Audit Investigasi Perpanjangan JICT Diminta Cermat dan Akuntabel
A
A
A
JAKARTA - Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT) menilai audit investigasi perpanjangan kontrak JICT oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus dapat dipertanggungjawabkan mengingat pelabuhan petikemas tersebut adalah aset emas Indonesia. Audit lanjutan BPK didorong menjadi penegasan terhadap audit awal PDTT yakni soal potensi kerugian negara.
"Saya memandang, BPK harus lihat cermat. JICT adalah gerbang ekonomi nasional dan telah menjadi kebanggaan Indonesia karena menjadi salah satu pelabuhan petikemas terbaik di Asia," kata Ketua SP JICT Nova Sofyan Hakim saat penyampaian aspirasi di BPK, Kamis (19/1/2017).
Lebih lanjut diterangkan salah satu poin dalam audit awal Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 tertanggal 1 Desember 2015, terdapat nilai yang tidak optimal sebesar USD50,19 juta dalam perpanjangan kontrak JICT 2019-2038.
Menteri BUMN selaku RUPS juga belum memberikan izin kepada Pelindo II untuk memperpanjang JICT. Selain itu saham Pelindo II belum mayoritas atau 51% seperti yang selama ini dipublikasikan perseroan tersebut. Di sisi lain Nova meyakini selama ini audit yang dilakukan BPK handal dan akuntabel. Namun jika BPK kurang cermat, kata dia, bisa berbahaya untuk negara.
"Yang menjadi catatan adalah bagaimana nilai transaksi perpanjangan JICT yang tidak optimal sebesar USD 50,19 juta menjadi potensi kerugian negara dan belum adanya izin pemerintah untuk memperpanjang JICT. Nah ini yang bermasalah, enggak clear. Ini membahayakan," paparnya.
Menurut dia, pekerja JICT sangat mendukung dan menantikan itikad baik BPK serta Pemerintah guna menjamin penegakan hukum dan kepastian investasi. Publik berhak mengetahui bahwa perpanjangan aset nasional JICT telah melewati proses yang sesuai dengan aturan Undang-undang (UU) di Indonesia dan menguntungkan sebesar-besarnya untuk negara.
"Di satu sisi negara berkepentingan terhadap investasi asing. Di sisi lain, saya khawatir jangan sampai jadi kontraproduktif dengan penegakan hukum jika audit BPK tidak clear," ujar Nova.
"Saya memandang, BPK harus lihat cermat. JICT adalah gerbang ekonomi nasional dan telah menjadi kebanggaan Indonesia karena menjadi salah satu pelabuhan petikemas terbaik di Asia," kata Ketua SP JICT Nova Sofyan Hakim saat penyampaian aspirasi di BPK, Kamis (19/1/2017).
Lebih lanjut diterangkan salah satu poin dalam audit awal Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 tertanggal 1 Desember 2015, terdapat nilai yang tidak optimal sebesar USD50,19 juta dalam perpanjangan kontrak JICT 2019-2038.
Menteri BUMN selaku RUPS juga belum memberikan izin kepada Pelindo II untuk memperpanjang JICT. Selain itu saham Pelindo II belum mayoritas atau 51% seperti yang selama ini dipublikasikan perseroan tersebut. Di sisi lain Nova meyakini selama ini audit yang dilakukan BPK handal dan akuntabel. Namun jika BPK kurang cermat, kata dia, bisa berbahaya untuk negara.
"Yang menjadi catatan adalah bagaimana nilai transaksi perpanjangan JICT yang tidak optimal sebesar USD 50,19 juta menjadi potensi kerugian negara dan belum adanya izin pemerintah untuk memperpanjang JICT. Nah ini yang bermasalah, enggak clear. Ini membahayakan," paparnya.
Menurut dia, pekerja JICT sangat mendukung dan menantikan itikad baik BPK serta Pemerintah guna menjamin penegakan hukum dan kepastian investasi. Publik berhak mengetahui bahwa perpanjangan aset nasional JICT telah melewati proses yang sesuai dengan aturan Undang-undang (UU) di Indonesia dan menguntungkan sebesar-besarnya untuk negara.
"Di satu sisi negara berkepentingan terhadap investasi asing. Di sisi lain, saya khawatir jangan sampai jadi kontraproduktif dengan penegakan hukum jika audit BPK tidak clear," ujar Nova.
(akr)