Inklusi Keuangan Indonesia Terbaik di Asia Pasifik
A
A
A
NUSA DUA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berhasil meraih The Global Financial Inclusion Award 2017 untuk wilayah Asia Pasifik, mengalahkan dua finalis lainnya: India dan Pakistan. Dengan demikian, program inklusi keuangan OJK menjadi yang terbaik di Asia Pasifik. Penghargaan yang diraih OJK dalam kategori Child and Youth Finance International (CYFI) Country Award.
Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Muliaman Hadad, mengatakan keunggulan program inklusi keuangan yang dikembangkan selama lima tahun terakhir ini dimaksimalkan oleh program pemerintah. Sinergi ini diperkuat oleh data indeks inklusi dan literasi keuangan yang terus membaik.
Hasil survei indeks literasi keuangan di tahun 2013 berada di level 21,8%, sementara tingkat inklusi keuangan sebesar 59,7%. Namun di 2016, terjadi perbaikan menjadi 29,6% untuk literasi keuangan dan 67,8% untuk inklusi keuangan. Kenaikan terjadi baik secara gender, tingkat pendapatan, pendidikan, pengetahuan industri keuangan, hingga perbedaan konvensional dan syariah.
“Program inklusi dan literasi keuangan yang kita kembangkan sudah diakui dunia. Saya yakin dengan adanya Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) akan menjadi landasan pengembangan program ini di kepemimpinan OJK berikutnya,” ujar Muliaman dalam International Seminar on Changing Consumer Behavior Through Financial Literacy, Financial Inclusion, and Consumer Protection di Nusa Dua, Bali, Jumat (5/5/2017).
Dia mengatakan, program inklusi dan literasi keuangan sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena adanya akses permodalan yang baik. Dengan akses permodalan yang baik akan membuat kegiatan perekonomian menjadi lebih hidup dan juga menurunkan tingkat kesenjangan di masyarakat.
“Saat ini kita ingin terus mendorong inklusi, literasi, perlindungan konsumen dengan perubahan behavior di masyarakat. Kita sosialisasikan juga peraturan dan mendengar masukan dari pelaku industri keuangan. Perspektif yang berbeda tentu dapat memperkaya industri keuangan kedepannya,” ujarnya.
Dia mencontohkan, selama ini industri perbankan dan asuransi sudah menjadi lebih baik dalam menanggapi keluhan konsumen. Sementara, beberapa pelaku industri keuangan lainnya masih gagap dalam menanggapi komplain.
Menurutnya, saat ini penanganan komplain sering dianggap sebagai beban atau biaya, padahal dampaknya dapat membuatnya kehilangan konsumen. Karena itu, sistem handling complain harus lebih baik karena nanti nasabah bisa pindah ke bank lainnya.
Sebagai informasi, Global Financial Inclusion Award memiliki tujuan untuk mendorong perhatian dan pemahaman masyarakat akan pentingnya inklusi keuangan, dan kemampuan finansial bagi anak dan remaja. Kegiatan ini didukung penuh oleh negara-negara yang tergabung dalam G20 melalui The G20 Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI).
Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Muliaman Hadad, mengatakan keunggulan program inklusi keuangan yang dikembangkan selama lima tahun terakhir ini dimaksimalkan oleh program pemerintah. Sinergi ini diperkuat oleh data indeks inklusi dan literasi keuangan yang terus membaik.
Hasil survei indeks literasi keuangan di tahun 2013 berada di level 21,8%, sementara tingkat inklusi keuangan sebesar 59,7%. Namun di 2016, terjadi perbaikan menjadi 29,6% untuk literasi keuangan dan 67,8% untuk inklusi keuangan. Kenaikan terjadi baik secara gender, tingkat pendapatan, pendidikan, pengetahuan industri keuangan, hingga perbedaan konvensional dan syariah.
“Program inklusi dan literasi keuangan yang kita kembangkan sudah diakui dunia. Saya yakin dengan adanya Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) akan menjadi landasan pengembangan program ini di kepemimpinan OJK berikutnya,” ujar Muliaman dalam International Seminar on Changing Consumer Behavior Through Financial Literacy, Financial Inclusion, and Consumer Protection di Nusa Dua, Bali, Jumat (5/5/2017).
Dia mengatakan, program inklusi dan literasi keuangan sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena adanya akses permodalan yang baik. Dengan akses permodalan yang baik akan membuat kegiatan perekonomian menjadi lebih hidup dan juga menurunkan tingkat kesenjangan di masyarakat.
“Saat ini kita ingin terus mendorong inklusi, literasi, perlindungan konsumen dengan perubahan behavior di masyarakat. Kita sosialisasikan juga peraturan dan mendengar masukan dari pelaku industri keuangan. Perspektif yang berbeda tentu dapat memperkaya industri keuangan kedepannya,” ujarnya.
Dia mencontohkan, selama ini industri perbankan dan asuransi sudah menjadi lebih baik dalam menanggapi keluhan konsumen. Sementara, beberapa pelaku industri keuangan lainnya masih gagap dalam menanggapi komplain.
Menurutnya, saat ini penanganan komplain sering dianggap sebagai beban atau biaya, padahal dampaknya dapat membuatnya kehilangan konsumen. Karena itu, sistem handling complain harus lebih baik karena nanti nasabah bisa pindah ke bank lainnya.
Sebagai informasi, Global Financial Inclusion Award memiliki tujuan untuk mendorong perhatian dan pemahaman masyarakat akan pentingnya inklusi keuangan, dan kemampuan finansial bagi anak dan remaja. Kegiatan ini didukung penuh oleh negara-negara yang tergabung dalam G20 melalui The G20 Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI).
(ven)