Mulai Susah Jualan Kamar, Investor Hotel Baru Diarahkan Ke Kulonprogo
A
A
A
YOGYAKARTA - Menjamurnya hotel-hotel baru serta rencana ada 27 hotel baru yang akan beroperasi membuat persaingan industri perhotelan di Yogyakarta kian ketat. Menurunnya tren okupansi (tingkat hunian hotel) mulai terjadi belakangan ini. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap agar pemerintah membuat kebijakan yang berpihak pada mereka.
Keberadaan hotel yang marak saat ini memang membuat bisnis jualan kamar ini terpengaruh. Salah seorang public relation hotel berbintang di seputaran Ring I yang enggan disebutkan namanya, mengakui jika kini menjual kamar kian sulit dibanding beberapa tahun silam. Dulu ketika hotel di Yogyakarta masih sedikit, tamu datang sendiri ke hotel mereka.
"Tapi kalau sekarang kami (hotel) harus susah-susah bekerja sama dengan travel agent agar mengarahkan tamunya ke hotel kami," ujarnya, Senin (16/1/2017).
Ketua PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta, Istijab Danunagoro mengatakan, untuk melindungi iklim bisnis perhotelan di Yogyakarta, PHRI ingin terlibat dalam pertimbangan pengambilan keputusan ketika ada investor hotel baru yang tertarik menanamkan modalnya di wilayah ini. PHRI berusaha menyarankan agar investasi baru di dunia perhotelan diarahkan ke kabupaten selain Sleman ataupun Kotamadya Yogyakarta.
"Kami menyarankan agar membangun di Kulonprogo, Gunungkidul ataupun Bantul. PHRI juga setuju moratorium hotel di Sleman dan Kota Yogyakarta sampai 2019," tuturnya.
Selama ini, lanjutnya, PHRI cenderung mengarahkan investor untuk menanamkan ivestasi hotelnya di Kulonprogo. Sebab, dari sisi bisnis lebih menjanjikan di Kulonprogo dibanding dengan daerah lain. Bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA) menjadi salah satu pertimbangan utama.
Keberadaan hotel yang marak saat ini memang membuat bisnis jualan kamar ini terpengaruh. Salah seorang public relation hotel berbintang di seputaran Ring I yang enggan disebutkan namanya, mengakui jika kini menjual kamar kian sulit dibanding beberapa tahun silam. Dulu ketika hotel di Yogyakarta masih sedikit, tamu datang sendiri ke hotel mereka.
"Tapi kalau sekarang kami (hotel) harus susah-susah bekerja sama dengan travel agent agar mengarahkan tamunya ke hotel kami," ujarnya, Senin (16/1/2017).
Ketua PHRI Daerah Istimewa Yogyakarta, Istijab Danunagoro mengatakan, untuk melindungi iklim bisnis perhotelan di Yogyakarta, PHRI ingin terlibat dalam pertimbangan pengambilan keputusan ketika ada investor hotel baru yang tertarik menanamkan modalnya di wilayah ini. PHRI berusaha menyarankan agar investasi baru di dunia perhotelan diarahkan ke kabupaten selain Sleman ataupun Kotamadya Yogyakarta.
"Kami menyarankan agar membangun di Kulonprogo, Gunungkidul ataupun Bantul. PHRI juga setuju moratorium hotel di Sleman dan Kota Yogyakarta sampai 2019," tuturnya.
Selama ini, lanjutnya, PHRI cenderung mengarahkan investor untuk menanamkan ivestasi hotelnya di Kulonprogo. Sebab, dari sisi bisnis lebih menjanjikan di Kulonprogo dibanding dengan daerah lain. Bandara baru, New Yogyakarta International Airport (NYIA) menjadi salah satu pertimbangan utama.
(ven)