Membuka Tabir Freeport Jadi Anak Emas Era Orde Baru

Senin, 27 Februari 2017 - 14:38 WIB
Membuka Tabir Freeport...
Membuka Tabir Freeport Jadi Anak Emas Era Orde Baru
A A A
JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuka tabir PT Freeport Indonesia (PTFI) yang menjadi anak emas era Orde Baru. Dari catatan sejarah, pemerintahan Presiden RI ke-2 Soeharto memberikan Freeport klausul spesial bernama Kontrak Karya (KK).

Sejarawan LIPI Suharsono mengatakan, Soeharto memberikan hak eksklusif kepada Freeport bukan tanpa syarat. Perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini digunakan sebagai alat politik bagi Sang Jenderal di kancah internasional. "Soeharto menggunakan Freeport ini bukan untuk bisnis, tapi menopang sisi politisnya di internasional seperti PBB," ujarnya di Jakarta, Senin (27/2/2017).

(Baca Juga: Skenario Pemerintah Kuasai Saham Freeport Diyakini Tak Berjalan Mulus
Rencana Soeharto yang satu ini, kata dia, bisa terlihat ketika Freeport dapat kontrak pada 1965. Saat itu, Soeharto memperbolehkan asing investasi di Indonesia dengan cara membatalkan Undang-undang (UU) Penanaman Modal Asing (PMA) agar Freeport dapat masuk sebagai perusahaan pertama lewat PMA. "Freeport masa itu merasa eksklusif," kata Suharsono.

(Baca Juga: Lawan Freeport, Jonan Tancap Gas Kumpulkan Para Advokat
Dengan beralihnya Orde Lama ke tangan Soeharto, eksklusifitas Freeport yang makin menjadi sulit diubah hingga era reformasi. Untuk bisa menjadikan Freeport ada di bawah kekuasaan pemerintah membutuhkan waktu dan proses.

"Ini butuh waktu karena sudah berpolitik. Politik itu dasarnya ekonomi, kalau ekonomi kacau itu bisa jadi alat politik. Ha-hal yang darurat seperti ini harus ditegaskan," pungkasnya.

UU PMA, merupakan produk hukum yang baru diciptakan di masa transisi kepemimpinan nasional, menjadi salah satu langkah pemerintahan Soeharto untuk menarik modal asing demi memulihkan perekonomian nasional. Dan Freeport, salah satu koorporasi internasional pertama yang ketiban rezeki dari peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto.

Pada April 1967, tiga bulan sesudah pemberlakuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No 1/1967, Freeport Sulphur Incorporated menandatangani sebuah kontrak karya untuk mengeksplorasi dan menambah cadangan emas dan tembaga di Irian Jaya.

Penandatangan itu, “membuat Freeport Sulphur perusahaan asing pertama yang menandatangani kontrak dengan pemerintah baru dan satu-satunya perusahaan yang menandatangani kontrak di bawah kondisi yang luar biasa seperti itu,” tulis Denise Leith dalam The Politics of Power: Freeport in Suharto’s Indonesia.

Penandatangan itu terbilang unik dan berani. Selain penandatangannya dilakukan ketua presidium kabinet Ampera Jenderal Soeharto, bukan oleh presiden, wilayah konsesinya (Irian Barat), masih dalam sengketa. Menurut persyaratan kontrak itu, Freeport memperoleh masa bebas pajak selama tiga tahun serta konsesi pajak sebesar 35 untuk tujuh tahun berikutnya dan pembebasan segala macam pajak atau royalti selain lima persen pajak penjualan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0870 seconds (0.1#10.140)