Menhub Eksekusi Pemanduan Kapal di Selat Malaka

Senin, 10 April 2017 - 23:39 WIB
Menhub Eksekusi Pemanduan Kapal di Selat Malaka
Menhub Eksekusi Pemanduan Kapal di Selat Malaka
A A A
JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, pemanduan kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura mempunyai fungsi sangat strategis. Sebab, wilayah perairan di Selat Malaka menyangkut kedaulatan bangsa sekaligus keamanan pelayanan kapal.

Dengan adanya pemanduan kapal, diharapkan Pelindo I yang ditunjuk atau diberi wewenang Kemenhub memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka dapat memberikan tambahan bagi pemasukan negara.

"Saya bangga dan mengapresiasi apa yang dicapai ini. Kita berjuang untuk hak yang semestinya sejak dulu kita jalankan. Saya mengamanahkan Pelindo I untuk mewakili negara di Selat Malaka," kata Menhub dalam rilis yang diterima wartawan, Senin (10/4/2017).

Budi menepis adanya anggapan bahwa pemerintah tidak mampu melaksanakan pemanduan di Selat Malaka. Sebab eksekusi pemanduan baru bisa dilaksanakan sekarang, sementara rencana sudah dicanangkan sejak lama.

Tanpa bermaksud menyalahkan pemerintahan sebelumnya, dia menyatakan selama ini belum ada keseriusan untuk mengeksekusi pemanduan kapal di Selat Malaka. Padahal, 80% perairan Selat Malaka sangat jelas berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Saya lihat memang selama ini belum ada keseriusan mendalam. Belum melihat ini bagian yang strategis, (padahal) ini sangat strategis tidak saja hanya soal kedaulatan tapi keuntungan bisnis untuk negara melalui BUMN," terangnya.

Dijelaskan, sejak pertemuan di Bandung awal tahun lalu, pihaknya terus melakukan negosiasi diplomatik dengan pemerintah Malaysia dan Singapura setelah sebelumnya berkonsultasi dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO).

Kepada Malaysia dan Singapura, ditunjukkan bagaimana dasar-dasar hukum bahwa pemanduan harus dilakukan Indonesia. Melalui cara-cara profesional ini, dua negara tersebut tidak bisa menolak dan menyangkalnya ketika dibahas dalam meja perundingan.

"Selama ini kita tidak mengetengahkan hal legal, yang strategis dan diakui dunia kepada mereka (Malaysia & Singapura). Begitu kita sampaikan yang legal dan memang rekomendasi IMO harus dilaksanakan. Jadi, kita memang harus serius," kata Menhub.

Mengenai wewenang yang diberikan kepada Pelindo I sebagai operator yang memandu kapal asing dan domestik di Selat Malaka sendiri diputuskan melalui Keputusan Nomor BX.28/PP 304 tentang Pemberian Izin kepada PT Pelindo I melaksanakan Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Merujuk UU No 17/2008 tentang Pelayaran, wilayah perairan Indonesia terbagi dalam dua jenis pemanduan. Pertama, Perairan Wajib Pandu yang merupakan wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran 500 gross tonnage atau lebih.

Kedua, Perairan Pandu Luar Biasa yang merupakan wilayah perairan yang tidak wajib dilakukan pemanduan. Namun, apabila nakhoda memerlukan pemanduan maka dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan. Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura sendiri disampaikan masuk dalam kategori Perairan Pandu Luar Biasa.

Hanya saja, lanjut Menhub, kawasan terpenting di Kawasan Asia Tenggara sepanjang 550 mil laut tersebut merupakan salah satu jalur sempit. Di jalur ini setiap tahunnya dilalui ribuan kapal dari berbagai negara.

"Dari data yang ada, sekitar 70 sampai 80 ribu kapal per tahun menggunakan jalur ini, baik kapal kargo maupun kapal tanker yang berlayar dan melintas, sehingga rawan terhadap kecelakaan di laut. Karenanya pemanduan menjadi sangat penting," ucapnya.

Trafik tersebut terus menunjukkan angka peningkatan sekitar 2% setiap tahunnya. Saat ini (2016), kapal yang beroperasi sudah mencapai 82.850 kapal per tahun atau 226 kapal per hari.

Untuk angka kecelakaan kapal dari 2010 hingga 2015 tercatat 331 kejadian di Selat Malaka-Selat Singapura. Dengan kata lain setiap pekan terjadi satu hingga dua kecelakaan. Kondisi demikian menyebabkan kerugian materi hingga miliaran USD.

"Selain kerugian materi, kecelakaan kapal juga menyebabkan kerusakan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura yang nilainya tidak terbatas," kata Budi.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8250 seconds (0.1#10.140)