Bank Dunia Ramal Ekonomi Indonesia 2017 Tumbuh 5,2%
A
A
A
JAKARTA - Bank Dunia meramalkan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% pada 2017. Pertumbuhan itu didorong neraca transaksi berjalan yang turun menjadi 1,8% per PDB atau terendah dalam lima tahun terakhir.
Selain itu, angka kemiskinan juga menurun 0,4% menjadi 10,7% per September 2016. Capaian ini didukung pertumbuhan PDB yang tinggi, inflasi yang terkendali, dan tingkat pengangguran inti terendah sejak 2012.
"Kita prediksi ekonomi Indonesia mampu tumbuh sekitar 5,2%," ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia Rodrigo Chavesdi Energy Building di Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Menurutnya, angka kemiskinan memang membaik, namun masih lebih rendah dari tingkat penurunan yang terjadi antara 2007 dan 2011 dengan rata-rata sebesar 1,1% per tahun.
Sementara, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang stabil. Kemudian, upah riil lebih tinggi serta angka pengangguran yang menurun memberi dukungan bagi peningkatan daya beli konsumen.
Selanjutnya, investasi swasta diperkirakan meningkat akibat harga komoditas sudah mulai membaik. Ini didukung oleh efek dari pelonggaran moneter pada tahun lalu dan reformasi ekonomi.
Harga komoditas yang mulai tinggi akan mengurangi kendala fiskal dan meningkatkan belanja pemerintah. Di siai lain, pertumbuhan global yang menguat akan meningkatkan nilai ekspor. "Current Account Deficit (CAD) juga terkendali dan fiskal defisit juga masih terkendali," kata Rodrigo.
Selain itu, angka kemiskinan juga menurun 0,4% menjadi 10,7% per September 2016. Capaian ini didukung pertumbuhan PDB yang tinggi, inflasi yang terkendali, dan tingkat pengangguran inti terendah sejak 2012.
"Kita prediksi ekonomi Indonesia mampu tumbuh sekitar 5,2%," ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia Rodrigo Chavesdi Energy Building di Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Menurutnya, angka kemiskinan memang membaik, namun masih lebih rendah dari tingkat penurunan yang terjadi antara 2007 dan 2011 dengan rata-rata sebesar 1,1% per tahun.
Sementara, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang stabil. Kemudian, upah riil lebih tinggi serta angka pengangguran yang menurun memberi dukungan bagi peningkatan daya beli konsumen.
Selanjutnya, investasi swasta diperkirakan meningkat akibat harga komoditas sudah mulai membaik. Ini didukung oleh efek dari pelonggaran moneter pada tahun lalu dan reformasi ekonomi.
Harga komoditas yang mulai tinggi akan mengurangi kendala fiskal dan meningkatkan belanja pemerintah. Di siai lain, pertumbuhan global yang menguat akan meningkatkan nilai ekspor. "Current Account Deficit (CAD) juga terkendali dan fiskal defisit juga masih terkendali," kata Rodrigo.
(izz)