Era Baru Industri Migas, Investor Tinjau Ulang Strategi Bisnis
A
A
A
JAKARTA - Industri minyak dan gas bumi (Migas) tengah menghadapi era baru yang ditandai dengan penurunan signifikan harga minyak internasional. Menurut Presiden Direktur GE Oil & Gas Indonesia Iwan Chandra, kondisi tersebut menekan kinerja finansial hingga memaksa para operator untuk meninjau kembali kapasitas mereka sementara para investor mengkaji strategi baru.
(Baca Juga: Investasi Sektor Migas Tak Lagi Jadi Primadona
Tak hanya itu, menurutnya aksi dan reaksi antara kekuatan geopolitik, teknologi dan ekonomi telah membuat kondisi perdagangan dunia penuh ketidakpastian dan menjadi semakin tidak menentu. Tak heran terang dia, jika harga minyak yang kian menukik turun untuk kemudian menyurutkan pendapatan yang diperoleh negara-negara penghasil minyak.
"Akhirnya mereka ikut membatasi ketersedian sumber daya yang merupakan lahan investasi di sektor energi. Beberapa negara telah memangkas subsidi energi ke masyarakat. Sebuah langkah yang diambil untuk mempertahankan keberlangsungan anggaran negara. namun juga akan mengubah reaksi permintaan begitu harga kembali membaik," ujar Iwan di Jakarta.
Lebih lanjut dia menerangkan dalam menghadapi penurunan harga dan pendapatan, tapi tetap dengan cara yang tidak membahayakan kinerja mendatang, merupakan tantangan terkini bagi industri minyak dan gas bumi. Ini bukanlah satu-satunya tantangan. industri juga harus bergumul dengan bauran aset yang kompleks, yang menyebabkan tantangan teknis, logistik dan operasional yang lebih luas.
"Dari sisi tenaga kerja dan infrastruktur juga saya melihat, semakin menua dan memperparah risiko penurunan produktivitas yang dihadapi industri ketika produktivitas di sektor tersebut sedang butuh-butuhnya," imbuhnya.
Kenyataan lain yang dihadapi, sambunnya adalah Industri tersebut juga harus menghadapi pengawasan yang lebih ketat dan kekhawatiran atas dampak kesehatan, keselamatan dan lingkungan. "Karena, lingkungan yang tidak menentu dan tidak stabil secara struktural membutuhkan tingkat fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik," lanjut Iwan.
Munculnya tantangan yang berlipat ganda ini, kata dia, membuat operator industri mendapatkan tekanan tuntutan untuk mengurangi downtime dan menurunkan biaya operasional.
"Mau tidak mau, kita mesti meningkatkan efisiensi operasional dan keandalan perangkat, menaikan tingkat keamanan, membangun kumpulan calon sumber daya yang lebih kuat dan menghindari atau paling tidak menanggulangi dampak pensiunnya pekerja berpengalaman dan mengoptimalkan strategi belanja modal di lingkungan tidak menentu dan tidak stabil dengan makin bertambahnya tekanan pembiayaan," pungkas dia.
(Baca Juga: Investasi Sektor Migas Tak Lagi Jadi Primadona
Tak hanya itu, menurutnya aksi dan reaksi antara kekuatan geopolitik, teknologi dan ekonomi telah membuat kondisi perdagangan dunia penuh ketidakpastian dan menjadi semakin tidak menentu. Tak heran terang dia, jika harga minyak yang kian menukik turun untuk kemudian menyurutkan pendapatan yang diperoleh negara-negara penghasil minyak.
"Akhirnya mereka ikut membatasi ketersedian sumber daya yang merupakan lahan investasi di sektor energi. Beberapa negara telah memangkas subsidi energi ke masyarakat. Sebuah langkah yang diambil untuk mempertahankan keberlangsungan anggaran negara. namun juga akan mengubah reaksi permintaan begitu harga kembali membaik," ujar Iwan di Jakarta.
Lebih lanjut dia menerangkan dalam menghadapi penurunan harga dan pendapatan, tapi tetap dengan cara yang tidak membahayakan kinerja mendatang, merupakan tantangan terkini bagi industri minyak dan gas bumi. Ini bukanlah satu-satunya tantangan. industri juga harus bergumul dengan bauran aset yang kompleks, yang menyebabkan tantangan teknis, logistik dan operasional yang lebih luas.
"Dari sisi tenaga kerja dan infrastruktur juga saya melihat, semakin menua dan memperparah risiko penurunan produktivitas yang dihadapi industri ketika produktivitas di sektor tersebut sedang butuh-butuhnya," imbuhnya.
Kenyataan lain yang dihadapi, sambunnya adalah Industri tersebut juga harus menghadapi pengawasan yang lebih ketat dan kekhawatiran atas dampak kesehatan, keselamatan dan lingkungan. "Karena, lingkungan yang tidak menentu dan tidak stabil secara struktural membutuhkan tingkat fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi yang lebih baik," lanjut Iwan.
Munculnya tantangan yang berlipat ganda ini, kata dia, membuat operator industri mendapatkan tekanan tuntutan untuk mengurangi downtime dan menurunkan biaya operasional.
"Mau tidak mau, kita mesti meningkatkan efisiensi operasional dan keandalan perangkat, menaikan tingkat keamanan, membangun kumpulan calon sumber daya yang lebih kuat dan menghindari atau paling tidak menanggulangi dampak pensiunnya pekerja berpengalaman dan mengoptimalkan strategi belanja modal di lingkungan tidak menentu dan tidak stabil dengan makin bertambahnya tekanan pembiayaan," pungkas dia.
(akr)