Tambang Freeport Lumpuh Total, 33.000 Pekerja Dirumahkan
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia telah menghentikan semua aktivitas produksi di tambang emas dan tembaga Grasberg, Papua untuk membuat puluhan ribu pekerja terancam dirumahkan. Terkait hal tersebut, asosiasi pekerja perusahaan raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) itu berencana menggelar demonstrasi menentang langkah pemerintah yang menghentikan ekspor konsentrat terhadap anak usaha Freeport-McMoRan INC tersebut.
(Baca Juga: Produksi Konsentrat Freeport Terancam Turun 40%
Dilansir Reuters, penghentian berkepanjangan tambang tembaga terbesar kedua di dunia itu diyakini akan memberikan kerugian besar, ketika harga tembaga mendekati posisi tertinggi dalam 21 bulan pekan ini. Sementara itu sebelumnya Freeport mengatakan produksi konsentratnya terancam turun hingga 40% jika pemerintah tak kunjung memberikan izin ekspor konsentrat kepada mereka.
Selama ini Freeport mengirim produksi 40% konsentratnya ke smelter di Gresik dan mengekspor 60% produksi berdasarkan aturan yang berlaku. Namun sejak tanggal 12 Januari 2017, Freeport tidak bisa lagi mengekspor konsentratnya. Izin ekspor mineral olahan beberapa jenis, antara lain tembaga, bijih besi, dan pasir besi, yang dimiliki Freeport sesuai PP nomor 1 tahun 2014 atas perubahan PP No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, otomatis tidak berlaku lagi.
(Baca Juga: PHK Karyawan, Menko Darmin Sebut Freeport Coba Tekan Pemerintah
Izin perpanjangan ekspor itu habis seiring pemerintah mengeluarkan PP nomor 1 tahun 2017 atas perubahan PP nomor 23 tahun 2010. Dengan tidak ada izin ekspor, PT Freeport Indonesia hanya bisa mengeluarkan 40% ore yang diproduksinya ke smelter di Gresik. Sisanya, yang seharusnya diekspor, terpaksa ditimbun di gudang. Ditambah kondisi penyimpanan tambang Grasberg disebutkan telah penuh.
Karena itu, segala aktivitas di tambang Grasberg berhenti total saat ini hingga membuat serikat pekerja berencana melakukan protes. "Semuanya benar-benar telah berhenti sama sekali. Saat ini hanya ada kegiatan perawatan (yang berjalan)," ungkap etua Serikat Pekerja Freeport, Virgo Solossa seperti dilansir Reuters.
Pemberhentian ini dikatakan juga membuat 33.000 pekerja tambang Grasberg, Freeport diperkirakan telah dirumahkan. Direncanakan pada Jumat (17/2) para pekerja bakal menggelar demonstrasi di lahan tambang, menuntut pemerintah membuat "keputusan yang bijak" atas situasi di Grasberg.
"Jika mereka tidak hati-hati, hal ini bakal berdampak kepada (operasional Freeport), baik untuk pekerja sebagai penerima manfaat langsung dan masyarakat luas sebagai penerima manfaat dari kehadiran Freeport," paparnya.
Seperti diketahui, pemerintah meminta Freeport mengalihkan Kontrak Karya yang dipegang hingga 2021 menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun, Freeport keberatan dengan alasan sistem IUPK tak memberi jaminan atas investasi jangka panjang, di mana Freeport berupaya untuk tetap mengoperasikan Grasber hingga 2041.
(Baca Juga: Produksi Konsentrat Freeport Terancam Turun 40%
Dilansir Reuters, penghentian berkepanjangan tambang tembaga terbesar kedua di dunia itu diyakini akan memberikan kerugian besar, ketika harga tembaga mendekati posisi tertinggi dalam 21 bulan pekan ini. Sementara itu sebelumnya Freeport mengatakan produksi konsentratnya terancam turun hingga 40% jika pemerintah tak kunjung memberikan izin ekspor konsentrat kepada mereka.
Selama ini Freeport mengirim produksi 40% konsentratnya ke smelter di Gresik dan mengekspor 60% produksi berdasarkan aturan yang berlaku. Namun sejak tanggal 12 Januari 2017, Freeport tidak bisa lagi mengekspor konsentratnya. Izin ekspor mineral olahan beberapa jenis, antara lain tembaga, bijih besi, dan pasir besi, yang dimiliki Freeport sesuai PP nomor 1 tahun 2014 atas perubahan PP No 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, otomatis tidak berlaku lagi.
(Baca Juga: PHK Karyawan, Menko Darmin Sebut Freeport Coba Tekan Pemerintah
Izin perpanjangan ekspor itu habis seiring pemerintah mengeluarkan PP nomor 1 tahun 2017 atas perubahan PP nomor 23 tahun 2010. Dengan tidak ada izin ekspor, PT Freeport Indonesia hanya bisa mengeluarkan 40% ore yang diproduksinya ke smelter di Gresik. Sisanya, yang seharusnya diekspor, terpaksa ditimbun di gudang. Ditambah kondisi penyimpanan tambang Grasberg disebutkan telah penuh.
Karena itu, segala aktivitas di tambang Grasberg berhenti total saat ini hingga membuat serikat pekerja berencana melakukan protes. "Semuanya benar-benar telah berhenti sama sekali. Saat ini hanya ada kegiatan perawatan (yang berjalan)," ungkap etua Serikat Pekerja Freeport, Virgo Solossa seperti dilansir Reuters.
Pemberhentian ini dikatakan juga membuat 33.000 pekerja tambang Grasberg, Freeport diperkirakan telah dirumahkan. Direncanakan pada Jumat (17/2) para pekerja bakal menggelar demonstrasi di lahan tambang, menuntut pemerintah membuat "keputusan yang bijak" atas situasi di Grasberg.
"Jika mereka tidak hati-hati, hal ini bakal berdampak kepada (operasional Freeport), baik untuk pekerja sebagai penerima manfaat langsung dan masyarakat luas sebagai penerima manfaat dari kehadiran Freeport," paparnya.
Seperti diketahui, pemerintah meminta Freeport mengalihkan Kontrak Karya yang dipegang hingga 2021 menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun, Freeport keberatan dengan alasan sistem IUPK tak memberi jaminan atas investasi jangka panjang, di mana Freeport berupaya untuk tetap mengoperasikan Grasber hingga 2041.
(akr)