan kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB tersebut. Lewat surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, pemerintah diminta memperhatikan kondisi masyarakat, di tahun baru 2017 ini, lantaran terdapat beberapa kebijakan atau tidanakan berpotensi untuk menyengsarakan rakyat dan melemahkan daya beli masyarakat.
"Akan tetapi mengatasi kebocoran APBN dengan membebankan biaya tinggi kepada masyarakat tidaklah terdengar sebagai cara yang bijak untuk menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang pro rakyat," terang Presiden Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) Muhammad Mahardhika Zein dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo di Jakarta, Minggu (8/1/2016).
(Baca Juga: Biaya STNK Naik, Pemerintah Kehabisan Ide Kerek Pemasukan Negara)
Meski begitu diyakini pengenaan biaya tinggi pada administrasi kendaraan bermotor ini dapat mengurangi konsumsi masyarakat terhadap pembelian atau penggunaan kendaraan pribadi. Namun KM ITB menilai skema dalam kebijakan ini tidak jelas apakah PNBP yang didapatkan dari sektor ini akan digunakan untuk subsidi dan pengembangan trasportasi publik secara spesifik (earmarked allocation) atau hanya masuk kedalam pemasukan PNBP secara umum (melting-pot allocation).
"Bahkan diyakini, kenaikan harga administrasi kendaraan bermotor dari PNBP ini adalah strategi untuk menambal kegagalan realisasi tax amnesty (amnesti pajak). Lebih memalukan lagi, berbagai keterangan pers yang mewakili pemerintah dan DPR di media swasta nasional, terkesan saling melempar tanggungjawab dan minim koordinasi dimasa pemerintahan yang memasuki tahun ketiga ini," paparnya.
Seperti diketahui sebelumnya Kapolri Jendral Tito Karnavian menyatakan bahwa kenaikan BPKB dan STNK bukan dari Polri, kenaikan tersebut karena temuan BPK dan Badan Anggaran DPR. Sementara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menerangkan kenaikan biaya urus BPKB dan STNK bukan usulan Kementerian Keuangan, melainkan diajukan oleh Polri.
Lebih lanjut dia menerangkan sangat jelas dinyatakan dalam UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional, bahwa penyusunan APBN berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang penyusunan rancangannya menggunakan rancangan Rencana Kerja (Renja) masing-masing Kementerian atau Lembaga (K/L). Jadi meski ada masukan dari BPK, DPR, Menkeu, namun tetap pasti Polri sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan perubahan kenaikan tarif tersebut.
Di sisi lain Polri merupakan K/L dengan pemasukan PNBP terbesar ketiga, sehingga patut dipertanyakan darimanakah asal usulan kenaikan tarif pengurusan STNK dan BPKB tersebut. Lewat surat yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, pemerintah diminta memperhatikan kondisi masyarakat, di tahun baru 2017 ini, lantaran terdapat beberapa kebijakan atau tidanakan berpotensi untuk menyengsarakan rakyat dan melemahkan daya beli masyarakat.
(akr)