Pelabuhan Priok Terancam Lumpuh di Tengah Rencana Mogok Pekerja
A
A
A
JAKARTA - Pekerja pelabuhan yang tergabung dalam serikat pekerja terminal peti kemas (SPTPK) Koja di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara ikut mengancam melakukan aksi mogok kerja. Rencana aksi ini dilakukan setelah sebelumnya pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) menyatakan akan melakukan aksi mogok pada 15-20 Mei 2017.
Ketua Umum Serikat Pekerja TPK Koja, Joko Suprayitno dan Sekretaris Umum M.Susrya Buana melalui suratnya Nomor:244/SP-TPKK/E/V/17 tanggal 5 Mei 2017, menyebutkan terdapat dua alasan krusial yang memicu aksi mogok pekerja pada salah satu terminal peti kemas ekspor impor di pelabuhan Priok itu.
Surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja itu ditujukan kepada General Manager TPK Koja dan ditembuskan kepada Direksi Pelindo II, Direktur Hutchison Port Indonesia (HPI), Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Polres Pelabuhan Tanjung Priok dan Sudinakertrans Jakarta Utara.
"Sejumlah pengguna jasa dan asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Priok juga sudah menerima surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja yang akan di lakukan pada 15-20 Mei 2017 tersebut," ujar Ketua TPK Koja Joko Suprayitno dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (5/5/2017).
SPTPK Koja menyatakan, mogok itu dilakukan karena dimasukkannya rental fee ke dalam perhitungan Jaspro/Bonus 2016 KSO TPK Koja sehingga hak para pekerja mengalami penurunan signifikan. Ia juga menambahkan selain itu belum dilaksanakannya upaya peningkatan hubungan pelanggan sesuai dengan berita acara kesepakatan bersama No: UM.339/27/4/2/PI.II-17 dan No: 114/SKB-HPI/IV/17 tanggal 27 April 2017 antara Pelindo II dengan Direksi HPI.
Pemberitahuan mogok kerja pada 15-20 Mei 2017 juga sudah dilayangkan sebelumnya oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melalui suratnya No:SPJICT/PBT/11/IV/2017 tanggal 28 April 2017.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim menyayangkan jika mogok benar-benar terjadi. Karenanya, imbuhnya, pemerintah mesti mampu menyelesaikan kemelut hubungan industril yang terjadi di TPK Koja maupun JICT.
Sebab, kata dia, jika JICT dan TPK Koja mogok berpotensi melumpuhkan aktivitas di pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya saat ini, JICT dan TPK Koja menangani sekitar 70% volume bongkar muat peti kemas ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok. “Kami pelaku usaha logistik butuh kepastian dalam pelayanan di pelabuhan, kalau ancaman mogok terus terjadi bagaimana kami bisa usaha,” ujarnya.
Ketua Umum Serikat Pekerja TPK Koja, Joko Suprayitno dan Sekretaris Umum M.Susrya Buana melalui suratnya Nomor:244/SP-TPKK/E/V/17 tanggal 5 Mei 2017, menyebutkan terdapat dua alasan krusial yang memicu aksi mogok pekerja pada salah satu terminal peti kemas ekspor impor di pelabuhan Priok itu.
Surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja itu ditujukan kepada General Manager TPK Koja dan ditembuskan kepada Direksi Pelindo II, Direktur Hutchison Port Indonesia (HPI), Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Polres Pelabuhan Tanjung Priok dan Sudinakertrans Jakarta Utara.
"Sejumlah pengguna jasa dan asosiasi pelaku usaha di pelabuhan Priok juga sudah menerima surat pemberitahuan mogok kerja SPTPK Koja yang akan di lakukan pada 15-20 Mei 2017 tersebut," ujar Ketua TPK Koja Joko Suprayitno dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (5/5/2017).
SPTPK Koja menyatakan, mogok itu dilakukan karena dimasukkannya rental fee ke dalam perhitungan Jaspro/Bonus 2016 KSO TPK Koja sehingga hak para pekerja mengalami penurunan signifikan. Ia juga menambahkan selain itu belum dilaksanakannya upaya peningkatan hubungan pelanggan sesuai dengan berita acara kesepakatan bersama No: UM.339/27/4/2/PI.II-17 dan No: 114/SKB-HPI/IV/17 tanggal 27 April 2017 antara Pelindo II dengan Direksi HPI.
Pemberitahuan mogok kerja pada 15-20 Mei 2017 juga sudah dilayangkan sebelumnya oleh Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melalui suratnya No:SPJICT/PBT/11/IV/2017 tanggal 28 April 2017.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Adil Karim menyayangkan jika mogok benar-benar terjadi. Karenanya, imbuhnya, pemerintah mesti mampu menyelesaikan kemelut hubungan industril yang terjadi di TPK Koja maupun JICT.
Sebab, kata dia, jika JICT dan TPK Koja mogok berpotensi melumpuhkan aktivitas di pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya saat ini, JICT dan TPK Koja menangani sekitar 70% volume bongkar muat peti kemas ekspor impor di pelabuhan Tanjung Priok. “Kami pelaku usaha logistik butuh kepastian dalam pelayanan di pelabuhan, kalau ancaman mogok terus terjadi bagaimana kami bisa usaha,” ujarnya.
(akr)