Kapal Raksasa Prancis Langkah Awal Jadikan Priok Hub Internasional
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) memandang kedatangan kapal raksasa CMA CGM Otello berkapasitas 8.238 TEUs sebagai langkah awal menjadikan Pelabuhan Tanjung Priok hub internasional (transhipment port). Pelabuhan Tanjung Priok yang baru (Tanjung Priok New Port) telah dirancang untuk kapal-kapal berukuran raksasa di atas 10.000 TEUs, guna mewujudkan cita-cita pemerintah menjadi pelabuhan internasional.
Sekretaris Jenderal ALFI, Akbar Djohan mengungkapkan, infrastruktur di Priok New Port sudah cukup memadai untuk menampung kapal-kapal besar yang akan masuk. Namun, hal tersebut perlu didukung pula insentif lain, seperti biaya sandar dan bongkar muat yang tidak tinggi.
"Ini langkah awal (jadikan Priok Hub Internasional). Karena infrastruktur memadai mereka akan masuk. Tapi, kalau soft infrastruktur biaya tinggi masih terjadi, no service no pay yang sering dilakukan pelabuhan," ujarnya, saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (24/4/2017).
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan harus menekan operator pelabuhan dalam hal ini PT Pelindo II (Persero) agar melakukan efisiensi yang maksimal. Pasalnya, mindset Pelindo II selama ini hanya ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Mereka menganggap, Pelindo II milik negara sehingga meskipun pelabuhan tersebut kosong mereka akan tetap digaji negara. "Sehingga harga yang dikasih ke konsumen itu suka-suka mereka, dengan pemikiran bahwa Priok cuma satu-satunya pelabuhan di Jakarta. Kalau enggak mau hargai saya yaudah cari aja pelabuhan diluar Priok. Kan non sense," imbuh dia.
Akbar menilai, Pelindo II selama ini masih bersikap tidak profesional dengan memasang tarif tinggi. Padahal, tagline BUMN adalah hadir untuk negeri. Sehingga, sudah seharusnya perusahaan pelat merah tersebut berkontribusi untuk negeri.
"Jadi kehadirannya berfungsi untuk bersaing antar negara, bukan pengusaha nasional di dalam negeri. Di sinilah peranan beroperasinya New Port dengan infrastruktur skala internasional. Bisa enggak memindahkan transhipment tersebut. Kalau enggak bisa ya kita tutup saja," pungkasnya.
Sekretaris Jenderal ALFI, Akbar Djohan mengungkapkan, infrastruktur di Priok New Port sudah cukup memadai untuk menampung kapal-kapal besar yang akan masuk. Namun, hal tersebut perlu didukung pula insentif lain, seperti biaya sandar dan bongkar muat yang tidak tinggi.
"Ini langkah awal (jadikan Priok Hub Internasional). Karena infrastruktur memadai mereka akan masuk. Tapi, kalau soft infrastruktur biaya tinggi masih terjadi, no service no pay yang sering dilakukan pelabuhan," ujarnya, saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Senin (24/4/2017).
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan harus menekan operator pelabuhan dalam hal ini PT Pelindo II (Persero) agar melakukan efisiensi yang maksimal. Pasalnya, mindset Pelindo II selama ini hanya ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Mereka menganggap, Pelindo II milik negara sehingga meskipun pelabuhan tersebut kosong mereka akan tetap digaji negara. "Sehingga harga yang dikasih ke konsumen itu suka-suka mereka, dengan pemikiran bahwa Priok cuma satu-satunya pelabuhan di Jakarta. Kalau enggak mau hargai saya yaudah cari aja pelabuhan diluar Priok. Kan non sense," imbuh dia.
Akbar menilai, Pelindo II selama ini masih bersikap tidak profesional dengan memasang tarif tinggi. Padahal, tagline BUMN adalah hadir untuk negeri. Sehingga, sudah seharusnya perusahaan pelat merah tersebut berkontribusi untuk negeri.
"Jadi kehadirannya berfungsi untuk bersaing antar negara, bukan pengusaha nasional di dalam negeri. Di sinilah peranan beroperasinya New Port dengan infrastruktur skala internasional. Bisa enggak memindahkan transhipment tersebut. Kalau enggak bisa ya kita tutup saja," pungkasnya.
(dmd)