Pedasnya Harga Cabai Bikin Masyarakat Menjerit
A
A
A
KARANGANYAR - Tingginya harga cabai rawit yang terjadi beberapa hari terakhir membuat masyarakat di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, menjerit. Tingginya harga berdampak tidak hanya berdampak buruk bagi warga juga pedagang makanan yang ada di Karanganyar.
Ari, pedagang mie ayam keliling yang beroperasi di Karanganyar Kota, mengaku labanya tergerus akibat melambungnya harga cabai. Biaya produksi membuat sambal menjadi bertambah demi mempertahankan cita rasa mie ayam yang ia buat. Untuk itu, ia harus merelakan sebagian labanya untuk biaya produksi sambal.
Pasalnya sambal merupakan penambah cita rasa yang harus ada di masakannya. Karena sebagian besar pelanggannya pecinta pedas. Sehingga tidak mungkin ia tidak menyertakan sambal saat berjualan. Jika ia mengurangi takaran cabai, akan mengurangi cita rasa mie ayamnya dan khawatir membuat pelanggan beralih ke tempat lain. Meski di sisi lain, ia harus menyisihkan laba demi produksi sambal.
Pilihan menaikkan harga porsi mie ayam juga bukan alternatif baik. Hal itu akan memicu pelanggan untuk kabur. Selain itu, harga cabai juga fluktuatif, sehingga tidak mungkin menaikkan harga porsi mia ayam mengikuti harga cabai.
"Kalau sudah seperti ini hanya bisa pasrah. Kita tidak bisa berbuat banyak, di pasaran harga cabai Rp100.000-Rp135.000 per kilogram. Itu paling tinggi dibandingkan harga bahan lannya," ucapnya kepada Koran SINDO, Selasa (10/1/2017).
Berbeda dengan Ari, pedagang ayam dan bebek kremes, Bimo, memilih mengurangi takaran sambal yang diberikan ke pelanggannya. Jika biasanya pelanggan boleh mengambil sambal semaunya, saat ini tidak diperbolehkan lagi. Pelanggan hanya boleh mengkonsumsi sambal sesuai takaran yang ditentukan.
"Kami tidak mengurangi banyaknya cabai yang dibuat sambal, namun yang kita kurangi adalah takaran penyajian," katanya.
Warga lain yang terdampak naiknya harga cabai adalah Suprapto, pedagang sayur yang berjualan di Pasar Jungke Kabupaten Karanganyar. Menurutnya naiknya harga cabai temembuat para pelanggan kabur. Banyak yang mengurungkan niatnya berbelanja cabai karena tidak kuat dengan tingginya harga.
Hal itu secara otomatis membuat labanya menyusut dibandingkan sebelumnya. Ia mengaku tidak tahu kondisi ini akan berlangsung sampai kapan. Pasalnya harga cabai terus fluktuatif hingga saat ini. Suprapto berharap harga kembali stabil agar ia bisa meraup keuntungan yang sepadan dengan apa yang ia lakukan saat ini.
"Saya tidak tahu penyebabnya apa, kalau saya hanya mengikuti harga yang berlaku di pemasok. Saat mereka menetapkan harga tinggi, otomatis mengikuti, tidak mungkin saya menjual di bawah harga kulakan," ucapnya.
Seorang warga Gawanan Colomadu, Fatimah, juga mengeluhkan tingginya harga cabai. Pasalnya cabai merupakan salah satu hal penting untuk meracik masakan. Meski sebenarnya cabai bukanlah hal pokok yang harus tersedia setiap hari. "Biasanya beli cabai Rp10.000 dapat banyak, sekarang cuma dapat satu ons saja. Di beberapa warung malah harganya lebih dari itu," ucapnya.
Tingginya harga cabai juga tidak menimbulkan keuntungan berarti bagi para petani asal Karanganyar. Pasalnya kenaikan harga hanya terjadi pada jenis cabai rawit saja, sedangkan masyarakat Karanganyar mayoritas lebih memilih menanam cabai merah besar. Saat ini, harga cabai jenis tersebut berkisar Rp20.000 hingga Rp25.000 per kg di pasaran. Sedangkan dari tingkat petani harganya berkisar pada angka Rp15.000 per kg.
