OJK Dorong Koordinasi Antarlembaga

Rabu, 05 April 2017 - 18:38 WIB
OJK Dorong Koordinasi...
OJK Dorong Koordinasi Antarlembaga
A A A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong koordinasi antarlembaga untuk meningkatkan konstribusi sektor keuangan dalam pembangunan di daerah. Langkah ini dimaksudkan agar distribusi pendapatan antarmasyarakat maupun antarwilayah semakin merata.

Kepala Kantor OJK Regional 5 Sumatera Bagian Utara Lukdir Gultom mengatakan, pemerataan pembangunan di daerah diperlukan agar dapat menurunkan tingkat ketimpangan yang masih terjadi. Menurutnya, harus ada komitmen dari pemerintah daerah untuk sama-sama mendukung pengembangan ekonomi agar lebih berperan dan berkeadilan.

“Selain komitmen, daerah dan industri juga perlu sama-sama bergerak agar tujuan pembangunan yang adil dan merata bisa tercapai,” ujar Lukdir di sela-sela acara OJK Regional Financial Dialogue di Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/4/2017).

Acara dialog tersebut digelar oleh OJK dengan mengundang para pemangku kepentingan dalam upaya mendengar dan mencari masukan mengenai permasalahan ekonomi dan pembangunan di daerah. Hal ini sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang meminta lembaga keuangan berperan lebih dalam pembangunan.

Diskusi yang mengambil tema Peran Sektor Jasa Keuangan Dalam Pembangunan Perekonomian Wilayah, menghadirkan narasumber Kepala Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis OJK Rendra Z Idris, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Daerah Sumatera Utara Ivan Iskandar Batubara, Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Utara Irman, dan Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Sumatera Utara Ramli.

Industri jasa keuangan di Sumatera Utara (Sumut) telah berhasil merealisaikan pendanaan ekonomi prioritas dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pembiayaan di sempat sektor prioritas yang mencapai Rp54,1 triliun per Januari 2017.

Angka tersebut tersebar di berbagai sektor yakni infrastruktur sebesar Rp10,21 triliun (2,57% terhadap nasional), perikanan Rp374 miliar (3,56% terhadap nasional), pangan Rp42,15 Triliun (14,69% terhadap nasional), dan kesehatan Rp1,40 triliun (7,27% terhadap nasional).

“Meski demikian perbankan di Sumut harus tetap berhati-hati dalam melakukan penyaluran dananya, mengingat rasio LDR telah mencapai 92,41% disertai rata-rata rasio NPL (gross) sebesar 2,97%,” ujar Lukdir.

Pada kesempatan tersebut, Lukdir juga memberikan apresiasi kepada pelaku usaha di industri sektor jasa keuangan di Sumatera Utara yang secara langsung maupun tidak langsung mampu mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumut pada 2016 yang mencapai 5,18%, naik dibandingkan 2015 sebesar 5,10%.

Terkait ketimpangan ekonomi yang masih terjadi, OJK mencatat bahwa Indeks Gini Ratio di Sumut saat ini berada di level 0,32, turun dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 0,34. Indeks Gini Ratio di Sumut terbilang rendah dibandingkan dengan empat provinsi lain di wilayah kerja OJK KR5 Sumbagut serta terendah keempat terendah se-Indonesia, di mana ratarata Indeks Gini Ratio nasional sebesar 0,40.

Dia menambahkan, tahun ini akan fokus pada dua hal yaitu Pertama, meningkatkan peran sektor jasa keuangan agar lebih kontributif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya beli masyarakat dan sekaligus mendorong distribusi pendapatan yang lebih merata. Sedangkan yang kedua adalah meningkatkan kontribusi sektor jasa keuangan dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan ketahanan dan stabilitas sistem keuangan.

“Dua aspek ini akan mampu menjadi kunci bagi kita untuk melalui tahun 2017 dan juga tahun-tahun ke depan,” ujar Lukdir.

Kkusus di Sumut, untuk merealisasikan program peningkatan sektor keuangan agar lebih berkontribusi, OJK bersama Pemerintah Daerah telah membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Sumatera Utara.

Tim ini akan bertugas untuk menjalankan tujuh program yakni pembentukan Jamkrida di Sumatera Utara; mererealisasikan produk kredit bersuku bunga rendah (single digit); merealisasikan Program Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai): “One Village One Branchless Banking”; mendorong pemanfaatan Program Jangkau, Sinergi dan Guideline (JARING), Asuransi Nelayan & Peluncuran produk Asuransi Rangka Kapal untuk kapal kayu; mendorong pemanfaatan Program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Program Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS); mendorong Akselerasi & Perluasan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan produk kredit/pembiayaan dari Sektor IKNB; dan terakhir optimalisasi pelaksanaan edukasi dan sosialisasi produk inklusi keuangan.

“Pendirian Jamkrida Sumut penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya beli masyarakat dan sekaligus mendorong distribusi pendapatan yang lebih merata,” katanya.

Dia menambahkan, dengan adanya Jamkrida, akan meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan lembaga jasa keuangan sebagai pemilik dana dalam menyalurkan kredit/pembiayaan.

Sementara itu, Ketua ISEI Sumatera Utara Ramli mengatakan, sektor keuangan di Sumatera Utara masih perlu didorong agar berkontribusi lebih besar dalam upaya memperbaiki perekonomian masyarakat. Dia melihat, saat ini masih ada masyarakat di beberapa daerah di pelosok Sumatera Utara belum sepenuhnya dapat mengakses lembaga keuangan seperti bank.

“Di desa-desa banyak yang belum tersentuh perbankan, mungkin perlu juga ada bank yang beroperasi secara mobile. Ini menunjukkan bahwa pembangunan belum merata,” ujar Ramli.

Dia menyebutkan, untuk meningkatkan peran industri keuangan di Sumatera Utara OJK perlu mendorong pembiayaan untuk pembangunan seperti dengan memanfaatkan penerbitan surat utang daerah, penguatan lembaga badan usaha desa, kredit usaha rakyat (KUR) dan meningkatkan perlindungan konsumen.

Ketua Kadin Daerah Sumatera Utara Ivan Iskandar Batubara menambahkan, untuk mengembangkan daerah ke depan, yang diperlukan adalah bagaimana caranya agar pemerintah dan industri dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, yang juga penting adalah menciptakan nilai tambah ekonomi agar berkesinambungan sehingga dirasakan oleh generasi berikutnya.

“Saat ini konstribusi Sumatera Utara terhadap perekonomian nasional baru 21% dan itu mengandalkan sumber daya alam (SDA). Ini sebenarnya potensi besar karena masih ada ruang untuk meningkatkan nilai SDA melalui industri,” ujarnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4780 seconds (0.1#10.140)