BI Ubah Periode Giro Wajib Minimum
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) melakukan penyempurnaan pengaturan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah. GWM Primer dalam Rupiah yang sebelumnya ditetapkan sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Rupiah dan pemenuhannya dilakukan secara harian, disesuaikan menjadi GWM yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 5% dari DPK dalam Rupiah dan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata sebesar 1,5% dari DPK dalam Rupiah selama periode tertentu.
Penyempurnaan pengaturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional.
"Pengaturan mengenai GWM yang kemudian disebut sebagai GWM rata-rata tersebut merupakan best practice pengaturan yang telah dipraktikkan oleh hampir seluruh bank sentral dunia. Dan pemenuhan GWM rata-rata berlaku sejak 1 Juli 2017," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Dengan perubahan periode GWM menjadi dua mingguan maka pemenuhan di awal tersebut menggunakan basis perhitungan rata-rata DPK pada pelaporan minggu pertama (tanggal 1-7) dan minggu kedua (tanggal 8-15) bulan Juni 2017. Dia melanjutkan, implementasi GWM rata-rata diawali dengan masa transisi selama bulan Juli 2017 atau sepanjang 2 kali maintenance period yang ditujukan untuk memberi ruang pembelajaran sekaligus menguji kehandalan sistem aplikasi GWM yang ada di perbankan dan Bank Indonesia.
"Selama masa transisi tersebut bank tidak dikenakan sanksi atas pelanggaran GWM Primer rata-rata," ujar Tirta.
Bank Indonesia mengimplementasikan sistem GWM Primer rata-rata sebagai langkah lanjutan dari Reformulasi Kerangka Operasional Kebijakan Moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Menurut Tirta, pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa sistem GWM rata-rata ternyata mampu memberikan fleksibilitas likuiditas bagi bank dan menjadi interest rate buffer di pasar uang.
"Hal ini tidak saja meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas perbankan, melainkan juga menopang stabilitas pergerakan suku bunga pasar uang sebagai sasaran operasional kebijakan moneter dan sekaligus mendorong pendalaman pasar keuangan," terangnya.
GWM Primer yang selama ini diterapkan (fixed), sambung dia, harus dipenuhi pada setiap akhir hari karena pemenuhannya diperhitungkan secara harian. Sedangkan GWM Primer rata-rata lebih fleksibel karena pemenuhannya diperhitungkan secara rata-rata selama kurun waktu tertentu (maintenance period).
Dia pun memaparkan, bagi bank-bank besar, GWM rata-rata memungkinkan bank-bank tersebut untuk membuka ruang gapping ke tenor yang lebih panjang sehingga dapat mengurangi tekanan volatilitas suku bunga PUAB. Selain itu, GWM rata-rata mampu meredam gejolak likuiditas dari ketidakpastian timing dan besaran aliran dana Pemerintah.
"Sementara bagi bank-bank kecil, penerapan GWM rata-rata memberikan ruang dalam melakukan optimalisasi pemanfaatan likuiditas. Dalam kondisi tekanan suku bunga PUAB yang tinggi, bank dimungkinkan untuk menunda transaksi pinjam," pungkas dia.
Penyempurnaan pengaturan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional.
"Pengaturan mengenai GWM yang kemudian disebut sebagai GWM rata-rata tersebut merupakan best practice pengaturan yang telah dipraktikkan oleh hampir seluruh bank sentral dunia. Dan pemenuhan GWM rata-rata berlaku sejak 1 Juli 2017," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Jumat (28/4/2017).
Dengan perubahan periode GWM menjadi dua mingguan maka pemenuhan di awal tersebut menggunakan basis perhitungan rata-rata DPK pada pelaporan minggu pertama (tanggal 1-7) dan minggu kedua (tanggal 8-15) bulan Juni 2017. Dia melanjutkan, implementasi GWM rata-rata diawali dengan masa transisi selama bulan Juli 2017 atau sepanjang 2 kali maintenance period yang ditujukan untuk memberi ruang pembelajaran sekaligus menguji kehandalan sistem aplikasi GWM yang ada di perbankan dan Bank Indonesia.
"Selama masa transisi tersebut bank tidak dikenakan sanksi atas pelanggaran GWM Primer rata-rata," ujar Tirta.
Bank Indonesia mengimplementasikan sistem GWM Primer rata-rata sebagai langkah lanjutan dari Reformulasi Kerangka Operasional Kebijakan Moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Menurut Tirta, pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa sistem GWM rata-rata ternyata mampu memberikan fleksibilitas likuiditas bagi bank dan menjadi interest rate buffer di pasar uang.
"Hal ini tidak saja meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas perbankan, melainkan juga menopang stabilitas pergerakan suku bunga pasar uang sebagai sasaran operasional kebijakan moneter dan sekaligus mendorong pendalaman pasar keuangan," terangnya.
GWM Primer yang selama ini diterapkan (fixed), sambung dia, harus dipenuhi pada setiap akhir hari karena pemenuhannya diperhitungkan secara harian. Sedangkan GWM Primer rata-rata lebih fleksibel karena pemenuhannya diperhitungkan secara rata-rata selama kurun waktu tertentu (maintenance period).
Dia pun memaparkan, bagi bank-bank besar, GWM rata-rata memungkinkan bank-bank tersebut untuk membuka ruang gapping ke tenor yang lebih panjang sehingga dapat mengurangi tekanan volatilitas suku bunga PUAB. Selain itu, GWM rata-rata mampu meredam gejolak likuiditas dari ketidakpastian timing dan besaran aliran dana Pemerintah.
"Sementara bagi bank-bank kecil, penerapan GWM rata-rata memberikan ruang dalam melakukan optimalisasi pemanfaatan likuiditas. Dalam kondisi tekanan suku bunga PUAB yang tinggi, bank dimungkinkan untuk menunda transaksi pinjam," pungkas dia.
(akr)