Pekerja JICT Tolak Perpanjangan Konsesi oleh Hutchison

Rabu, 03 Mei 2017 - 17:18 WIB
Pekerja JICT Tolak Perpanjangan Konsesi oleh Hutchison
Pekerja JICT Tolak Perpanjangan Konsesi oleh Hutchison
A A A
JAKARTA - Ratusan pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) melakukan aksi "mengutuk perpanjangan kontrak JICT oleh Hutchison" di depan kantor Hutchison Port Indonesia (HPI) di Graha Rekso, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sejak tahun 2015 hingga April 2017, pihak Hutchison Port telah membayarkan uang sewa perpanjangan JICT kepada PT Pelindo II (Persero) walaupun tanpa ada izin pemerintah dan temuan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut data, per tahun Hutchison diharuskan membayar uang sewa USD 85 juta atas perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia tersebut. Namun uang sewa tersebut dibayarkan oleh JICT bukan Hutchison Port sebagai investor. Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Sofyan Hakim mengaku merasa heran atas skema pembayaran sewa perpanjangan JICT tersebut yang terkesan sangat dipaksakan.

"Ini kan pembodohan publik. Sudah melawan hukum, konyolnya Hutchison Port yang investasi di JICT tapi JICT dan pekerja yang suruh bayar. Mereka (Hutchison) hanya bayar uang muka perpanjangan 20 tahun sebesar USD215 juta. Sisanya JICT yang diperas habis untuk bayar uang sewa," kata Nova saat aksi di depan kantor Hutchison Port Indonesia, Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Lebih jauh dia menjelaskan bahwa pekerja JICT tidak anti investasi asing. Namun Hutchison begitu diuntungkan karena membeli JICT dengan harga murah 215 juta) bahkan mengeluarkan uang sewa kepada Pelindo II lewat pemotongan hak-hak karyawan.

"Semangat nasionalisme kami untuk perjuangkan agar JICT dimiliki 100% Indonesia, bukan pekerja menyumbangkan haknya untuk bantu Hutchison beli JICT. Toh sudah terbukti perpanjangan JICT tidak ada nilai tambah bagi Indonesia, Pelindo II dan pekerja sendiri," paparnya.

Dari dokumen Hutchison, Nova menyesalkan uang muka perpanjangan JICT oleh Hutchison kembali modal hanya dalam 4 tahun. "Bahkan perpanjangan kontrak di TPK Koja sampai 2038, Hutchison hanya bayar USD 50 juta, padahal harga Koja tahun 2000 saja sebesar USD 147 juta. Jadi bisa dibilang, Hutchison ini bukanlah melakukan investasi tapi malah pesta pora di JICT dan Koja," ungkap dia.

Berdasarkan laporan audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 tertanggal 1 Desember 2015, akibat perpanjangan JICT, negara dirugikan Rp650 miliar akibat tidak optimalnya uang muka perpanjangan oleh Hutchison.

Selain itu, menurut laporan BPK, perpanjangan JICT dilaksanakan tanpa izin Menteri BUMN dan izin konsesi dari Menteri Perhubungan. "Jelas ini preseden buruk terhadap penerapan GCG oleh investor asing di Indonesia. Untuk itu pemerintah harus membatalkan perpanjangan kontrak JICT," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7955 seconds (0.1#10.140)