Hapus Pajak Dividen, BEI Bantu Investor Ritel Investasi Saham
A
A
A
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, akan mendorong penghapusan pajak dividen ke pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah ini diambil BEI untuk membantu investor ritel dalam investasi di pasar saham.
Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan, insentif tersebut bisa menggairahkan investor ritel dalam berinvestasi. Namun, jumlah investasinya dalam kurun waktu tertentu harus dibatasi agar tidak disalahgunakan pemain besar.
"Kita berpikir ajukan ke pemerintah dalam hal ini Kemenkeu beri insentif berupa penghilangan pajak dividen. Program ini belum diajukan, masih di internal BEI," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Nicky berharap, proses pengajuan insentif dapat selesai tahun ini. Adanya penghapusan pajak dividen, dia menjelaskan, tidak berarti penerimaan negara berkurang karena dalam transaksi saham masih ada Ppn.
Jadi, bukan seolah pajak dividen bikin pemasukan berkurang tapi dengan banyak masyarakat yang investasi serta transaksi saham, ada pajak yang meningkat. Saat ini, jumlah pajaknya sebesar mencapai 15%. "Nilai pajak dividen sekarang 10% hingga 15%," kata Nicky.
Ide untuk meningkatkan jumlah investor ritel ini diakui Nicky diperoleh dari Negeri Sakura yang lebih dulu menerapkan penghapusan pajak dividen. Hasilnya, literasi pasar modal dari masyarakat Jepang cukup tinggi hingga menjangkau kelas menengah ke bawah. "Di Jepang orang jualan sayur saja sambil trading saham," ucapnya.
Menurutnya, jika insentif ini diberlakukan di Indonesia maka peluangnya sangat besar. Ada ratusan juta masyarakat yang berpotensi menjadi investor ritel.
Mereka bisa membeli saham dan reksa dana mulai dari Rp100 ribu. Jumlah investor juga bisa bertambah signifikan dengan adanya insentif. "Investor pada tahun lalu bertambah lebih dari 100 ribu atau 20%. Jumlahnya sudah 500 ribu dan dari penambahan 100 ribu itu 80% usia muda, 20 tahun sampai 40 tahun," pungkasnya.
Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan, insentif tersebut bisa menggairahkan investor ritel dalam berinvestasi. Namun, jumlah investasinya dalam kurun waktu tertentu harus dibatasi agar tidak disalahgunakan pemain besar.
"Kita berpikir ajukan ke pemerintah dalam hal ini Kemenkeu beri insentif berupa penghilangan pajak dividen. Program ini belum diajukan, masih di internal BEI," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Nicky berharap, proses pengajuan insentif dapat selesai tahun ini. Adanya penghapusan pajak dividen, dia menjelaskan, tidak berarti penerimaan negara berkurang karena dalam transaksi saham masih ada Ppn.
Jadi, bukan seolah pajak dividen bikin pemasukan berkurang tapi dengan banyak masyarakat yang investasi serta transaksi saham, ada pajak yang meningkat. Saat ini, jumlah pajaknya sebesar mencapai 15%. "Nilai pajak dividen sekarang 10% hingga 15%," kata Nicky.
Ide untuk meningkatkan jumlah investor ritel ini diakui Nicky diperoleh dari Negeri Sakura yang lebih dulu menerapkan penghapusan pajak dividen. Hasilnya, literasi pasar modal dari masyarakat Jepang cukup tinggi hingga menjangkau kelas menengah ke bawah. "Di Jepang orang jualan sayur saja sambil trading saham," ucapnya.
Menurutnya, jika insentif ini diberlakukan di Indonesia maka peluangnya sangat besar. Ada ratusan juta masyarakat yang berpotensi menjadi investor ritel.
Mereka bisa membeli saham dan reksa dana mulai dari Rp100 ribu. Jumlah investor juga bisa bertambah signifikan dengan adanya insentif. "Investor pada tahun lalu bertambah lebih dari 100 ribu atau 20%. Jumlahnya sudah 500 ribu dan dari penambahan 100 ribu itu 80% usia muda, 20 tahun sampai 40 tahun," pungkasnya.
(izz)