"Meski harga tinggi, kami tidak bisa ikut menikmatinya. Karena cabai yang kami tanam harganya tetap dan tidak megalami kenaikan," ucapnya.
Ari, pedagang mie ayam keliling yang beroperasi di Karanganyar Kota, mengaku labanya tergerus akibat melambungnya harga cabai. Biaya produksi membuat sambal menjadi bertambah demi mempertahankan cita rasa mie ayam yang ia buat. Untuk itu, ia harus merelakan sebagian labanya untuk biaya produksi sambal.
Pasalnya sambal merupakan penambah cita rasa yang harus ada di masakannya. Karena sebagian besar pelanggannya pecinta pedas. Sehingga tidak mungkin ia tidak menyertakan sambal saat berjualan. Jika ia mengurangi takaran cabai, akan mengurangi cita rasa mie ayamnya dan khawatir membuat pelanggan beralih ke tempat lain. Meski di sisi lain, ia harus menyisihkan laba demi produksi sambal.
Pilihan menaikkan harga porsi mie ayam juga bukan alternatif baik. Hal itu akan memicu pelanggan untuk kabur. Selain itu, harga cabai juga fluktuatif, sehingga tidak mungkin menaikkan harga porsi mia ayam mengikuti harga cabai.
"Kalau sudah seperti ini hanya bisa pasrah. Kita tidak bisa berbuat banyak, di pasaran harga cabai Rp100.000-Rp135.000 per kilogram. Itu paling tinggi dibandingkan harga bahan lannya," ucapnya kepada Koran SINDO, Selasa (10/1/2017).
Berbeda dengan Ari, pedagang ayam dan bebek kremes, Bimo, memilih mengurangi takaran sambal yang diberikan ke pelanggannya. Jika biasanya pelanggan boleh mengambil sambal semaunya, saat ini tidak diperbolehkan lagi. Pelanggan hanya boleh mengkonsumsi sambal sesuai takaran yang ditentukan.
"Kami tidak mengurangi banyaknya cabai yang dibuat sambal, namun yang kita kurangi adalah takaran penyajian," katanya.
Warga lain yang terdampak naiknya harga cabai adalah Suprapto, pedagang sayur yang berjualan di Pasar Jungke Kabupaten Karanganyar. Menurutnya naiknya harga cabai temembuat para pelanggan kabur. Banyak yang mengurungkan niatnya berbelanja cabai karena tidak kuat dengan tingginya harga.
Hal itu secara otomatis membuat labanya menyusut dibandingkan sebelumnya. Ia mengaku tidak tahu kondisi ini akan berlangsung sampai kapan. Pasalnya harga cabai terus fluktuatif hingga saat ini. Suprapto berharap harga kembali stabil agar ia bisa meraup keuntungan yang sepadan dengan apa yang ia lakukan saat ini.
"Saya tidak tahu penyebabnya apa, kalau saya hanya mengikuti harga yang berlaku di pemasok. Saat mereka menetapkan harga tinggi, otomatis mengikuti, tidak mungkin saya menjual di bawah harga kulakan," ucapnya.
Seorang warga Gawanan Colomadu, Fatimah, juga mengeluhkan tingginya harga cabai. Pasalnya cabai merupakan salah satu hal penting untuk meracik masakan. Meski sebenarnya cabai bukanlah hal pokok yang harus tersedia setiap hari. "Biasanya beli cabai Rp10.000 dapat banyak, sekarang cuma dapat satu ons saja. Di beberapa warung malah harganya lebih dari itu," ucapnya.
Tingginya harga cabai juga tidak menimbulkan keuntungan berarti bagi para petani asal Karanganyar. Pasalnya kenaikan harga hanya terjadi pada jenis cabai rawit saja, sedangkan masyarakat Karanganyar mayoritas lebih memilih menanam cabai merah besar. Saat ini, harga cabai jenis tersebut berkisar Rp20.000 hingga Rp25.000 per kg di pasaran. Sedangkan dari tingkat petani harganya berkisar pada angka Rp15.000 per kg.
"Meski harga tinggi, kami tidak bisa ikut menikmatinya. Karena cabai yang kami tanam harganya tetap dan tidak megalami kenaikan," ucapnya.
(ven)