Rencana Revisi Permendag, MAKI Soroti Potensi Kerugian Negara Rp1,5 Triliun

Sabtu, 19 Agustus 2023 - 21:01 WIB
loading...
Rencana Revisi Permendag, MAKI Soroti Potensi Kerugian Negara Rp1,5 Triliun
MAKI menyoroti rencana merevisi Permendag No 50/2020 yang berpotensi merugikan negara sekitar Rp1,5 triliun-2,5 triliun per tahun. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyoroti rencana merevisi Permendag No 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau e-Commerce. Permendag tersebut sedang diusulkan Kementerian Koperasi dan UKM ( Kemenkop UKM ) untuk diubah dalam bentuk melarang importasi barang pemesanan sistem online e-commerce di bawah USD100.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pengangkutan barang lewat pesawat udara (crossborder) ini adalah pendapatan umum (revenue generator) bagi negara dari sisi pajak. ”Maka apabila pelarangan ini dilakukan potensi pendapatan negara dari pajak akan hilang sekitar Rp1,5 triliun-2,5 triliun per tahun,” kata Boyamin dalam siaran persnya, Sabtu (19/8/2023).

Menurutnya, tanpa proses resmi seperti crossborder barang akan melalui importasi yg sulit diawasi dan dikendalikan alias penyelundupan. Sebagai gambaran crossborder itu berbasis transportasi udara (air-freight) dan melibatkan ongkos (cost logistics) yg tinggi hingga USD10 per kg dari awal pengangkutan (firstmile) hingga ke akhir pengangkutan (lastmile).

Biaya logistik crossborder yang mahal menjadikan hanya barang spesifik yang dapat dijual, dan biaya ini juga yang telah membuat pergeseran pola bisnis para penjual luar negeri. Pedagang dari luar negeri saat ini cenderung bekerja sama dengan penjual lokal melakukan importasi lewat laut (sea freight) dan setibanya barang di Indonesia baru dijual di platform lokal dengan harga murah, sehingga justru ini yang mematikan bisnis UKM.

Pada saat waktu terjadi pembatasan 18 jenis barang pada 2020 oleh Kemenkop UKM, sistem crossborder dan di antara 18 item tersebut termasuk busana muslim. Faktanya di e-commerce lokal barang yang sama masih dijual sampai saat ini dan tidak dilarang.

Harga jualnya pun jauh lebih murah dari harga crossborder. Ini artinya tanpa crossborder barang itu tetap diimpor karena tingginya permintaan. ”Bahkan saat ini harga barang bekas impor itu bisa semakin murah karena dikirim via laut (sea-freight) dan tentunya menjadi makin laris,” lanjutnya.

Boyamin menilai Kemenkop UKM tergesa-gesa menyimpulkan crossborder merugikan negara dan UMKM . Padahal bisnis ini adalah penopang utama sektor logistik, maskapai penerbangan, pergudangan, kurir, dan trucking.

Bahkan di saat pandemi, maskapai nasional bisa terus beroperasi karena mengangkut cargo crossborder di saat ada larangan untuk mengangkut penumpang. Sektor e-commerce crossborder dan logistiknya juga telah berkontribusi besar pada pemulihan perekonomian negara berkat ekspor crossborder UMKM ke 6 negara ASEAN.

”Logistik di Indonesia saat ini juga menjadi sektor paling tinggi pertumbuhannya. Berdasarkan hasil BPS untuk triwulan 1 2023 sebesar y-on-y 15,93%,” tandasnya.

Menurutnya, pemerintah harus cermat membedakan antara crossborder dan barang impor yang telah dijual di pasar lokal. ”Di sini lah letak masalahnya, yaitu presepsi crossborder adalah pembunuh UMKM. Padahal sejatinya importasi tidak terkontrol atau black market adalah musuh utama UMKM,” terangnya.

Kebijakan pelarangan saja tanpa tidak diiringi pengawasan tidak akan efektif. Apalagi rencana mematikan crossborder tentu secara tidak langsung akan mengarahkan semua importasi menjadi sulit dikontrol, dan cenderung ilegal.

Untuk kebaikan dan mencegah kerugian negara, MAKI meminta pembatalan rencana revisi Permendag No 50/2020. ”Sejatinya musuh bersama penyebab bangkutnya UMKM dan industri lain sejak dulu adalah importasi ilegal (black market) yang berakibat predatory pricing dan lainnya,” tegasnya.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2125 seconds (0.1#10.140)