Dampak Trump, Indonesia Harus Siap Hadapi Perang Dagang
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan proteksionis dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump dinilai bisa memicu perang dagang. Apalagi Trump kerap melontarkan kritik kepada Republik Rakyat China dan Jepang yang dianggap memanipulasi mata uang mereka demi memuluskan produk-produk kedua negara Asia tersebut di perdagangan global.
Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan perang dagang yang dilancarkan oleh Trump bisa berdampak luas, bahkan berimbas ke Indonesia.
“China dan Jepang bisa kena dan hal yang terburuk lagi jika mereka membalas kebijakan tersebut, makan akan terjadi perang dagang,” kata Yose di Jakarta, Selasa (7/3/2017).
Posisi Indonesia, kata dia, sejatinya tidak secara langsung terdampak efek kebijakan Trump. Namun karena implementasi dari perubahan perdagangan global tersebut maka bisa berimbas terhadap pasar ekspor Indonesia.
Yose lantas menyebutkan selama ini pasar ekspor Indonesia didominasi ke negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Jepang, dan Uni Eropa. Di China saja, 50% ekspor Indonesia diekspor lagi ke negara lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Januari kemarin, ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai USD1,55 miliar, ke Amerika Serikat USD1,43 miliar dan ke India sebesar USD1,32 miliar.
Dan ketika China terdampak kebijakan Trump, maka ekspor juga akan lesu. Alhasil penerimaan dari sektor perdagangan juga melemah dan ini akan mempengaruhi makro ekonomi Indonesia.
Yose menambahkan bahwa kebijakan Trump juga akan meningkatkan pengeluaran Negeri Paman Sam. Ketika pengeluaran naik, perlu pemasukan supaya kas negara tidak defisit. Salah satunya meningkatkan pendapatan melalui penerimaan pajak. Namun kemungkinan itu kecil lantaran, Amerika justru ingin memangkas tarif pajaknya.
"Artinya salah satu caranya ditutup utang dari pasar uang, misalnya dengan menaikkan suku bunga dan likuiditas di Indonesia akan mengecil," jelasnya. (Baca: Kebijakan Trump Menarik Dolar Akan Membuat Rupiah Melemah )
Menurutnya, jika hal itu berlangsung, peristiwa dolar pulang kampung seperti pada 2013 lalu bakal terulang. Efeknya bagi perekonomian domestik selain penurunan nilai tukar rupiah, rencana pemerintah menurunkan suku bunga sulit terealisasi.
Di tempat yang sama, ekonom CSIS Mari Elka Pengestu meminta pemerintah mulai memikirkan terobosan untuk mengantisipasi situasi global yang tak menentu. Karena, efek proteksionisme tidak sekadar krisis finansial melainkan perubahan struktural dengan pertumbuhan perdagangan akan lebih rendah dari sebelumnya.
"Itu karena ada perubahan dari cara produksi, cara perdagangan, cara investasi yang terjadi, nah di sana kita harus bisa siap menghadapi persaingan ke depan," ujar mantan menteri perdagangan ini.
Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan perang dagang yang dilancarkan oleh Trump bisa berdampak luas, bahkan berimbas ke Indonesia.
“China dan Jepang bisa kena dan hal yang terburuk lagi jika mereka membalas kebijakan tersebut, makan akan terjadi perang dagang,” kata Yose di Jakarta, Selasa (7/3/2017).
Posisi Indonesia, kata dia, sejatinya tidak secara langsung terdampak efek kebijakan Trump. Namun karena implementasi dari perubahan perdagangan global tersebut maka bisa berimbas terhadap pasar ekspor Indonesia.
Yose lantas menyebutkan selama ini pasar ekspor Indonesia didominasi ke negara-negara seperti Amerika Serikat, China, Jepang, dan Uni Eropa. Di China saja, 50% ekspor Indonesia diekspor lagi ke negara lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Januari kemarin, ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai USD1,55 miliar, ke Amerika Serikat USD1,43 miliar dan ke India sebesar USD1,32 miliar.
Dan ketika China terdampak kebijakan Trump, maka ekspor juga akan lesu. Alhasil penerimaan dari sektor perdagangan juga melemah dan ini akan mempengaruhi makro ekonomi Indonesia.
Yose menambahkan bahwa kebijakan Trump juga akan meningkatkan pengeluaran Negeri Paman Sam. Ketika pengeluaran naik, perlu pemasukan supaya kas negara tidak defisit. Salah satunya meningkatkan pendapatan melalui penerimaan pajak. Namun kemungkinan itu kecil lantaran, Amerika justru ingin memangkas tarif pajaknya.
"Artinya salah satu caranya ditutup utang dari pasar uang, misalnya dengan menaikkan suku bunga dan likuiditas di Indonesia akan mengecil," jelasnya. (Baca: Kebijakan Trump Menarik Dolar Akan Membuat Rupiah Melemah )
Menurutnya, jika hal itu berlangsung, peristiwa dolar pulang kampung seperti pada 2013 lalu bakal terulang. Efeknya bagi perekonomian domestik selain penurunan nilai tukar rupiah, rencana pemerintah menurunkan suku bunga sulit terealisasi.
Di tempat yang sama, ekonom CSIS Mari Elka Pengestu meminta pemerintah mulai memikirkan terobosan untuk mengantisipasi situasi global yang tak menentu. Karena, efek proteksionisme tidak sekadar krisis finansial melainkan perubahan struktural dengan pertumbuhan perdagangan akan lebih rendah dari sebelumnya.
"Itu karena ada perubahan dari cara produksi, cara perdagangan, cara investasi yang terjadi, nah di sana kita harus bisa siap menghadapi persaingan ke depan," ujar mantan menteri perdagangan ini.
(ven)