IORA Momentum Tepat Tingkatkan Ekspor Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Nasril Bahar menyatakan, kerja sama negara-negara anggota Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia atau Indian Ocean Rim Association (IORA) diyakini menjadi momentum Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspor.
Dia mendukung niatan ekspansi pasar yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Nasril menilai, Indonesia di kawasan Lingkar Samudra Hindia memiliki daya saing dan daya tawar yang cukup baik. Apalagi, lanjutnya, Indonesia masuk dalam urutan tiga besar, setelah China dan India dengan pertumbahan ekonomi yang stabil.
Berbekal itu, Nasril optimistis, Indonesia mumpuni untuk berkompetisi dengan negara peserta IORA dalam bidang perdagangan.
“Pasar baru itu memiliki peluang yang cukup besar buat kita. Salah satunya indikator pertumbuhan ekonomi kita yang cukup baik. Di sisi lain, kita beberapa saat lalu bisa menggenjot kualitas produk. Peserta (KTT) akan mengambil kesepakatan-kesepakatan. Saya yakin akan mendapatkan respons positif,” ucapnya dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews, Jakarta (9/3/2017).
Selain itu, pasar baru tujuan ekspor makin terbuka luas lewat sejumlah kesepakatan bisnis yang terjadi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IORA di Jakarta saat ini. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi yang menyatakan, negara-negara yang tergabung dalam IORA ini merupakan negara yang sifatnya non tradisional tapi potensial.
Mengenai perdagangan dan investasi, selama ini partner dagang tradisional Indonesia adalah China, Jepang, dan Amerika Serikat. Menurutnya, strategi yang harus diambil Indonesia ke depan adalah memperlebar portofolio ke negara-negara non tradisional.
Jika hanya mengandalkan perdagangan dengan negara-negara tradisional ekspor, berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berkelanjutan. Dengan kata lain, akan sangat tergantung pada kondisi negara-negara tersebut. Sehingga jika ada krisis atau penurunan permintaan, akan berdampak negatif untuk Indonesia.
“Kalau kita bicara IORA juga coverage-nya sangat luas melibatkan beberapa daerah ekonomi seperti ASEAN, SAARC untuk negara-negara Asia Selatan, lalu ada Australia dan Afrika. Ini melibatkan banyak negara, cross region dan besar sekali potensi kerja samanya,” tuturnya.
Beberapa komoditas andalan Indonesia yang bisa didorong adalah komoditas-komoditas unggulan seperti kopi, produk-produk pertanian dan tekstil. “Ke depan kita bisa melihat ke produksi yang jauh lebih advance seperti spare part dan komponen elektronik. Untuk jangka pendek, kita bisa lihat di 10 komoditas unggulan kita,” lanjutnya
Fithra menyarankan, peningkatan kerja sama bisa dimulai dari negara dengan ukuran GDP cukup besar dan jarak yang tidak terlalu jauh, seperti Australia dan India. “Namun tidak menutup kemungkinan untuk mulai menggarap pasar Afrika. Negara Afrika Selatan bisa menjadi pintu masuk ekspor Indonesia ke benua Afrika,” pungkasnya.
Dia mendukung niatan ekspansi pasar yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Nasril menilai, Indonesia di kawasan Lingkar Samudra Hindia memiliki daya saing dan daya tawar yang cukup baik. Apalagi, lanjutnya, Indonesia masuk dalam urutan tiga besar, setelah China dan India dengan pertumbahan ekonomi yang stabil.
Berbekal itu, Nasril optimistis, Indonesia mumpuni untuk berkompetisi dengan negara peserta IORA dalam bidang perdagangan.
“Pasar baru itu memiliki peluang yang cukup besar buat kita. Salah satunya indikator pertumbuhan ekonomi kita yang cukup baik. Di sisi lain, kita beberapa saat lalu bisa menggenjot kualitas produk. Peserta (KTT) akan mengambil kesepakatan-kesepakatan. Saya yakin akan mendapatkan respons positif,” ucapnya dalam keterangan resmi yang diterima SINDOnews, Jakarta (9/3/2017).
Selain itu, pasar baru tujuan ekspor makin terbuka luas lewat sejumlah kesepakatan bisnis yang terjadi di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) IORA di Jakarta saat ini. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi yang menyatakan, negara-negara yang tergabung dalam IORA ini merupakan negara yang sifatnya non tradisional tapi potensial.
Mengenai perdagangan dan investasi, selama ini partner dagang tradisional Indonesia adalah China, Jepang, dan Amerika Serikat. Menurutnya, strategi yang harus diambil Indonesia ke depan adalah memperlebar portofolio ke negara-negara non tradisional.
Jika hanya mengandalkan perdagangan dengan negara-negara tradisional ekspor, berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berkelanjutan. Dengan kata lain, akan sangat tergantung pada kondisi negara-negara tersebut. Sehingga jika ada krisis atau penurunan permintaan, akan berdampak negatif untuk Indonesia.
“Kalau kita bicara IORA juga coverage-nya sangat luas melibatkan beberapa daerah ekonomi seperti ASEAN, SAARC untuk negara-negara Asia Selatan, lalu ada Australia dan Afrika. Ini melibatkan banyak negara, cross region dan besar sekali potensi kerja samanya,” tuturnya.
Beberapa komoditas andalan Indonesia yang bisa didorong adalah komoditas-komoditas unggulan seperti kopi, produk-produk pertanian dan tekstil. “Ke depan kita bisa melihat ke produksi yang jauh lebih advance seperti spare part dan komponen elektronik. Untuk jangka pendek, kita bisa lihat di 10 komoditas unggulan kita,” lanjutnya
Fithra menyarankan, peningkatan kerja sama bisa dimulai dari negara dengan ukuran GDP cukup besar dan jarak yang tidak terlalu jauh, seperti Australia dan India. “Namun tidak menutup kemungkinan untuk mulai menggarap pasar Afrika. Negara Afrika Selatan bisa menjadi pintu masuk ekspor Indonesia ke benua Afrika,” pungkasnya.
(ven)