Tanpa Uni Eropa, Pasar Sawit Tetap Strategis
A
A
A
PANGKAL PINANG - Pasar ekspor kelapa sawit dinilai masih tetap strategis meski tanpa Uni Eropa. Permintaan sawit di dalam negeri sendiri juga masih cukup tinggi.
(Baca Juga: Kuartal I 2017, Pungutan Ekspor CPO Capai Rp3,3 Triliun)
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Dono Boestami mengatakan, melihat besarnya potensi sawit di Indonesia membuat negara-negara lain iri. Komoditas kelapa sawit dinilai paling efisien dibanding tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, rapeseed, dan minyak bunga matahari.
"Tanaman sawit hanya tumbuh di iklim tropis, tidak bisa tumbuh di Amerika atau Eropa. Kita menguasai 65 juta ton pasokan minyak nabati dunia," ujarnya di Pangkal Pinang, Jumat (28/4/2017).
Dono menuturkan, dalam satu hektare (ha) kebun sawit, bisa menghasilkan 3,85 juta ton minyak sawit. Sementara soybean hanya menghasilkan 0,45 ton minyak dan rapeseed 0,69 ton per hektare. "Dari sisi produktivitas, sawit lebih unggul 4 ton per hektare dibanding soybean. Inilah yang mungkin diributkan karena mereka tidak bisa menanam sawit," ungkap dia.
Menurutnya, kelapa sawit menjadi industri perkebunan strategis. Permintaan minyak sawit akan mengikuti pertumbuhan penduduk dunia. Berdasarkan data BPDP Sawit, volume total ekspor produk sawit meningkat dari 2014 mencapai 21,77 juta ton, kemudian 2015 sebesar 26,39 juta ton, dan pada 2016 sebesar 28,26 juta ton. "Kebutuhan minyak dunia dari sawit masih on the track," ucapnya.
Ketua Dewan Pengawas BPDP Sawit Rusman Heriawan mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditi strategis nasional yang berperan bagi ekonomi, pemasukan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, dan pengembangan wilayah.
"Dunia internasional dan masyarakat dalam negeri sangat menyoroti perkembangan industri ini," tutur Rusman.
Dia mengatakan, Eropa tidak akan bisa menghentikan kegiatan impor sawit karena luas lahan yang digunakan untuk menanam rapeseed dan kedelai akan habis tergerus. "Kalau mereka tidak impor sawit, tanahnya akan habis karena ditanam rapeseed semua," katanya.
Volume ekspor produk kelapa sawit mengalami penurunan pada kuartal I/2017. Penurunan volume ekspor memang biasa terjadi jika harga kelapa sawit tengah bagus seperti saat ini.
Berdasarkan data BPDP, volume ekspor sawit pada kuartal I/2017 sebesar 6,37 juta ton, lebih rendah dibanding kuartal I/2016 yang sebesar 7,35 juta ton. "Penurunan ekspor bisa juga disebabkan adanya pengembangan hilir. Secara volume turun tapi nilai ekspor sawit di kuarta pertama tetap meningkat," terang dia.
Direktur Perencanaan, Penghimpunan, dan Pengelolaan Dana BPDP Sawit Agustinus Antonius mengatakan, program biodiesel yang dijalankan turut menstabilkan harga komoditas sawit secara otomatis.
Selain itu, dampak lain dari program biodiesel antara lain pengurangan Greenhouse Gas Emissions (GHG), utilisasi BBN berbasis sawit dalam negeri, pajak yang disetorkan, penyerapan tenaga kerja industri biodiesel, penghematan devisa dan ketergantungan bahan bakar fosil, dan nilai tambah industri hilir kelapa sawit melalui kegiatan produksi biodiesel.
"Sawit merupakan komponen penting. Ekspor sawit 12,32% dari total ekspor Indonesia. Pasar Eropa memang penting namun ada potensi pasar lain yang masih besar seperti India dan Pakistan," tandasnya.
(Baca Juga: Kuartal I 2017, Pungutan Ekspor CPO Capai Rp3,3 Triliun)
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit Dono Boestami mengatakan, melihat besarnya potensi sawit di Indonesia membuat negara-negara lain iri. Komoditas kelapa sawit dinilai paling efisien dibanding tanaman penghasil minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, rapeseed, dan minyak bunga matahari.
"Tanaman sawit hanya tumbuh di iklim tropis, tidak bisa tumbuh di Amerika atau Eropa. Kita menguasai 65 juta ton pasokan minyak nabati dunia," ujarnya di Pangkal Pinang, Jumat (28/4/2017).
Dono menuturkan, dalam satu hektare (ha) kebun sawit, bisa menghasilkan 3,85 juta ton minyak sawit. Sementara soybean hanya menghasilkan 0,45 ton minyak dan rapeseed 0,69 ton per hektare. "Dari sisi produktivitas, sawit lebih unggul 4 ton per hektare dibanding soybean. Inilah yang mungkin diributkan karena mereka tidak bisa menanam sawit," ungkap dia.
Menurutnya, kelapa sawit menjadi industri perkebunan strategis. Permintaan minyak sawit akan mengikuti pertumbuhan penduduk dunia. Berdasarkan data BPDP Sawit, volume total ekspor produk sawit meningkat dari 2014 mencapai 21,77 juta ton, kemudian 2015 sebesar 26,39 juta ton, dan pada 2016 sebesar 28,26 juta ton. "Kebutuhan minyak dunia dari sawit masih on the track," ucapnya.
Ketua Dewan Pengawas BPDP Sawit Rusman Heriawan mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditi strategis nasional yang berperan bagi ekonomi, pemasukan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, dan pengembangan wilayah.
"Dunia internasional dan masyarakat dalam negeri sangat menyoroti perkembangan industri ini," tutur Rusman.
Dia mengatakan, Eropa tidak akan bisa menghentikan kegiatan impor sawit karena luas lahan yang digunakan untuk menanam rapeseed dan kedelai akan habis tergerus. "Kalau mereka tidak impor sawit, tanahnya akan habis karena ditanam rapeseed semua," katanya.
Volume ekspor produk kelapa sawit mengalami penurunan pada kuartal I/2017. Penurunan volume ekspor memang biasa terjadi jika harga kelapa sawit tengah bagus seperti saat ini.
Berdasarkan data BPDP, volume ekspor sawit pada kuartal I/2017 sebesar 6,37 juta ton, lebih rendah dibanding kuartal I/2016 yang sebesar 7,35 juta ton. "Penurunan ekspor bisa juga disebabkan adanya pengembangan hilir. Secara volume turun tapi nilai ekspor sawit di kuarta pertama tetap meningkat," terang dia.
Direktur Perencanaan, Penghimpunan, dan Pengelolaan Dana BPDP Sawit Agustinus Antonius mengatakan, program biodiesel yang dijalankan turut menstabilkan harga komoditas sawit secara otomatis.
Selain itu, dampak lain dari program biodiesel antara lain pengurangan Greenhouse Gas Emissions (GHG), utilisasi BBN berbasis sawit dalam negeri, pajak yang disetorkan, penyerapan tenaga kerja industri biodiesel, penghematan devisa dan ketergantungan bahan bakar fosil, dan nilai tambah industri hilir kelapa sawit melalui kegiatan produksi biodiesel.
"Sawit merupakan komponen penting. Ekspor sawit 12,32% dari total ekspor Indonesia. Pasar Eropa memang penting namun ada potensi pasar lain yang masih besar seperti India dan Pakistan," tandasnya.
(izz)