AS Penyebab Pertemuan G-20 Tidak Temui Kata Sepakat
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, arah kebijakan Amerika Serikat yang dibawa dalam pertemuan G-20 menyebabkan tidak adanya titik temu kesepakatan mengenai arah kebijakan ekonomi dunia. Padahal pertemuan G-20 di Ghuang Zhou tahun lalu, beberapa arah kebijakan ekonomi berhasil dicetuskan.
Pada pertemuan Guang Zhou, para pemimpin menyepakati setiap negara harus berupaya untuk tidak melakukan hambatan ekonomi global, termasuk kebijakan proteksionis yang bisa menyebabkan halangan bagi hubungan ekonomi antar negara, baik perdagangan maupun investasi.
"Namun pada pertemuan kali ini, tidak ada kesepakatan mengenai arah apapun. Mereka tetap sepakat trade tetap diperlukan, namun AS menyampaikan bahwa mereka inginkan perdagangan yang fair," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (22/3/2017).
Definisi fair menurut AS, diungkapkan mantan pejabat Bank Dunia ini, yakni sesuai dengan kebutuhan Amerika sendiri yang tidak selalu sama dengan fair dari sisi internasional.
"Jadi, ini menimbulkan ketidaksepakatan bersama dari G-20 yang sejatinya ingin bersama-sama menjaga momentum pemulihan ekonomi. Yaitu semuanya ingin adanya kerja sama ekonomi antar anggota G-20," lanjutnya.
Dengan sikap AS ini, mau tidak mau, kata Sri Mulyani, Indonesia harus mewaspadai segala perkembangan ekonomi dunia yang terjadi. Dan Indonesia merupakan negara yang terbuka bagi perdagangan dunia.
"Kita negara yang terbuka, karena perdagangan dunia itu berperan besar bagi perekonomian kita. Saya sudah minta tim keuangan untuk melihat implikasi dari pertemuan ini (G-20)," ujarnya.
Sri Mulyani pun berharap pada pertemuan G-20 pada Juli mendatang, para pemimpin akan lebih sepakat soal arah kebijakan ekonomi global, bukan sekadar di level tingkat menkeu dan bank sentral.
Pada pertemuan Guang Zhou, para pemimpin menyepakati setiap negara harus berupaya untuk tidak melakukan hambatan ekonomi global, termasuk kebijakan proteksionis yang bisa menyebabkan halangan bagi hubungan ekonomi antar negara, baik perdagangan maupun investasi.
"Namun pada pertemuan kali ini, tidak ada kesepakatan mengenai arah apapun. Mereka tetap sepakat trade tetap diperlukan, namun AS menyampaikan bahwa mereka inginkan perdagangan yang fair," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (22/3/2017).
Definisi fair menurut AS, diungkapkan mantan pejabat Bank Dunia ini, yakni sesuai dengan kebutuhan Amerika sendiri yang tidak selalu sama dengan fair dari sisi internasional.
"Jadi, ini menimbulkan ketidaksepakatan bersama dari G-20 yang sejatinya ingin bersama-sama menjaga momentum pemulihan ekonomi. Yaitu semuanya ingin adanya kerja sama ekonomi antar anggota G-20," lanjutnya.
Dengan sikap AS ini, mau tidak mau, kata Sri Mulyani, Indonesia harus mewaspadai segala perkembangan ekonomi dunia yang terjadi. Dan Indonesia merupakan negara yang terbuka bagi perdagangan dunia.
"Kita negara yang terbuka, karena perdagangan dunia itu berperan besar bagi perekonomian kita. Saya sudah minta tim keuangan untuk melihat implikasi dari pertemuan ini (G-20)," ujarnya.
Sri Mulyani pun berharap pada pertemuan G-20 pada Juli mendatang, para pemimpin akan lebih sepakat soal arah kebijakan ekonomi global, bukan sekadar di level tingkat menkeu dan bank sentral.
(ven)