Sri Mulyani: Mengelola Keuangan Negara Tidak Seperti Tukang Obat
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan bawahannya untuk berhati-hati dalam mengelola dan menyusun keuangan negara. Menurutnya, mengelola keuangan negara tidak seperti tukang obat yang hanya asal bicara namun belum tentu bisa dibuktikan.
Sri mengungkapkan, setiap keputusan yang dikeluarkan akan diuji dan dipertanggungjawabkan di masa depan. Hal ini merujuk pada penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
"Jadi pengelola negara enggak bisa seperti tukang obat. Apa yang Anda bilang akan diuji," katanya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Baca: Sri Mulyani Ceramahi Pejabat Kemenkeu Soal Tantangan Ekonomi 2017
Pasca kembali menjabat sebagai Menkeu pertengahan tahun lalu, fokus utama mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini adalah memperbaiki struktur APBN-P 2016 yang dianggapnya tidak kredibel dan sulit untuk dicapai.
"Ada perempuan disuruh jadi Menkeu. Seminggu setelahnya, penerimaan sulit dicapai. Kami bicarakan dengan teman-teman di sini, kalau dibiarkan defisit bisa lebih dari 3%. Saya tanya, penerimaan benar sekian? Rp219 triliun itu shortfall yang kami estimate tahun lalu," imbuh dia.
Mantan Menko bidang Perekonomian ini pun langsung melakukan beberapa perubahan dalam APBN-P 2016. Seperti memangkas belanja negara, memangkas penerimaan negara, hingga melakukan beberapa penghematan lainnya. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka defisit anggaran dalam APBN-P 2016 diperkirakan akan melebihi 3%.
Dia menginginkan agar APBN menjadi instrumen fiskal yang kredibel dan dipercaya. "Kalau dipercaya, artinya what you say it's what to happen," tegasnya.
Menurutnya, menyusun anggaran negara tidak hanya sekadar mematok angka yang tinggi. Namun juga harus memperkirakan kemungkinan untuk tercapai. "Semakin Anda transparan dengan dunia, semakin kita dituntut akuntabel dan kredibilitasnya luar biasa penting. Jadi defisit bisa didanai dan tidak melanggar undang-undnag," tandas Sri.
Sri mengungkapkan, setiap keputusan yang dikeluarkan akan diuji dan dipertanggungjawabkan di masa depan. Hal ini merujuk pada penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
"Jadi pengelola negara enggak bisa seperti tukang obat. Apa yang Anda bilang akan diuji," katanya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Baca: Sri Mulyani Ceramahi Pejabat Kemenkeu Soal Tantangan Ekonomi 2017
Pasca kembali menjabat sebagai Menkeu pertengahan tahun lalu, fokus utama mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini adalah memperbaiki struktur APBN-P 2016 yang dianggapnya tidak kredibel dan sulit untuk dicapai.
"Ada perempuan disuruh jadi Menkeu. Seminggu setelahnya, penerimaan sulit dicapai. Kami bicarakan dengan teman-teman di sini, kalau dibiarkan defisit bisa lebih dari 3%. Saya tanya, penerimaan benar sekian? Rp219 triliun itu shortfall yang kami estimate tahun lalu," imbuh dia.
Mantan Menko bidang Perekonomian ini pun langsung melakukan beberapa perubahan dalam APBN-P 2016. Seperti memangkas belanja negara, memangkas penerimaan negara, hingga melakukan beberapa penghematan lainnya. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka defisit anggaran dalam APBN-P 2016 diperkirakan akan melebihi 3%.
Dia menginginkan agar APBN menjadi instrumen fiskal yang kredibel dan dipercaya. "Kalau dipercaya, artinya what you say it's what to happen," tegasnya.
Menurutnya, menyusun anggaran negara tidak hanya sekadar mematok angka yang tinggi. Namun juga harus memperkirakan kemungkinan untuk tercapai. "Semakin Anda transparan dengan dunia, semakin kita dituntut akuntabel dan kredibilitasnya luar biasa penting. Jadi defisit bisa didanai dan tidak melanggar undang-undnag," tandas Sri.
(ven)